Mohon tunggu...
wily kurniady
wily kurniady Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Dokter Umum, Pejuang COVID-19

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Who is The Big Bos? COVID-19

22 Juni 2020   15:54 Diperbarui: 22 Juni 2020   16:26 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah kurang lebih 3 bulan covid-19 menghantui kehidupan manusia di Dunia ini, berbagai protocol kesehatan dan kebijakan negara sudah diberlakukan, banyak negara yang sudah melewati puncak pandemi tetapi masih sulit untuk menuju kehidupan normal yang baru. WHO sudah mengeluarkan kriteria-kriteria agar negara yang terjangkit dapat mulai berpikir langkah-langkah untuk memulai "New Normal" 

Latar Belakang Di tahun 2020 ini seluruh dunia mendapat teguran keras dari sang pencipta, kehadiran virus COVID-19 membawa perubahan yang sangat luar biasa sampai akan terbentuknya "New Normal" di kehidupan jaman sekarang. 

Mengapa COVID-19 bisa sampai mendunia seperti itu dan kenapa sampai mengganggu seluruh sektor kehidupan, tidak lain karena penyebarannya yang sangat cepat, dan ketidaksiapan semua negara dalam menanggulangi bahaya COVID-19. 

Dari sektor Kesehatan contohnya, karena salah satu usaha memutus rantai penyebaran virus ini adalah social distancing, maka bebagai bidang ilmu kedokteran mengedukasi pasien-pasiennya untuk menunda berobat jika tidak emergensi. 

Dari segi penanganan dan perawatan pasien pun ikut berubah, harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) selengkap-lengkapnya dan idealnya dirawat di ruangan khusus seperti isolasi tekanan negative. 

Dari cara masuk ke Rumah Sakit pun sangat beragam, dari yang hanya menggunakan skrining quisioner Kesehatan, pemisahan pasien bergejala influenza, peniadaan jam berkunjung, sampai pemberlakuan kewajiban untuk rapid test sebelum masuk ke rumah sakit. 

Sektor lain seperti perkantoran pun ikut terkena dampak nya, pemberlakuan Work From Home (WFH) tentunya bisa menyulitkan bagi sebagian besar karyawan. Lalu pembatasan pertemuanpertemuan, pembatasan event-event besar, sampai dengan pembatasan pergerakan antarkota dan antarnegara. 

Sektor perindustrian juga ikut terkena dampaknya, penutupan berapa perkantoran yang awalnya dikatakan hanya 2 minggu berlanjut sampai beberapa bulan, terhitung sejak 20 maret 2020 Gubernur Jakarta Bpk Anies Baswedan mengeluarkan seruan tegas untuk menutup perkantoran dan sekolah selama 14 hari awalnya lalu di perpanjang sampai rencana untuk dibuka pada awal bulan juni 2020. 

Tentunya efek dari tutupnya Sebagian besar toko retail membuat industri pun harus merumahkan sebagian besar karyawannya atau bahkan mem PHK karena tidak sanggup membayar gaji pegawai selama masa pandemik. 

krisis-ekonomi-5ef07522d541df2cf367f8b2.png
krisis-ekonomi-5ef07522d541df2cf367f8b2.png
Dari sektor pariwisata dan perternakan, tentunya pemberlakuan pemberhentian sementara layanan transportasi udara sejak 24 April membuat pariwisata terjun bebas demi mencegah penularan infeksi virus COVID-19 dari luar negri. 

Bahkan sampai indutri peternakan pun ikut merasakan dampaknya, pembatasan untuk acara pesta dan event membuat produksi pertenakan tidak ada yang mengkonsumsi. 

Sehingga nilai jualnya pun menurun drastis contohnya harga telur dan ayam potong yang awalnya telur 1 kg bisa mencapai 28 rb maka pada jaman covid hanya 19rb/kg, dan harga ayam di tingkat peternak rata-rata 8rb-14 rb/ekor. 

Hampir seluruh bagian dan sektor terkena dampak dari penyebaran virus ini. Lalu mengapa Pemerintah Indonesia terkesan lambat dan tidak serius dalam penanganan COVID-19, seringkali terdengar asumsi bahwa pemerintah tidak melakukan Total LOCK DOWN dari awal mula infeksi COVID-19 ini masuk ke Indonesia karena tidak bisa memnuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. 

Sehingga hanya melakukan pembatasan social berskala besar sehingga pemerintah tidak ada kewajiban untuk menganggung kebutuhan warga-warga nya, dengan maksud untuk menurunkan kurva kesakitan sehingga semua warga yang sakit dapat dilayani oleh Rumah Sakit yang di siapkan merawat pasien infeksi COVID-19. 

Seperti halnya negara vietnam yang sampai Vietnam hanya terdapat 329 kasus dan 0 angka kematian, dikarenakan saat pertama kali kasus COVID-19 ditemukan di Vietnam tanggal 23 january 2020, pemerintah Vietnam langsung memberlakukan physical distancing, penangguhan penerbangan, protocol Kesehatan Vietnam, meliburkan sekolah, dan memberlakukan larangan imporekspor satwa liar. Sangat jelas dalam hal ini beberapa kebijakan menurut saya sangat efektif. 

Dengan terjadinya berbagai policy baru setiap negara termasuk penghentian penerbangan dan perdagangan global tentunya akan mengakibatkan resesi ekonomi secara global. Tercatat para Tahun 2020 indonesia hanya bertumbuh 0,5% perekonomiannya. Saat ini semua negara mencoba untuk melawan virus Covid-19 ini dengan memberlakukan kebijakan untuk pembukaan pembatasan social dan untuk memulihkan perekonomian negara masingmasing. 

Di Indonesia terutama Ibu kota Jakara akan mulai mencoba membermenerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi sebagai fase peralihan menuju pemulihan pada tanggal 5 juni 2020. 

protokol-umum-5ef078d7097f367d22699e34.png
protokol-umum-5ef078d7097f367d22699e34.png
Pengambilan keputusan ini sudah mendapat pertimbangan dari gugus tugas percepatan penangannan COVID-19 DKI Jakarta dan tim Departemen Epidemiologi FKM UI, dimana untuk DKI jakarta angka pertambahan kasus positife dan kematian akibat COVID-19 yang cenderung melandai dan menurun dibanding nasional.

Pelonggaran bertahap ini tentunya tetap memperhatikan protokol umum Kesehatan jangan sampai Jakarta Kembali lagi ke Awal, jadi bukan berarti beranggapan bawah penanganan COVID-19 di Jakarta telah selesai.pada tahap ini awalnya akan dibuka mulai dari rumah ibadah, fasilitas olah raga, mobilitas kendaraan pribadi, angkutan umum masal dan angkutan/ taksi online. 

Beberapa negara seperti singapore, korea dan China sendiri sudah mencoba memberlakukan kebijakan serupa tetapi terjadi penambahan kasus yang tinggi sehingga ada yang kembali menutup lagi negaranya. Apakah dengan menurunnya angka pertambahan di DKI Jakarta boleh melakukan pelonggaran sendiri walaupun pertambahan jumlah kasus untuk negara Indonesianya sendiri masih tinggi? dan Siapakah "BIG BOS" nya yang berkuasa? Saya rasa tetap COVID-19. 

Kesimpulan

Kesimpulan Sampai saat ini belum ada yang bisa benar-benar mensiasati pandemic COVID-19 dengan baik. Beberapa protokol untuk mulai membuka Kembali negaranya sudah dibuat oleh WHO antara lain: 

1. Epidemiologi - Apakah epidemi dikendalikan? (Ya atau tidak) 

2. Sistem kesehatan - Apakah sistem kesehatan mampu mengatasi kebangkitan COVID-19 kasus yang mungkin timbul setelah memberlakukan pelonggaran? (Ya atau tidak) 

3. Pengawasan Kesehatan Masyarakat - Apakah sistem pengawasan kesehatan masyarakat saat ini mampu mendeteksi dan mengelola kasus baru dan semua yang kontak degan kasus tersebut, serta dapat mengidentifikasi akan terjadinya kebangkitan kasus? (Ya atau tidak) 

Dari ketiga syarat tersebut menurut saya Indonesia masih belum untuk dipenuhi, misalnya dari epidemiologi setidaknya ada Penurunan 50% kasus baru selama 3 minggusejak kasus puncak terbaru dan penurunan terus-menerus dalam insiden kasus baru. 

Dari sistem kesehatan harus sanggup menangani semua pasien COVID-19 sesuai dengan standar nasional dan sistem kesehatan telah kembali ke keadaan di mana semua kondisi (staf, tempat tidur, obat-obatan, peralatan, dll.) ada untuk memberikan standar perawatan yang sama seperti ada sebelum krisis. Lalu untuk sistem pengawasan kesehatan minimal harus 80% orang yang kontak dengan kasus baru dapat dipantau selama 14 hari 

Tetapi pemerintah Indonesia langsung memberlakukan pelonggaran bertahap untuk beberapa daerah setelah terdapat perbaikan pada kota DKI Jakarta tanpa memikirkan daerah-daerah yang masih terjadi lonjakan kasus. Secara profil kasus baru di negara Indonesia pun masih mengalami peningkatan yang tinggi kasus baru pada tanggal 6 juni 2020. 

NEW NORMAL, adalah suatu kehidupan yang akan terbentuk setelah COVID-19 ini berlalu, dimana semua akan lebih aware terhadap Kesehatan dan Kebersihan masing-masing. 

Teknologi akan jauh berkembang karena Physical Distancing akan tetap diutamakan sehingga untuk menjaga hubungan social yang baik maka teknologi mungkin bisa jadi jalan keluarnya. Tetapi ada baikya harus lebih bersabar sampai kriteria kriteria dari WHO dapat dipenuhi, karena ini bukan lomba lari untuk menunjukan daerah mana yang mamput terbebas duluan dari bayang-bayang virus COVID-19 ini. 

lomba-lari-5ef07782d541df229d384ef2.png
lomba-lari-5ef07782d541df229d384ef2.png
Rekomendasi

Rekomendasi untuk mulai mencoba mensiasati penyebaran COVID-19 ini tentunya di dasari oleh rekomendasi oleh WHO, seperti yang di infokan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo. Dari 3 kriteria rekomendasi WHO untuk melakukan pelonggaran PSBB, dijabarkan ada 10 indikator yang harus dicapai sebelum melakukan pelonggaran PSBB. 

1. Penurunan jumlah kasus positif lebih dari 50 persen selama dua pekan 

Jika dilihat dari jumlah kasus positif di Indonesia saat ini grafik masih menunjukan kenaikan kasus COVID-19, mungkin bisa di bilang belum terlihat dimana puncak pandemi dari negara Indonesia, jadi bisa di bilang belum saatnya untuk membuka PSBB 

grafik-tgl-19-5ef0792a097f36437c1d4612.png
grafik-tgl-19-5ef0792a097f36437c1d4612.png
2.Penurunan jumlah kasus Positif, ODP dan PDP lebih dari 50% selama 2 pekan 

Jumlah kasus kenaikan tertinggi di Indonesia terjadi pada tanggal 18 Juni 2020 dimana angka 1.331 orang dinyatakan positive terinfeksi COVID-19, dengan begitu pemerintah harus menunggu sampai angka pertambahan minimal 660 orang/ hari selama 2 minggu. 

3.Kenaikan jumlah kasus sembuh dari kasus positif, serta penyelesaian pemantauan dari ODP dan PDP 

4. Pemanfaatan technologi sebagai jalan keluar untuk meningkatkan perekonomian negara Indonesia 

Dari data yang di dapat bisnis digital pada jaman covid sangat meningkat pesat terbukti E-Commerce meningkat 65%, pembayaran digital meningkat 65%, pelayanan digital di Kesehatan juga meningkat 41%. Ini membuktikan bahwa jaman sudah mulai bergeser kearah milenial.

layanan-digital-5ef077afd541df6f134c97f2.jpg
layanan-digital-5ef077afd541df6f134c97f2.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun