Mohon tunggu...
wilson cornelius
wilson cornelius Mohon Tunggu... Lainnya - Anak Kuliah

menulis artikel untuk intensi khusus

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

AI dan Seni: Ancaman atau Peluang?

28 November 2024   19:28 Diperbarui: 28 November 2024   19:38 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya, seorang seniman dapat menggunakan AI untuk membuat variasi gambar asli, yang kemudian diedit secara manual untuk mempertahankan sentuhan pribadi. Dalam musik, AI dapat berperan sebagai asisten dalam menciptakan melodi dasar, yang kemudian diolah oleh musisi. Dengan kata lain, AI dapat mempercepat proses teknis sehingga seniman dapat fokus pada aspek konseptual dan emosional dalam karyanya.

Selain itu, AI juga dapat membuka peluang kolaborasi lintas industri. Seniman dapat bekerja sama dengan para ahli teknologi untuk menciptakan karya yang menggabungkan seni tradisional dan inovasi digital, menciptakan pengalaman unik dan belum pernah terjadi sebelumnya.

*Seni tetap menjadi milik pikiran manusia*

Meski AI terus berkembang, ada satu hal yang tidak bisa digantikan: pengalaman manusia. Seni adalah hasil pergulatan emosional, pengalaman hidup, dan cara pandang setiap individu. Ini adalah sesuatu yang tidak peduli seberapa canggih suatu algoritma, ia tidak dapat mereproduksinya.

Seniman sejati akan selalu mendapat tempatnya di dunia seni, karena nilai karyanya tidak hanya diukur dari hasil akhirnya tetapi juga dari proses kreatif yang diikutinya. Sentuhan pribadi, interpretasi budaya, dan kepekaan terhadap isu-isu sosial menjadikan seni manusia relevan dan berharga.

*Kesimpulan: Antara tantangan dan peluang*

Kehadiran AI di dunia seni ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menawarkan kemudahan dan aksesibilitas yang belum pernah ada sebelumnya. Di sisi lain, hal ini menjadi ancaman bagi para seniman yang takut terpinggirkan oleh mesin yang bisa bekerja lebih cepat dan murah.

Solusinya adalah menemukan keseimbangan. AI harus dilihat sebagai alat pendukung, bukan pengganti. Peraturan yang jelas mengenai hak cipta dan penggunaan teknologi AI juga harus segera diterapkan untuk melindungi hak seniman.

Pada akhirnya, seni adalah tentang jiwa. Tidak peduli seberapa canggihnya teknologi kita, seni yang paling mengharukan selalu datang dari pengalaman unik manusia. Hal inilah yang membantu seni bertahan dalam ujian waktu, bahkan di era teknologi yang terus berubah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun