Sumatera Utara merupakan provinsi dengan produktifitas kelapa kelapa sawit (palm oil) tertinggi di Indonesia (Berdasarkan buku Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022, Direktorat Jendral Perkebunan, 2021).
Mandatori B40 sudah direncanakan pemerintah sejak tahun 2020, kemudian melakukan Uji Jalan pada kendaraan berbobot > 3,5 ton (jaraknya (50.000 km) dan kendaraan berbobot < 3,5 ton (jaraknya 40.000 km) di Tahun 2022. Sosisalisasi Uji Jalan B40 dan Implementasi B35 diwakili oleh Direktur Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Sumberdaya Mineral, Dadan Kusdiana di Medan tanggal 1 Januari 2023.
     Seperti yang kita ketahui bahwa B40 merupakan Bahan Bakar Nabati (BBN) seperti  Biodiesel yang diperoleh dari CPO (miyak sawit mentah) dengan persentase 40% dari campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar untuk kendaraan bermotor diesel. B40 akan diterapkan untuk kendaraan transportasi, perikanan, pertanian, usaha mikro, pelayanan umum (Public Service Obligation), pembangkit listrik, industri & komersial serta transportasi non PSO.
     Berdasarkan proyeksi survei penduduk antar sensus (SUPAS Tahun 2015-2045), laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara akan terus mengalami peningkatan dan persentase penduduk usia produktif diatas 65% yang merupakan bonus demografi Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Sumut akan memperoleh banyak manfaat dari penggunaan Biodiesel 40 di Indonesia. Selain itu dari berbagai lembaga survei, jumlah kendaraan bermotor Sumut terbesar ke-5 di Indonesia.
     Sumut memiliki banyak badan usaha yang memproduksi BBN jenis biodiesel, seperti PT. Multimas Nabati Asahan, PT. Musim Mas, PT. Pelita Agung Agroindustri, PT. Permata Hijau Palm Oleo, PT. Sukajadi Sawit Mekar, PT. Wilmar Nabati Indonesia, PT. Wilmar Bioenergi Indonesia dan badan usaha lainnya yang bermarkas besar di Sumut tetapi pabrik usahanya sebagian besar diluar Sumatera Utara. (Lampiran Keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 29 September 2023).
     Sumut memiliki perkebunan sawit milik negara dengan luas dan produksi terbesar di Indonesia. Ada berbagai banyak keunggulan Sumut yang dapat mendukung program pengembangan biodiesel tersebut. Semua itu tidak dapat diwujudkan jika tidak memiliki tata kelola pemerintahan daerah yang baik.
     Penulis berharap bahwa Pemda Sumut, DPRD Sumut dan DPD Sumut bekerjasama menyiapkan iklim bisnis yang stabil, memberikan insentif, serta menyediakan infrastruktur supply chain dan logistik BBN. Kajian mendalam terkait indikator keberlanjutan biodiesel memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi pemanfaatan biodiesel.
     Penulis mengetahui kalau Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Terjun Medan diolah menjadi taman edukasi, tetapi akses jalan ke puncak taman sulit dilalui dan kondisi udaranya sangat bau. Ada banyak tempat pengolahan sampah plastik di kawasan TPA Terjun yang mempekerjakan masyarakat di Kelurahan Terjun, Medan dengan upah yang kecil. Diharapkan Pemda Sumut mau memberikan anggaran untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat tentang pengolahan sampah plastik dan minyak jelantah menjadi bioetanol serta mendirikan pabrik bioetanol berkapasitas produksi kecil.
     Konektifitas antara Badan Usaha yang memproduksi biodiesel dan bioetanol di Sumut dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasin) serta stakeholder terkait untuk meningkatkan kapasitas pabrik dan produksi biodielsel serta kesinambungan pengembangan berbasis kelapa sawit.
      Sumut perlu mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup dalam pengembangan biodiesel, bioetanol dan energi baru terbarukan secara berkelanjutan. SDM berkualitas Sumut mempersiapkan berbagai alternatif energi baru terbarukan dan meneliti komposisi dan kombinasi bioenergi serta dampaknya terhadap kelestarian lingkungan. Tata cara penanganan dan pengolahan biodiesel disediakan lokasi yang tepat untuk menjaga tata ruang daerah Sumut.Â
     Iklim bisnis yang kondusif, akan menjadi daya tarik investor berinvestasi bioenergi di Sumut. Hilirisasi bisnis biodiesel mengacu pada permintaan dan penawaran biodiesel, pemenuhan kebutuhan daerah dan keseimbangan pasar. Permintaan biodiesel penerapan kebijakan Pemda Sumut, harga solar, harga biodiesel, infrastruktur dan sebaran produsen biodiesel. Sumut perlu memberikan insentif berupa subsidi kepada produsen biodiesel agar keberlanjutan produksi dan keseimbangan pasarnya bagus.
     Penulis berharap penggunaan biodiesel dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit, karena petani peduli dan tertarik terhadap teknologi ramah lingkungan tersebut. Penyaluran biodiesel tentunya akan mendapat penolakan dari Masyarakat Sumut, karena naiknya harga BBM, atau substitusi bbm. Pemda perlu membuat regulasi yang berpihak kepada pelaku usaha biodiesel hulu untuk terus berinovasi menghasilkan produk biodiesel yang ekonomis dan berkelanjutan.
      Semoga Sumut mampu menerapkan penyaluran biodiesel ke pelaku usaha perikanan dan pertanian serta usaha mikro dengan harga terjangkau. Pengembangan B40 di Sumut diharapkan masuk rencana pembangunan jangka menengah dan panjang daerah Provinsi Sumut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H