Mohon tunggu...
William Manggala Putra
William Manggala Putra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peneliti untuk datamakro.com

Peneliti untuk datamakro.com | Pelaku UMKM |

Selanjutnya

Tutup

Money

Menyoal Pemulihan Ekonomi dari Sudut Pandang UMKM

16 Desember 2021   10:27 Diperbarui: 16 Desember 2021   10:49 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Estimasi Besaran Supply Shock UMKM per Sektor, dokpri

Pada krisis moneter 1998 dan krisis keuangan global 2008-2009, 96% UMKM Indonesia berhasil bertahan dari goncangan krisis. Secara kontras, pada krisis pandemi Covid-19 2020-2021, hampir setengah UMKM mengalami kebangkrutan menurut Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo).

Oleh karenanya, pemulihan ekonomi Indonesia akan lebih menantang dibandingkan pada periode krisis sebelumnya, mengingat UMKM membentuk 60% dari PDB Indonesia.

Usaha yang perlu dikerahkan juga harus extra-ordinary. Kasarnya, pada episode krisis sebelumnya Pemerintah hanya perlu untuk membangkitkan pengusaha besar yang jumlahnya relatif lebih sedikit -- "hanya" 5.6 juta pelaku. Namun saat ini, Pemerintah perlu membangkitkan sekitar 65 juta pelaku UMKM terdampak dari krisis ini.

Adapun kerja lebih keras juga dibutuhkan karena mayoritas dari pelaku UMKM ini bergerak di sektor yang paling terdampak dari krisis Covid. Dari dokumen BPS (2017), sektor UMKM yang paling besar di Indonesia (kecuali pertanian) adalah perdagangan, penginapan, dan restoran sebesar 63.39%. Menurut penelitan Kalemli-Ozcan et.al dari IMF di tingkat dunia (2020), sektor tersebut merupakan salah satu sektor yang paling terkena goncangan, tidak hanya dari sisi permintaan tapi juga dari sisi pasokan (Gambar 1 dan 2).

Gambar 2. Estimasi Besaran Demand Shock UMKM per Sektor, dokpri
Gambar 2. Estimasi Besaran Demand Shock UMKM per Sektor, dokpri

Menurut Kalemli-Ozcan et. al, goncangan pasokan adalah konsekuensi dari kebijakan pembatasan mobilitas. Pembatasan ini tidak hanya menyebabkan adanya restriksi pada pasokan tenaga kerja tetapi juga secara tidak langsung meningkatkan ketergantungan pada barang/jasa input perantara. Untuk tetap "berjualan", UMKM harus memutar otak untuk menyediakan barang dan/atau jasa subtitusi. Akibatnya, kebutuhan terhadap produk input seperti bahan bakar dan jasa transportasi menjadi meningkat. Padahal kenaikan biaya input material ini tidak bisa "dioper" ke konsumen. Alhasil, marjin keuntungan UMKM menjadi tertekan, cash flow terganggu.

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diharapkan bisa menjadi bantalan ekonomi UMKM sayangnya belum optimal. Padahal, ide umum dari PEN UMKM sebenarnya sudah sangat baik. Agar terhindar dari kebangkrutan karena kekurangan dana, UMKM diberikan akses pendanaan yang lebih murah dengan adanya subsidi bunga. Lalu agar perbankan tidak ragu menyalurkan dana, Pemerintah menggelontorkan dana untuk penjaminan IJP UMKM.

Realitanya, penyaluran kredit UMKM sempat terkontraksi dari Juni 2020 hingga April 2021. Penyaluran kredit UMKM juga baru tumbuh 2.7% year-on-year di bulan September 2021. Kredit macet (non-performing loan) yang terus naik hingga 4.4% bulan September 2021 juga mengkonfirmasi masih banyak pelaku UMKM yang tidak terselamatkan.

Dilihat lebih dalam, ada permasalahan asymmetric information yang tampaknya menyebabkan program PEN ini tidak berjalan terlalu lancar. Di satu sisi, pelaku usaha merasa akses ke kredit masih lebih sulit dibandingkan sebelum masa pandemi. Sedangkan di sisi lain, perbankan merasa standar pemberian kredit (lending standard) sudah sama seperti masa pra-pandemi yang artinya sudah cukup mudah.

Walaupun tidak ada data spesifik untuk UMKM, tetapi kondisi ini cukup tercermin dari hasil dua survei Bank Indonesia (BI) di mana Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Akses Kredit masih jauh di bawah level pra-pandemi (-3.05 di triwulan 1-2021 vs +4.17 triwulan 1-2020) sedangkan Index Lending Standard (ILS) sudah kembali normal sebagaimana terlihat di Gambar 3.

Gambar 3. Tren Indeks Lending Standard (ILS), dokpri
Gambar 3. Tren Indeks Lending Standard (ILS), dokpri
Asymmetric information ini juga tampak ketika penulis melakukan wawancara ke salah satu pelaku UMKM yang lebih memutuskan untuk menutup usahanya. Katanya, "Selisih dari subsidi bunga akan ditagihkan dikemudian hari. Jadi sama saja." Which is tidak benar adanya atau at very least bukan itu sebenarnya strategi Pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun