Laporan tahunan United Nations Sustainable Development Solutions Network yang biasanya terbit pada bulan Maret menyajikan peringkat negara paling bahagia.Â
Finlandia ditahbiskan sebagai negara paling bahagia berdasarkan laporan tahun 2020, mempertahankan posisinya yang diraih sejak 3 tahun yang lalu.
Sebelum Finlandia, ada Norwegia dan Denmark yang masing-masing meraih gelar negara paling bahagia pada tahun 2017 dan 2016.Â
Balik kepada Finlandia, mereka sering dijadikan pembanding oleh netizen Indonesia dalam hal sistem pendidikan yang berujung kemudian kepada tingkat kebahagiaan yang dialami masyarakatnya.
Baik Finlandia, Norwegia, dan Denmark sama-sama dari regional Skandinavia. Jika data mengatakan mereka begitu konsisten untuk bahagia, pertanyaan menggelitik lalu muncul. Apakah benar bahwa orang Skandinavia sebahagia itu?
Untuk menjawab hal tersebut mari kita definisikan tentang apa itu kebahagiaan. Jika mengutip KBBI, maka kebahagiaan bermakna 'keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan)'. Namun, tunggu dulu.
Kita perlu menyadari bahwa jawaban setiap orang tentu punya jawaban berbeda-beda tentang kebahagiaan. Menarik bukan jika kemudian anda membayangkan bahwa setiap orang yang berbeda pendapat tersebut kemudian tinggal dalam satu tempat yang kemudian kita sebut sebagai Negara.
Menurut United Nations Sustainable Development Solutions Network, 6 syarat yang harus dipenuhi oleh negara untuk memiliki nilai besar dalam standar kebahagiaan adalah:Â
- Angka harapan hidup di negara tersebut panjang;Â
- Social support untuk warganya memadai;Â
- Warga memiliki beragam pilihan untuk menjalani hidup;Â
- Seberapa dermawanan warga negara tersebut;Â
- Negara dinilai memiliki sistem yang adil berlaku untuk seluruh masyarakat;Â
- Serta memiliki Gross Domestic Product (GDP) per kapita yang tinggi.
Persyaratan di atas tentu dipenuhi oleh negara Skandinavia secara konsisten berdasarkan fakta bahwa Denmark dan Norwegia konsisten berada di 5 besar negara bahagia dengan Swedia berada dalam 10 besar teratas sejak penilaian ini dimulai pada 2013.Â
Namun, bahagia tidak berarti lenyapnya masalah dari negara-negara tersebut dan bagaimana kemudian dengan standar penilaian lain akan kebahagiaan akan memunculkan kontradiksi yang unik atas Skandinavia.
Bahagia Belum Tentu Lepas dari Masalah
Perekonomian Skandinavia dikenal dengan pengembangan energi hijau terbarukannya. Mereka menjadi role model dalam upaya membuat seluruh warganya memiliki gaya hidup hijau dengan meningkatkan harga minyak domestik.Â
Namun, dibalik hal itu ekonomi mereka masih bergantung kepada industri minyak serta peternakan yang besar yang dijual di pasar internasional, meninggalkan jejak karbon yang sangat besar.
Tingkat produktivitas yang diupayakan mendorong mereka menghabiskan banyak waktu bersama keluarga juga berdampak kepada penerimaan negara atas pajak.Â
Ada anekdot bahwa orang Denmark hampir seluruh waktunya selama seminggu dihabiskan untuk bekerja 'buat' negara akibat sistem perpajakan mereka sendiri.
Ada juga masalah terkait imigran. Negara-negara Skandinavia cukup ketat dalam menerima aplikasi tinggal dari orang luar dan perpindahan kewarganegaraan.Â
Rendahnya penerimaan imigrasi secara tidak langsung merupakan upaya antisipasi dalam mengurangi tingkat kejahatan dan rasisme yang sering diatributkan kepada imigran.
Standar Bahagia yang Beragam
Ketika penelitian atas ungkapan emosi positif dikeluarkan, Skandinavia tidak berada di peringkat atas. Malah, negara-negara Amerika Latin dan Asia berebut menjadi negara paling bahagia di dunia.Â
Orang-orang Skandinavia memang dipersepikan sebagai sebagai orang yang tidak menunjukkan emosi mereka.
Segalanya menjadi lebih rumit ketika kita melihat prevalensi depresi di berbagai negara. Dalam satu perbandingan yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, tingkat depresi paling besar dicatatkan di Amerika Serikat disusul kemudian Finlandia.Â
Penelitian WHO pada tahun 2016 menyebutkan konsumsi obat anti-depresan terbesar nomor dua dipegang oleh Denmark.
Paradoks muncul dimana satu negara bisa memiliki tingkat kepuasan hidup dan depresi yang sama-sama tinggi. Argumen ini bisa jadi menguatkan fakta bahwa Finlandia memiliki jumlah band heavy metal per kapita tertinggi di dunia, salah satu saluran dalam menyampaikan emosi mereka.
Akhirnya, beberapa orang mungkin berpendapat bahwa kepuasan hidup, emosi positif, atau tidak adanya depresi tidak cukup untuk menilai kebahagiaan. Seseorang dianggap bahagia ketika menyatakan hidup mereka bermakna.Â
Tetapi ketika Shigehiro Oishi, dari University of Virginia, dan Ed Diener, dari University of Illinois di Urbana-Champaign, membandingkan 132 negara berbeda berdasarkan apakah orang merasa bahwa hidup mereka memiliki tujuan atau makna penting, negara-negara Afrika termasuk Togo dan Senegal berada di peringkat teratas, sementara Finlandia jauh di belakang.Â
Di sini, religiusitas mungkin memainkan peran: Negara-negara kaya rata-rata cenderung kurang religius, dan ini mungkin alasan mengapa orang-orang di negara-negara ini melaporkan hidupnya biasa saja.
Apa Itu Bahagia
Dengan kelemahan yang telah disebutkan tersebut, apakah kurang tepat menyebut orang Skandinavia dapat disebut sebagai yang berbahagia? Jawabannya tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar.
Bagi orang-orang Skandinavia, menjadi nyaman berarti kebahagiaan telah diraih. Dengan jaminan pendidikan serta kesehatan, mereka sudah merasakan perlindungan sejak lahir hingga meninggal.Â
Kenyamanan yang menghangatkan atau hygge (dibaca hue-ga) dalam bahasa Denmark merupakan kunci utama mereka dalam mencapai kebahagiaan yang teraplikasikan dengan gaya bangunan maupun tempat berkumpul mereka.
Orang-orang Swedia mampu mengimbangi kekurangan mereka dalam industri besar dengan inovasi yang mendunia seperti IKEA maupun Oriflame.Â
Orang-orang Skandinavia, terutama Norwegia sudah akrab dengan Janteloven, suatu hukum yang mengharamkan individualitas dan penghargaan kepada diri sendiri, namun mendorong semangat komunal yang dapat menjamin adanya harmoni, stabilitas sosial dan keseragaman.
Finlandia dengan filosofi sisu malah mendorong kebahagiaan sebagai sesuatu yang tidak dipertunjukkan dan bersikap realistis atas jalannya kehidupan.Â
Hal ini, menariknya, efektif ketika dihadapkan kepada kondisi dimana manusia cenderung membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain untuk dapat bahagia.Â
Media sosial, di mana orang terus-menerus terpapar pada versi ideal kehidupan orang lain, dapat membuat orang lebih tertekan.
Jika kemudian kebahagiaan adalah munculnya emosi positif yang ditampilkan buka-bukaan atau lenyapnya depresi, Skandinavia bukanlah negara-negara terbaik.Â
Namun, jika kebahagiaan adalah tentang rasa puas atas kehidupan yang berjalan tanpa perlu menunjukkan secara berlebihan, maka Finlandia, bersama dengan negara-negara Skandinavia lainnya, mungkin menjadi tempat hidup terbaik di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H