Coelacanth hanya diketahui dari keberadaan fosilnya sampai Latimeria chalumnae hidup ditemukan di lepas pantai Afrika Selatan pada tahun 1938.
Sampai saat itu, mereka dianggap telah punah pada tahun periode Cretaceous akhir, lebih dari 65 juta tahun yang lalu.
Spesies coelacanth hidup kedua, Latimeria menadoensis, ditemukan di pasar Indonesia pada tahun 1997, dan spesimen hidup ditangkap satu tahun kemudian.
2) Coelacanth mungkin penting untuk memahami transisi dari air ke darat.
Coelacanth dianggap sebagai nenek moyang tetrapoda (hewan berkaki empat yang hidup di darat), tetapi analisis terbaru dari genom coelacanth menunjukkan bahwa lungfish sebenarnya lebih dekat hubungannya dengan tetrapoda.
Divergensi coelacanth, lungfish, dan tetrapoda diperkirakan telah terjadi sekitar 390 juta tahun yang lalu.
Coelacanth mungkin menempati cabang samping dari garis keturunan vertebrata, terkait erat dengan, namun berbeda dari, nenek moyang tetrapoda.
Baca juga: "Ginkgo Biloba, Fosil Hidup untuk Filter Pencemaran Udara di Kota" oleh Claudia Magany
3) Coelacanth memiliki bentuk gerak yang unik.
Salah satu fitur mencolok dari coelacanth adalah empat sirip berdaging, yang memanjang dari tubuhnya seperti anggota badan dan bergerak dalam pola bergantian.
Pergerakan sirip berpasangan bergantian menyerupai gerakan kaki depan dan belakang tetrapoda yang berjalan di darat.
4) Rahang mereka berengsel untuk membuka lebar.
Unik untuk hewan hidup lainnya, coelacanth memiliki sendi intrakranial, engsel di tengkoraknya yang memungkinkannya membuka mulutnya sangat lebar untuk memakan mangsa besar.
5) Alih-alih tulang punggung, mereka memiliki notochord.
Coelacanth mempertahankan notochord berisi minyak, tabung berongga bertekanan yang berfungsi sebagai tulang punggung.