Tanggal 1 Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. 52 tahun lalu atau tepatnya pada 30 September 1965 malam hingga 1 Oktober 1965 dini hari, sejumlah petinggi militer diculik dan dibunuh, dalam sebuah usaha kudeta. Peristiwa itu dikenal dengan nama Gerakan 30 September/PKI atau G30S/PKI.Â
setidaknya delapan nyawa menjadi mangsa gerakan revolusi yang digaungkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Enam di antaranya jenderal TNI, dua lainnya adalah pengawal serta putri seorang jenderal. Satu korban lainnya dari kepolisian, KS Tubun.
Penculikan dan pembunuhan pada 30 September tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga di Yogyakarta. Di Yogyakarta peluru pasukan Cakrabirawa juga merenggut nyawa komandan Korem 072/Pamungkas dan kepala stafnya. Mereka adalah Brigjen TNI Katamso dan Kolonel Sugiyono yang dihabisi tanpa ampun di Kota Pelajar.
Operasi pembantaian yang dikomandoi Letkol Untung itu bergerak atas dasar tuduhan, bahwa para jenderal sudah membentuk Dewan Jenderal yang berencana menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno. Sebagai penghormatan, 10 dari 11 korban revolusi PKI yang gugur tersebut diberikan tanda penghormatan Pahlawan Revolusi dan Anumerta. Kami mencoba merangkum profil singkat tujuh pahlawan revolusi dan tiga korban PKI yang mendapat anugerah anumerta, serta data diri Ade Irma yang kami susun dari berbagai sumber.
1. Jenderal Ahmad Yani
Jenderal Ahmad Yani lahir di Purworejo pada 19 Juni 1922. Ia mengenyam pendidikan formal di HIS (sekolah setingkat SD), MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs/setingkat Sekolah Menengah Pertama) dan AMS (Algemne Middelberge School/setingkat Sekolah Menengah Atas). Karir militer Jenderal Yani dimulai saat ia mengikuti wajib militer yang dicanangkan Pemerintah Hindia Belanda di Malang. Ketika Jepang menduduki Indonesia, Ahmad Yani bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA).
Di bidang militer, Ahmad Yani mengantongi sederet prestasi. Ia pernah menahan Agresi Militer pertama dan kedua Belanda. Prestasinya kian mentereng setelah memimpin pasukan melumpuhkan pemberontak DI/TII dan Operasi Trikora di Papua Barat serta Operasi Dwikora menghadapi konfrontasi dengan Malaysia.
Catatan prestasi mengagumkan itu mengantarkan Ahmad Yani menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat. Saat itu Jenderal Yani menolak usul Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menginginkan pembentukan Angkatan Kelima yaitu dipersenjatainya buruh dan tani.
Gencarnya Jenderal Yani menentang PKI membuatnya masuk dalam target penculikan dan pembunuhan PKI pada Gerakan 30 September. Saat penculikan, pasukan Cakrabirawa menembaki tubuh Jenderal Ahmad Yani hingga berlubang. Dengan tubuh yang penuh luka tembak, jenazahnya dibawa dan dibuang ke dalam sumur di Lubang Buaya.
2. Letjen Suprapto
Jenderal kelahiran Purwokerto pada 2 Juni 1920 ini merupakan lulusan MULO dan AMS Yogyakarta. Sepanjang menjadi anggota TNI, ia sering dipindah tugas.