Wow... semur jengkol ?
Pastinya, setiap orang yang mengaku orang Indonesia, kenal dengan yang namanya semur jengkol. Ya, setidaknya pernah dengar lah. Meski tak pernah mencicipinya sekalipun. Soalnya, made in Indonesia yang satu ini selalu hadir di rumah makan sekaliber warung tegal sampai restoran besar yang mengusung atribut kedaerahan, terutama restoran sunda.
Bau??... itulah yang menjadi ciri khasnya jengkol. Meski diracik sedemikian rupa, tetaplah bau nya keluar. Digoreng, disemur, direndang, diurab, baunya nggak hilang-hilang. Dan karena bau nya itu lah, ada yang nggak suka, pura-pura nggak suka, sampai suka sekali. Tapi bagaimanapun reaksi orang-orang terhadapnya, ia tetap saja bau. Tidak pura-pura wangi agar disukai banyak orang.
Tidak berpura-pura wangi. Itulah yang saya suka dari semur jengkol. Maka, dengan bangga saya ikut mendukung gerakan sejuta fesbuker pendukung semur jengkol. Terimakasih, kepada admin penggagas semur jengkol yang telah mengundang saya untuk bergabung. Karena, diam-diam saya telah belajar dari semur jengkol agar tidak bersikap munafik. Menampilkan yang baik-baik, padahal di dalamnya menyimpan kebobrokan yang begitu memalukan.
Lalu, kenapa saya berandai-andai tentang seorang Abdullah bin Ubay bin salul yang menggigit semur jengkol???... Yah, saya hanya melamun saja. Membayangkan, andai nenek moyang orang munafik itu mencicipi semur jengkol, lalu menyadari kemunafikannya. Karena malu dengan semur jengkol yang selalu menampilkan apa yang sebenarnya. Meski diledekin bau tapi tetap disuka banyak orang. Sayang, zaman Rasulullaah dulu tidak ada semur jengkol. Pengandaian yang sangat ekstrim kali ya. Karena kembali ke masalah hidayah. Yang pada dasarnya si mamang Abdullah bin Ubay ini enggan menerima hidayah dari Nya. Bukan karena tidak mencicipi semur jengkol.
Karena gara-gara kepura-puraan si mang abdul ini dakwah Rasulullaah banyak terhambat. Dilanjut dengan kadernya yang menghembuskan kisah ifki hingga mahligai rumah tangga Rasulullah bersama Aisyah terguncang. Hemh, benar-benar karena sebuah kepura-puraan. Membungkus kebusukan dengan kata-kata semanis madu.
Sedangkan semur jengkol, tidak pernah menyembunyikan sifat bau nya. Meski dipotong kecil-kecil untuk menemani aneka tumisan, teteeeep saja kecium baunya. Bahkan saat dilumatkan untuk dibikin kerupuk sekalipun, tetep wae kecium jengkol nya. Jadi nggak bisa dibuat-buat, untuk tidak menyandang nama kerupuk jengkol.
Kalau mau diibaratkan akan kejujurannya, ia setipe dengan durian. Baunya tak pernah pura-pura. Apalagi durian ini selain bau, juga berduri. Tapi dalamnya lunak dan halus. Bertentangan dengan kedondong yang setipe mang abdullah bin ubay. Maka durian vs kedondong ini, menjadi kontradiksi abadi sepanjang sejarah kehidupan anak manusia. Lalu jengkol vs apa ya kira-kira??...
Yang jelas, si jengkol ini pasti nggak akan mau kalau harus digigit Mang Abdul yang bertentangan dengan watak dasar nya. Heuheu, pantas ngga ya kalau diabadikan, semur jengkol vs mang abdul bin salul??
Yang watak mang abdul ini jelas sekali tergambar dalam al-Qur'an surat 63 (al-munafiqun) ayat 4 :
yang artinya,
'' dan apabila kamu melihat mereka, tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar*. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh-musuh (yg sbnarnya) maka waspadalah terhadap mereka. Smg Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan dari kebenaran??
* mrk diumpamakan spt kayu yang bersandar maksudnya untuk menyatakan sifat mereka yg jelek. Mereka berpenampilan bagus, pandai bicara...tapi sebenarnya otak mrk kosong. Tdk dapat memahami kebenaran.