Tekadnya patut diapresiasi, pemuda rendah hati ini memulai impiannya dengan mengumpulkan uang dari hasil bekerja sebagai pemulung dan kuli bangunan.
Walau sudah berdiri dua lantai, namun dari tahun 2010 hingga sekarang pembangunan Pondok Pesantren Nurjadiid tak kunjung selesai. Faktor utamanya adalah biaya, penghasilan Saung Galing sebagai kuli bangunan dan pemulung tidak mampu melancarkan  pembangunan rumah bagi anak-anak yatim tersebut.
Meski demikian semangat  Saung Galing untuk memuliakan para anak yatim terus bergelora. Tujuan dia adalah mengajarkan agama dan menuntun anak-anak  yatim hidup lebih baik lagi ke depan.
Kepada penulis Saung Galing bercerita membutuhkan dana sekitar Rp150 juta lagi guna menuntaskan pembangunan pondok pesantren bagi anak-anak yatim.
Seperti mengokohkan pagar yang rapuh, benahi kamar para santri yang belum layak, membeli matras, bantal, lemari, membangun dapur serta membeli sejumlah perlengkapan bagi anak-anak yatim.
Saung Galing pahlawan bagi anak-anak yatim di tengah gunung sampah. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa menjamah hati orang-orang untuk ikut tergerak membantu Saung Galing sehingga adik-adik di sana bisa tidur nyeyak lalu belajar mengaji dan ilmu pengetahuan dengan leluasa. AMIN
Penulis: Willibrodus Nafie/Aktivis Sosial
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H