Mohon tunggu...
Daun hijau
Daun hijau Mohon Tunggu... Freelancer - Apa yang harus diterangkan, jika suram lebih menawan

Tetaplah menjadi hijau

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Akhir Agustus

27 Maret 2019   09:11 Diperbarui: 27 Maret 2019   15:40 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Suatu hari, pada akhir Agustus semuanya berubah menjadi sendu. Tangismu tak lagi terisak, matamu telah sembab. Perpisahan tak terduga menjadi penyebab. Kita tak akan pernah terikat, restu orang tua yang tak pernah didapat. Cinta kita tak mampu menebas perbedaan derajat. Terpaksa aku harus menjaga jarak, walau cintaku tak akan pernah beranjak.

Hari-hari penuh pilu pun menyambut. Rindu yang tak punya titik temu tak pernah surut. Tangis tak bermuara terus berlanjut. Tawa seperti tak ada tempat, mendekat.  Pedih semakin berkarat. Setiap saat dipaksa belajar lupa, tentang hari-hari yang penuh tawa. Berpura-pura pada waktu, bahwa kenangan tak pernah berbicara dibalik kepala.

Malam yang larut-larut, tempat menyimak lara. Mata terus terbuka, menyibak luka. Dan kepala yang tak henti-hentinya bebicara, kenpa dan mengapa.

Akhir Agustus yang berakhir duka, menyimpulkan cerita. Aku dan kau tak lagi berbicara. Kau tenggelam dalam lara, aku tersiksa dalam derita.

Bandar Lampung, 27 Maret 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun