Mohon tunggu...
willy azan
willy azan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Ini membuat Orang Tua dan Masyarakatnya Peluk Islam

15 Juni 2015   19:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:02 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Struktur sosial pada komunitas Orang Rimba atau Suku Anak Dalam, Bukit 12, Jambi, Tumenggung bukan saja  seorang pemimpin ditengah masyarakatnya, tapi juga menjadi aktor penting perubahan yang terkait dengan masyarakat dan wilayah, penentu kebijakan baik dalam memastikan pelaksanaan aturan adat (internal), maupun hubungan dengan para pihak diluarnya (ekternal). Secara struktural dan fungsi, Tumenggung di bantu oleh seorang Wakil, Depati, Mangku, Menti, Anak dalam, Debalang Bathin, Tengganai dan Kepalo Adat.

 

Saat ini, rasanya hanya di wilayah Bukit 12 kita masih menemukan struktur utuh sosial Orang Rimba atau Suku Anak Dalam seperti diatas. Di wilayah yang lain struktur memang masih ada tapi rata-rata tidak seutuh di Bukit 12 lagi, antara lain disebabkan oleh penyesuaian kebutuhan dan perkembangan yang ada di wilayah tersebut, atau karena yang hal lain.

 

Tahun ajaran baru yang bertepatan dengan bulan ramadhan ini, saya coba berbagi kisah tentang seorang anak yang menjadi motivator keluarga dan komunitasnya dalam pendidikan dan agama. Pergulatan lahir dan batin seorang Tumenggung yang berani mengambil sikap dengan segala konsekuensi. Menjadi Islam, menetap, berpendidikan, bukan berarti merusak tatanan tradisi leluhur, justru sebaliknya, harus menguatkan masyarakat, menyempurnakan kebutuhan lahir dan batin diri sendiri serta lingkungan.

 

Murad, Anak seorang Tumenggung Rimba Kejasung Besar, Bukit 12, bukan cuma terbukti mampu bersaing di tengah-tengah masyarakat umum atau desa, tapi prestasi yang sudah ia raih tetap membuatnya rendah hati, terus belajar dan tak tak kenal putus asa.

 

Berikut sekelumit kisahnya!

 

Sebelum masuk sekolah dasar,Murad di titipkan kepadaPak Qohari yang tinggal di Desa Rawa Mekar, Kec. Marosebo Ulu, Kab. Batang Hari, Jambi, untuk belajar mengaji.Murad tidak sendirian, dia di temani oleh empat sodaranya yang lain, bersama-sama tinggal dirumah pak Qohari di desa, selama di desa, Murad dan adik-adiknya di jaga oleh abang kandungnya yang biasa dipanggil Dedi, proses ini berjalan sekitar 2 tahun.

 

Orang Tua Murad bernama Jelitay adalah seorang Tumenggung Orang Rimba atau Suku Anak Dalam wilayah Kejasung Besar, Bukit 12. Sedangkan Pak Qohari bagi masyarakat desa Rawa Mekar lebih akrab dipanggil dengan sebutan Pak Ustad, selain menjadi guru mengaji, Pak Qohari juga Imam besar masjid yang ada di desanya, dan kerap menjadi juri Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) di tingkat kecamatan dalam Kabupaten Batang Hari.

 

Setelah menitipkan anaknya pada pak Ustad Qohari di desa, Tumenggung bersama istri kembali ke kampung halamannya di Kejasung Besar, Bukit 12. Kejasung Besar secara administrasi adalah daerah perbatasan tiga kabupaten dalam Provinsi Jambi, yaitu Sarolangun, Tebo dan Batang Hari. Di wilayah ini mereka sudah turun temurun hidup dan berkembang menjalani tradisi leluhur melalui berhuma, berladang, berburu, memanfatkan hasil hutan non kayu untuk kebutuhan pangan dan ekonomi.

 

Waktu terus berjalan, setahun kemudian Tumenggung menjenguk anak-anaknya untuk melihat perkembangan mereka,

 

“Rugi Gung, kalo pendidikan anak-anak tidak dilanjutkan, semuonyo balik pado tumenggung, yang penting ngaji jangan dilupo” Begitulah kata pak Qohari sebut Tumenggung kala itu.

 

Tumenggung akhirnya mendaftarkan Murad ke SDN No.195/Idi Rawa Mekar yang resmi menjadi desa pada bulan ini, Beliau pun rela menunggu setahun lagi untuk melihat perkembangan Murad di sekolah dasar dan hasilnya mengembirakan, Murad berhasil mendapat juara umum di kelasnya.

 

Sebelumnya atau sekitar tahun 2009-2010, Dedi, Nganing, Murad dan Laru, di islamkan melalui sunat bareng di desa,yang di susul oleh Qodrat karena permintaan orang tuanya,Maris, setahun kemudian.

 

Melihat anak-anaknya sudah beragama islam, tinggal menetap di desa, punya prestasi dalam pendidikan dan agama,Tumenggung kemudian berembuk dengan sang istri.

 

“Jika tidak satu iman dengan anak bagaimana nanti kita mati? Mereka tidak bisa mbantu, pemakan dan peminum kita beda” ujarTumenggung.

 

“Menjadi islam bukan pekaro mudah, harus betul-betul yakin dari hati dulu, bukan cuma makan dan minum bae yang harus dirubah, prilaku jugo, yang harus di islamkan terlebih dulu adolah hati, baru badan diri”.

 

“Awalnyo kami ragu kereno dak dikit orang rimbo (suku anak dalam) yang meluk islam tapi balik ke rimbo lagi, orang rimbo pada saat bujang sebenarnyo banyak yang meluk islam, tapi ketiko kawin (ber-istri) dikampung dio balik lagi pado keyakinan lamo, belum kuat pado hati” Tumenggung menjelaskan.

 

Meyakinkan keragu-raguan istri berlangsung selama bertahun-tahun,Beliau juga harus membagi konsentrasi kepada empat anaknya yang sudah islam dan belajar di desa. Waktu dan energi yang di keluarkan cukup besar, karena dari kejasung besar menuju desa harus ditempuh berjalan kaki selama satu hari, kenyataan ini mau tak mau harus dilakukan bertahun-tahun.

 

Seperti Tuhan sudah berkehendak, ketika naik ke kelas dua, Murad kembali berhasil mendapat juara di kelasnya, sedangkan Laru-adiknya berhasil pula mendapatkan penghargaan di Madrasah. Situasi ini bukan cuma penghilang lelah psikologis Tumenggung dan istri, tapi menjadi pompa yang kuat bagi hati mereka untuk memeluk islam dengan segala konsekuensi.

 

“Alhamdulilah, sejak tahun 2010 sampai dengan kini, sayo, bini dan anak-anak meluk islam dan tinggal di desa,dak teraso tahun iko Murad sudah naik kelas limo, dan dapat juara umum lagi, alhamdulilah, dari kelas satu sampai kini dio juaro terus, ” kata tumenggung.

 

Harapannya terhadap Murad, Laru dan anak-anak yang lain tidaklah banyak, semoga menjadi ujung tombak bagi masyarakat dalam pendidikan dan agama.

 

Menjadi Islam, menetap, berpendidikan, bukan berarti merusak tradisi adat leluhur, harus sebaliknya, untuk menguatkan masyarakat, menyempurnakan kebutuhan lahir batin, baik itu diri sendiri, masyarakat dan lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun