Mohon tunggu...
Willi Andy
Willi Andy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup dengan cinta dan kasih sayang

Berjuang dengan sungguh-sungguh tanpa lelah dan penuh perhatian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara untuk Bahagia Versiku dan Mudah Diterapkan oleh Siapapun

30 Maret 2023   03:52 Diperbarui: 30 Maret 2023   03:53 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak sedang bermain bersama. | Sumber: Unsplash.com

"Bahagia", itulah kata yang tidak asing lagi bagi kita. Bersebab semua orang ingin mengejar dan merasakan apa itu yang namanya bahagia.

Hal itu tidak salah dan sah saja sebagai hak asasi dari semua manusia. Karena siapa sih yang tidak ingin bahagia dan hanya ingin menderita? Rasanya tidak ada.

Kalau sudah berbicara tentang bahagia, tentu saja itu tidak datang dengan sendirinya. Kita harus menempuh berbagai cara yang benar dan baik agar bisa merasa bahagia.

Seperti halnya anak kecil yang merasa bahagia ketika memperoleh mainan yang masih baru dan yang selalu diinginkan.

Tidak berbeda bagi orang dewasa, pasti ada keinginan untuk bahagia melalui kepemilikan atau perolehan. Perolehan itu bisa berbentuk materi, pujian, dan kehormatan.

Kalau berbicara tentang kebahagiaan yang timbul karena materi, pastinya itu merujuk pada kekayaan dan kualitas materi yang dimiliki seseorang. Semakin banyak tumpukan materi yang berkualitas dan menyenangkan akan membuat dia merasa bahagia bahkan bisa mabuk kepayang.

Untuk itu, penulis memberi contoh nyata melalui pengalamannya ketika mulai beraktivitas di pagi hari. Khususnya ketika berada di taman untuk jalan kaki.

Pengamatan penulis dimulai dari berjejernya mobil mewah dan mobil yang sederhana di tempat parkiran. Jika penulis bandingkan mobilnya yang telah berusia 17 tahun dengan mobil yang luks maka penulis bisa merasa dunia hanya berpihak pada mereka yang berduit.

"Mengapa dia punya mobil yang bisa dibanggakan dan dipamerkan, sedangkan mobil saya sudah tua dan nilai apa yang mau dipertunjukkan kepada umum?"

Syahdan, penulis segera sadar bahwa pemikiran semacam itu bisa merampas rasa bahagia yang penulis miliki selama ini terhadap mobil yang telah setia menemani penulis ke mana saja.

Lalu penulis berpikir sebaliknya, bagaimana kalau penulis ikut merasa bahagia atas apa yang dimiliki orang lain yang membuat mereka bahagia? Istilah itu disebut sebagai "mudita" yaitu suatu bahasa Pali dan Sansekerta yang bermakna; "Ikut bahagia atas kebahagiaan yang dialami oleh pihak lain".

Dengan demikian, penulis tidak menjadi sirik apalagi sampai membenci. Dan lebih serunya, penulis bisa ikut merasa bahagia atas kebahagiaan orang lain berdasarkan materi yang dimiliki dan disenangi oleh mereka.

Di samping itu, ketika penulis melihat mobil tua dan penyok lainnya. Timbul rasa syukur atas apa yang penulis miliki. Bersebab masih ada orang yang berkekurangan dibandingkan diri sendiri.

Penulis berpikir;

"Syukurlah saya masih memiliki mobil yang masih agak mulus dan terawat hingga saat ini. Dengan demikian saya merasa puas atas apa yang tersedia saat ini."

Dengan rasa puas itulah, perasaan penulis menjadi bahagia seketika.

Bagi penulis, rasa syukur harus selalu dihadirkan bersebab kalau tidak, hal tersebut akan menyebabkan iritasi pada pikiran. Seperti rasa jengkel dan berbagai gangguan mental yang kurang baik.

Lantas bagaimana dengan merasa bahagia atas pujian dan kehormatan?

Kedua hal tersebut juga harus diperlakukan dengan cara yang sama dimulai dari rasa mudah puas, bersyukur, dan bermudita.

Dari pembahasan artikel yang sederhana ini, ternyata bisa kita temukan bahwasanya semua orang bisa merasa bahagia dengan cara yang sederhana.

Nyatanya, setiap orang sudah memiliki modal untuk bisa bahagia. Mulai dari kepemilikan barang yang cukup sederhana, prestasi, talenta, dan kesuksesan yang bisa dibanggakan hingga menuai berbagai pujian dan kehormatan.

Namun, semua itu harus diteliti dan dipahami bahwa apa yang diperoleh masih bersifat sementara dan bisa rusak atau hilang tanpa diduga. Contohnya mobil yang kita miliki bisa saja mengalami kecelakaan suatu hari. Atau baju kita yang bagus dan bermerek bisa robek bahkan dicuri oleh orang lain. Bisa juga, orang yang tadinya memuji kita sekarang malah balik mencela. Bahkan mungkin kemarin kita direspek, namun hari ini kita dihina.

Dengan menelaah lebih jauh itulah, kita menjadi tidak terlena dan tidak menggandrungi perolehan, serta tidak menjadi sombong dan lupa diri.


Nah, itulah cara penulis untuk bisa bahagia yakni dengan hidup sederhana, mudah merasa puas, bersyukur, dan bermudita.

Bagaimana dengan Kompasianers? Cara apa yang kalian tempuh untuk meraih kebahagiaan?

****

Penulis: Willi Andy
Artikel khusus untuk Kompasiana.
Maret 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun