Gambar diatas hanya ilustrasi biasa untuk memberikan cover pada artikel ini. Kali ini saya membahas "Dunia Pertemanan Online yang Tipu-Tipu". Jika mengulang waktu bisa dibilang saya lebih baik tidak menjerumuskan diri dalam dunia pertemanan online yang ternyata berdampak dalam kehidupan saya.Â
Padahal dahulu memiih langkah ini untuk mendapatkan relasi lebih luas alias memiliki teman dari sabang hingga merauke pun telah didapat. Tetapi apa daya menurut saya itu percuma.
Mengapa bisa di bilang percuma?
Semuanya intinya sama saja. Ada seseorang yang baik hati, ada seseorang yang jahat.Â
Saya mencari pertemanan online. Sesungguhnya menghilangkan rasa sepi karena jujur saja dalam pertemanan kuliah yang saya hadapi selama tiga tahun ini berasa tidak ada apa-apa. Teman kuliah hanya sebatas bertanya tugas, tugas dan tugas. Terutama diriku juga tak pandai berbicara lebih dahulu ataupun chat seseorang lebih dahulu kecuali untuk menanyakan tugas kuliah.
Rasanya agak capek sih.. Pertemanan hanya sebatas tugas. Karena saya pula pernah bertanya hal lain ternyata teman kuliah saya tidak pernah tertarik untuk memulai pembicaraan hal lain selain tugas. Aku pun menyadari itu ternyata memang tidak mau berteman saja kali ya dan bisa di bilang hanya sebatas teman story wa saja tidak sebatas itu.
Lalu saya mengambil tindakan untuk menemukan teman online di platform online. Tentunya saya senang dan merasa dihargai disana, meskipun mereka menggunakan akun anonym sekalipun tak masalah. Tentunya saya dengan bangga. Saya memiliki teman dari Bandung, Manado, Bali, Batam, Karawang, dan lain lain.
Berkat pertemuan itu kita membuat grup sendiri. Layaknya kita berada di dalam grup besar, kita membuat circle kecil. Tetapi saya disini hanya berteman saja. Tidak ada niatan untuk mencari pacar atau apapun itu. Tetapi setelah saya alami selama 3-4 bulan ternyata pertemanan hancur seketika.
Berikut ini hal-hal yang membuat circle yang saya buat untuk pertemanan yang bisa hancur selama 3-4 bulan:
1. Tidak benar-benar mempercayai orang asing.Â
Saya akui memang benar. Aku dengan bodohnya menunjukan sifat asli dengan nama asli pula dihadapan orang asing. Pernah kejadian, aku berpikir kebetulan ada teman online yang tinggalnya tak terlalu jauh dari rumah. Saya pun berkoar-koar yuk ketemu yang masih satu daerah (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Tetapi hasilnya ternyata orang itu membohongi saya yang mengaku tinggal di Tangerang yang ternyata tinggal di Manado.
Padahal aku tidak meminta hal aneh aneh. Hanya bertemu karena saya sudah nyaman dengan pertemanan online. Ternyata bisa menipu begitu saja. Lalu ada satu lagi yang mengakui tinggal di Bali lalu tiba tiba berada di Bekasi lalu di Jakarta Selatan kemudian ke Bandung. Seperti sebuah narasi kebohongan yang dilakukan teman yang mengakui tinggal di Tangerang yang nyatanya di Manado.
Tentunya saya kecewa. Padahal saya sudah menunjukan sisi diri yang membuat orang nyaman, tidak membuat orang kesal karena saya menjaga sikap untuk bertindak ataupun mengeluarkan kata-kata.
2. Mudah termakan hoax
Ada suatu kejadian bahwa saya berteman dengan seseorang dan memang yang paling tidak enak itu berteman dengan yang jaraknya jauh. Padahal aku sudah merasa bahwa pertemanan yang dijalin sudah sangat nyaman. Tiba-tiba mendapatkan kabar bahwa temanku ini meninggal. Aku pun merasa kejanggalan.
Saya benar-benar mencari berita untuk mencari kevalidan berita yang diberikan. Lalu bertanya kepada teman yang tinggalnya kejadian tempat kecelakaan. Namun hasilnya nihil. Aku sudah mencari bukti berita tidak ada dimana pun hingga akhirnya ternyata berita itu hanyalah hoax.
Entah motif apa yang dilakukannya untuk membuat berita kematiannya sendiri. Lalu saya pun mempercayainya pula. Lagi-lagi menelan rasa kekecewaan. Sampai saat ini pun tetap aku tidak mengerti. Mengapa ada orang bisa memalsukan berita kematiannya sendiri.
3. Kamu Good looking?.. Kamu Aman
Mengapa demikian saya mengatakan ini. Jujur saja ada seseorang yang bisa di bilang memang good looking. Tetapi orang ini merendah untuk meroket mengenai dirinya good looking. Hingga akhirnya setiap harinya pun orang-orang di grup lebih menyukai orang ini. Tentunya tiba-tiba saja keberadaan saya tidak dianggap oleh mereka.
Aku pikir lucu sekali ya. Good looking saat dimana-mana menempati semua segala tempat. Bahkan dalam circle kecil pun yang paling di puja-puja, di segani. Aku merasa aku percuma adanya di grup ini apabila hanya melihat goodlooking yang merendah merendah tuk meroket.
4. Musuhan.. Lalu Menghilang
Pernah sekali suatu kejadian kami berseteru dalam grup. Ternyata seseorang yang membangun suasana grup itu memutuskan keluar. Dan ternyata dia memutuskan menghilang layaknya di ghosting dengan pacar. Benar-benar tidak ada celah untuk mengobrol sekalipun. Dan nyatanya grup menjadi sepi. Saya pikir apakah pertemanan ini hanya sekedar ini itu saja. Apakah ada sosok yang mempengaruhi lalu ketika dia tidak ada menjadi sepi.
Paling tidak enak sih pertemanan online yang tiba-tiba menghilang.
5. Hanya Sebatas Teman Story
Ternyata banyak sekali yang akhirnya.. berakhir seperti ini pertemanan hanya sebatas meramaikan story whatsapp ataupun snapgram instagram. Bahkan ada loh yang ternyata saya mengikuti akun seseorang tetapi nyatanya kehidupannya seperti sok ngartis. Hanya ingin menambah pengikut saja tapi tak saling mengenal.Â
Tentunya orang yang kehidupan sok artis pun lebih baik saya jauhi.
Ini hanyalah pengalaman saya berteman dengan seseorang secara online melalui salah satu platform media sosial. Saya bukan untuk menakuti-nakuti hanya membubuhkan apa yang saya alami. Yang seharusnya kita bisa berteman secara real yaitu dapat bertemu, dapat melihat wujudnya, dapat mengetahui sifat jelek dan baiknya.
Jadi bagi saya tidak menyarankan untuk berteman online.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H