Saya sering mengunjungi sebuah kuil yang sangat megah, indah, dan tenang dengan suasananya yang damai. Kuil ini dikenal dengan sebutan Fo Guang Shan Hsi Lai Temple atau biasanya hanya disebut sebagai Hsi Lai Temple.Â
Berlokasi di bagian utara dari kaki bukit Puente Hills, di kota Hacienda Heights, California Selatan.
Awalnya berasal dari negara Taiwan, lalu para pendirinya mendirikan satu kuil lagi di negara Paman Sam ini.
Untuk memasuki areal kuil dari depan, kita harus melewati jalan utama lalu masuk ke jalan yang lebih kecil di mana ada gerbang yang sangat besar untuk mobil masuk.
Jika kita tidak ingin memarkirkan mobil di areal kuil, kita bisa terus masuk mengikuti jalan dan akan menemukan lahan untuk parkiran mobil.
Namun ada hal yang menguntungkan jika kita masuk melewati gerbang utama karena ada banyak mini garden dengan dekorasi yang indah dan menarik.
Para pengelola kuil membuat satu arah masuk dan keluar mengelilingi bagian depan bangunan kuil. Jadi lalu lintas yang masuk dan keluar menjadi lancar.
Ada dua tingkat halaman parkir untuk mobil. Kedua tempat parkir terhubungkan melalui tangga untuk masuk ke kuil.
Lantai satu di bagian samping terdapat beberapa kelas untuk anak-anak sampai tingkatan remaja. Di kelas-kelas tersebut, para murid belajar bahasa mandarin, kungfu, pertolongan pertama, tata krama, dan ilmu dasar agama.
Di depan kelas juga banyak sekali mini garden dengan rupang Bhiksu kecil yang menarik.
Di lantai pertama ada banyak rupang Boddhisatva dan dewa-dewa. Rupang Bodhisatva Maitreya versi Mahayana merupakan satu dari ikonik kuil ini.
Lalu untuk mengakses lantai dua, kita bisa menaiki anak tangga yang sangat lebar dan tinggi atau naik lift dari lantai satu.
Di lantai dua ada halaman utama yang dikelilingi taman khusus untuk Dewi Guan Im dan para Arahat di ujung satunya lagi. Lalu ada rupang Bodhidharma dan masih banyak lainnya.
Rupang Buddha Goutama ada beberapa di bagian samping lantai satu. Setiap rupang Buddha Gautama di sana mewakili setiap negara Buddhis di dunia. Ada Rupang Buddha dengan desain ala Myanmar, Thailand, Srilanka, dan China.
Di sana ada museum yang menceritakan perjalanan seorang Bhiksu Taiwan dalam menyebarkan Dharma di beberapa negara. Banyak miniatur sutra dipajang di dalam etalase yang kalau kita ingin membacanya harus menggunakan kaca pembesar. Ada juga beberapa lukisan dan gambar para Arahat yang dipajang.
Dari lantai satu ke lantai dua, ada satu hall utama yang dihubungkan dengan anak tangga yang lebar dan tinggi. Hall ini terdapat rupang Buddha Amitabha yang menjadi ikonik utama kuil ini.
Mereka yang benar-benar datang mengunjungi kuil untuk beribadat memiliki keyakinan terhadap Buddha Amitabha. Tujuan mereka adalah terlahir di alam sukhavati, yaitu alam murni atau suci di sebelah barat alam semesta.
Sayangnya dari dua ruang utama di setiap lantai dan museum, para pengelola kuil tidak memperbolehkan para pengunjung untuk mengambil video dan foto di sana.
Di lantai dua ini juga tersedia toko cindramata yang digabungkan menjadi satu dengan kafe tempat para pengunjung minum teh dan berbincang-bincang.
Yang tidak kalah menarik adalah restoran buffet di sana. Menunya adalah sayuran, daging tiruan, sup, salad, dan buah-buahan. Sistemnya adalah makan sepuasnya untuk sekali bayar.
Tidak ada yang melayani para pengunjung restoran, jadi para pengunjung mengambil makanan dan minuman sendiri yang tersedia di meja buffet. Begitu selesai makan, kita harus membersihkan meja dan menempatkan piring, mangkuk, utensil, dan gelas bekas di wadah yang tersedia untuk dibawa ke mesin cuci oleh pengurus restoran.
Saya dan teman-teman pernah makan di sana dan kita harus membayar di depan kasir sebelum makan. Harga waktu itu adalah $5-6 per orang.
Kuil di sana juga berfungsi sebagai biara yaitu tempat tinggal para Bhiksu dan Bhiksuni.
Sering sekali mereka mengadakan event seperti pameran lukiskan, karangan bunga, seni, budaya, pengenalan aksara mandarin, dan masih banyak event lainnya.
Saya waktu itu menghadiri acara pameran boneka dengan busana tradisional dari seluruh dunia.
Hanya saja sejak covid19 masuk ke AS di awal tahun 2020, kuil ini ditutup sampai sekarang. Dan di tahun 2021, mereka mulai membuka untuk umum tetapi dengan jumlah pengunjung yang dibatasi.
Para pengunjung diwajibkan mendaftar online jauh-jauh hari jika ingin berkunjung. Mereka tidak menerima para pengunjung dadakan.
Di samping itu, sampai sekarang beberapa fasilitas masih ditutup. Seperti museum dan restoran. Sebelum wabah covid19 masuk, ada beberapa penjual makanan kecil khas Taiwan di depan rostoran, tapi sekarang sudah tidak ada.
Meskipun demikian masih banyak para pengunjung yang datang ke sana, baik untuk beribadat, kursus dan sekedar berwisata seperti saya. Banyak warga lokal, warga luar sampai dari warga manca negara datang ke sini bahkan beberapa pengunjung berasal dari Indonesia.
****
Penulis: Willi Andy untuk Kompasiana.
September 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H