Teknik pembuatan gerabah pada umumnya menggunakan teknik putar tegak, tetapi ada teknik unik yang ada di salah satu desa di Kabupaten Klaten, teknik yang digunakan yaitu teknik putar miring atau warga lokal disana mengenalnya dengan teknik Perbot Miring. Perbot Miring merupakan teknik pembuatan gerabah yang ada di Klaten, tepatnya di Dukuh Pagerjurang, Desa Melikan, Kecamatan Wedi. Teknik ini termasuk warisan budaya nenek moyang yang sudah ada sejak dulu dan masih dilestarikan hingga kini.
Gerabah merupakan kerajinan tradisional yang terbuat dari tanah liat dan kemudian dibakar dengan bakaran sederhana.Perbot miring terbuat dari batang kayu jati atau kayu mahoni menggunakan tali untuk memutar diikatkan pada sebilah bambu, lalu pengrajin duduk diatas bangku kecil untuk memutar lempengan dengan mendorong pedal menggunakan kaki bagian dalam.
Dan konon uniknya Perbot Miring diciptakan khusus untuk para wanita zaman dahulu, mereka menggunakan Kebaya dan Jarik sebagai pakaian tradisional untuk menjaga kesopanan. Jarik dililitkan menutup tubuh bawah. Maka dari itu Perbot Miring dibuat sedemikian agar dapat diputar dengan posisi miring.
“Jadi antara pikiran, tangan dan kaki harus fokus, itulah seni nya membuat putaran miring tersebut.” Ucap Penggerak Desa Wisata Gerabah, Sumilih, Kamis (11/1/2024).
Tetapi seiring berjalan nya waktu teknik Perbot Miring bisa digunakan oleh siapa saja baik pria maupun wanita.
Bedanya dengan teknik Perbot Tegak adalah teknik yang berbeda, bedanya yaitu perbot tegak memutar menggunakan tangan sementara perbot miring menggunakan kaki yang dimiringkan untuk mendorong pedal. Ada juga alat yang pastinya juga berbeda serta kegunaannya, Perbot Miring hanya digunakan untuk membuat gerabah-gerabah kecil seperti wadah sambal, cangkir, piring dan lain sebagainya, sementara yang Perbot Tegak untuk membuat gerabah-gerabah besar seperti gentong, padasan, guci dan lain sebagainya.
Terkait dengan pelestarian budayanya di era globalisasi dan modernisasi ini, masyarakat disana yakin bahwa budaya teknik perbot miring tidak akan punah, karena sejak kecil mereka sudah diajarkan untuk membuat kerajinan gerabah. Dalam naluri keluarga disana sudah terbentuk karena memang mata pencaharian mereka dari Gerabah tersebut.
“Saya sering membantu orang tua membuat gerabah dirumah, Tetapi saya punya keinginan lain selain membuat gerabah.” Tutur salah satu Pemuda, Egy Arya, Kamis (11/1/2024).
Sama halnya budaya yang mati tanpa penerus, kalau bukan kita anak muda para penerus bangsa. Siapa lagi yang akan mewarisi budaya ini?, pepatah jawa mengatakan “Nguri – uri budoyo jawi” saling menjaga mewarisi budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H