Daging dari Penampahan kemudian disiapkan dan dimasak untuk hidangan tradisional Bali seperti lawar, babi guling, dan sate.
Masyarakat Bali, terutama anak-anak, sangat menantikan Penampahan Galungan karena ini adalah pesta keluarga yang khas dengan banyak hidangan lezat.
Dipercaya juga bahwa pada hari Penampahan Galungan, Sang Kala Tiga wujud Sang Bhuta Amangkurat turun ke bumi untuk ketiga kalinya dan terakhir kalinya untuk menggoda umat manusia untuk berbuat Adharma (kejahatan).
Setiap pura dan semua sudut jalan akan sibuk dengan para pemuja yang datang pada Hari Galungan, menjadikannya pertunjukan budaya yang luar biasa untuk disaksikan.
Suasananya hidup: bau dupa di udara membawa bau akan penghormatan bahkan sebelum fajar menyingsing.
Semua orang datang dengan pakaian tradisional Bali terbaik mereka untuk berdoa pada hari istimewa ini.
Sehari setelah Galungan, Manisan Galungan, orang akan mengunjungi keluarganya.
Dalam penanggalan Bali, Kuningan sebenarnya adalah upacara 'tumpek' ketiga tahun Bali, yang berlangsung pada hari Sabtu minggu ke-12 siklus Pakuwon; maka Hari Raya Kuningan lebih pas disebut Tumpek Kuningan.
Mengapa Kuningan terjadi 10 hari setelah Galungan?
Kembali ke legenda Galungan, setelah Raja Mayadenawa dikalahkan dalam pertempuran, pasukan Bali dan Majapahit yang menang khawatir bahwa sebenarnya penguasa yang licik menggunakan sihir untuk menyamar menjadi patung, pohon. atau hewan.
Baca juga: "Hari Raya Galungan Menuju Transformasi Diri" oleh I Nyoman Tika