Mohon tunggu...
Willy Sitompul
Willy Sitompul Mohon Tunggu... Administrasi - Pekerja sosial

Hanya pekerja sosial biasa, senang menulis dan membaca. Lihat juga tulisan saya di: www.willysitompul.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Saat Bencana, Seberapa Penting Pemberian Makan pada Bayi dan Anak?

31 Agustus 2018   09:11 Diperbarui: 31 Agustus 2018   17:48 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum anda menjawab dalam beberapa kategori jawaban: penting, sangat penting, atau penting sekali, ada baiknya kita kenali dulu apa yang dimaksud dengan pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA).  

Berbicara tentang pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) tidak terlepas dari Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI dan MP-ASI yang merekomendasikan pemberian makanan yang baik dan tepat bagi bayi dan anak 0-24 bulan. Rincian strategi tersebut adalah:

  • Inisiasi menyusu dini (IMD) segera setelah lahir minimal selama 1 jam;
  • Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan;
  • Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) mulai usia 6 bulan; dan
  • Meneruskan pemberian ASI sampai usia 2 tahun atau lebih.

Sumber: wahanavisi.org
Sumber: wahanavisi.org
World Health Organization (WHO) dalam Resolusi World Health Assembly (WHA) nomor 55.25 tahun 2002 tentang Global Strategy of Infant and Young Child Feeding melaporkan bahwa 60% kematian balita langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kurang gizi dan 2/3 dari kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian makan yang kurang tepat pada bayi dan anak.

Ambil contoh awal misalnya, tentang IMD atau pemberian ASI eksklusif, masih banyak yang belum paham bahwa kebutuhan gizi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sampai dengan usia 6 bulan cukup dipenuhi hanya dari ASI saja karena ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan awal kehidupan. 

Oleh karena itu, menyusui secara eksklusif selama 6 bulan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka penurunan angka kematian bayi di Indonesia.

Namun, data riset tentang cakupan pemberian ASI eksklusif belumlah menggembirakan. Data capaiannya masih fluktuatif. Berdasarkan pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009-2011, cakupan pemberian ASI eksklusif pada seluruh bayi dibawah 6 bulan (0--6 bulan) meningkat dari 61.3% pada tahun 2009 menjadi 61.5% pada tahun 2010 tetapi sedikit menurun menjadi 61.1% tahun 2011. 

Pemberian ASI Eksklusif 0-6 bulan berdasarkan hasil Susenas tahun 2012 sebesar 63.4%, sedangkan cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi sampai 6 bulan sebesar 34.3% pada tahun 2009 menurun menjadi 33.6% pada tahun 2010 dan sedikit meningkat menjadi 38.5% pada tahun 2011 dan menurun lagi menjadi 37.9% di tahun 2012.

Kecenderungan yang sama juga ditunjukkan hasil Survei Demografi Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dan 2012, pada bayi kurang dari 6 bulan praktik pemberian ASI sebanyak 32 % dan susu botol 28% (2007) lalu pada tahun 2012 pemberian ASI sebesar 42% dan susu botol menjadi 29%, yang mengindikasikan meningkatnya peran pemberian makanan selain ASI yang menghambat perkembangan pemberian ASI Eksklusif. 

Menurut WHO tahun 2009, cakupan ASI Eksklusif 6 bulan sebesar 32%. Hasil Riskesdas tahun 2010 cakupan pemberian ASI Eksklusif untuk bayi laki-laki sebesar 29% dan pada bayi perempuan sebesar 25.4%. Jadi, untuk strategi awal saja hasilnya belum menggembirakan.

Sumber: wahanavisi.org
Sumber: wahanavisi.org
Pemberian makan yang terlalu dini dan tidak tepat mengakibatkan banyak anak yang menderita kurang gizi. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan sejak lahir secara rutin dan berkesinambungan. Fenomena "gagal tumbuh" atau growth faltering pada anak Indonesia mulai terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi diberi makanan selain ASI dan terus memburuk hingga usia 18-24 bulan. 

Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan 19.6% balita di Indonesia yang menderita gizi kurang (BB/U <-2 Z-Score) dan 37.2% termasuk kategori pendek (TB/U <- 2 Z-Score). Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan mempromosikan pemberian MP-ASI yang tepat jumlah, tepat kualitas dan tepat waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun