Mohon tunggu...
William Sulivan
William Sulivan Mohon Tunggu... -

Berbagi opini untuk saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

3 Alasan Memilih Jokowi Bukan Prabowo

31 Mei 2014   19:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:53 30537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awalnya saya tidak berniat untuk menulis opini-opini yang kemudian mempengaruhi pilihan orang-orang dalam menentukan pilihan antara kedua capres. Karena saya merasa sudah cukup "perang" ini dijalankan oleh banyak orang lainnya, tetapi saat saya membaca tulisan Pak Anies Baswedan yang saya kutip di sini, "...kita selalu mengatakan, jangan hanya urun angan, jangan diam dan mendiamkan; kita harus siap untuk terlibat dan membantu."

Membaca kalimat tersebut, saya terdorong untuk menulis ini. Bagi saya yang merupakan warga negara biasa, tulisan ini adalah bentuk terkecil TurunTangan yang bisa saya lakukan demi bangsa ini. Entah seberapa banyak yang akan membaca, entah seberapa berdampak, biarkan itu menjadi urusan lain, yang terpenting saya berpartisipasi.

Tanpa mengurangi hormat saya kepada kubu Bapak Probowo dengan segenap tim koalisinya, saya menentukan pilihan saya kepada Jokowi-JK. Saya memilih pasangan Jokowi-JK dengan penuh kesadaran bahwa kedua pasangan tersebut jauh dari sempurna. Saya yakin Pak Jokowi penuh dengan kekurangan, demikian dengan Pak JK. Saya memilih beliau memberikan saya harapan sebagai warga Jakarta dan saya yakin harapan tersebut bisa dititipkan untuk Negara Indonesia ke depannya. Dan sayangnya di saat yang bersamaan, saya tidak melihat beberapa kualitas tersebut dalam diri Pak Prabowo.

Dalam menuliskan alasan saya kali ini, saya tidak akan menuliskan soal isu penculikan dan HAM.

Mengapa?

Hal itu di satu sisi memang isu yang sangat krusial bagi capres, tetapi orang yang menuliskan mengenai isu tersebut sudah terlalu banyak. Saking banyaknya isu ini menjadi buram dalam masyarakat. Siapa yang benar dan bohong sulit dibedakan. Pendukung yang 1 mengganggap itu benar, pendukung lainnya itu fitnah, lalu terjadilah debat yang tidak pernah selesai. Berdasarkan pertimbangan itu, maka saya tidak akan berbicara soal isu tersebut.


1. Politik Transaksional


Praktik politik transaksional bagi-bagi jatah menteri dari partai-partai koalisi pemegang pemerintahan sudah dijalankan sejak dulu. Ini bukan rahasia yang sepertinya bisa dibantah. Munculnya wacana mengenai politik transaksional pada Pilpres kali ini sudah merupakan bukti tersendiri.

Dan sejak dulu, saya merasa pemerintahan kita tidak pernah efektif karena selalu menempatkan menteri yang seorang politikus pada bidang yang bukan keahliannya. Saya masih akan memahami apabila ada tim sukses / kader partai koalisi yang menjadi menteri, ketika rekam jejak & latar belakang pendidikan orang tersebut memang terhitung sebagai profesional pada bidangnya. Lalu kalau kita perhatikan ada pola, di mana kementerian yang terkena kasus korupsi biasanya memiliki menteri yang berasal dari parpol koalisi pengusung, bukan dari menteri yang berlatar belakang profesional.

Dan pada kesempatan pilpres ini, saya melihat indikasi kuat kalau kubu Bapak Prabowo sedang membangun rencana pemerintahannya berdasarkan politik transaksionalnya. Saya bilang indikasi kuat, karena memang belum terbukti dan memang belum terpilih. Tetapi dari surat kabar, dari portal berita di internet dan media elektronik lainnya, indikasi tersebut sangat kuat. Dan saya tidak ingin sebuah kesalahan yang sama terus menerus berulang kembali pada pemerintahan mendatang. Sudahlah cukup. Negara dan rakyat bukan tempat untuk saling rebut kekuasaan.  Menurut saya letakkanlah seorang profesional pada posisi menteri, sehingga kementerian tersebut dapat berjalan bebas dari kepentingan partai dan lebih efektif.

Tapi di sini lain, saya juga ingin melihat perkataan kubu Pak Jokowi untuk membangun tidak bagi kursi menteri. Kalau ternyata itu janji palsu, saya rasa ini akan menjadi kekecewaan besar bagi rakyat.

2. Konsistensi Dalam Hal Pemberantasan Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun