3. My child feels that I treat him/her unfairly.
Anak sering mengungkapkan bahwa ia merasa orangtua memperlakukannya dengan tidak adil. Biasanya penolakan dari orangtua bisa memancing anak untuk merasa demikian.Â
Namun apabila anak sangat sering menyatakan hal tersebut, maka sangat mungkin situasi seperti itu umumnya tidak terselesaikan dengan tuntas di mata anak. Â
4. My child sees me as a source of punishment and criticism.
Orangtua jarang mengobrol dengan anak di situasi-situasi biasa. Kalau ada sesuatu yang perlu ditegur atau dikoreksi, barulah orangtua berbicara panjang dengan anak. Akibatnya, anak merasa orangtua hanya berbicara untuk memberi hukuman atau mengritik.Â
Anak sulit membayangkan bahwa orangtuanya adalah tempat untuk mengobrol, menghabiskan waktu, atau bertanya.
5. My child expresses hurt or jealousy when I spend time with other children.
Anak menunjukkan bahwa ia tersinggung atau marah pada saat orangtua meluangkan waktu atau menunjukkan perhatian lebih untuk anak lain. Ini berlaku tidak hanya untuk teman tapi juga saudara kandungnya.Â
Anak merasa kemarahannya diabaikan, yang artinya orangtua tidak memberikan tanggapan yang tepat terhadap situasi tersebut.
6. My child remains angry or is resistant after being disciplined.
Umumnya proses pendisiplinan memang cenderung membuat anak kesal atau marah dengan orangtua. Namun apabila proses tersebut berjalan dengan baik dan masa krisisnya sudah dilewati, maka anak akan kembali dekat dengan orangtua.Â