Mohon tunggu...
Ndhy Rezha
Ndhy Rezha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Pemula

Social Argument , better thing

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Apa Tujuanmu, Grace?

4 April 2019   11:39 Diperbarui: 4 April 2019   11:43 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Note: artikel ini tidak membahas soal iklan PSI yang aneh itu...,

Partai Solidaritas Indonesia, entah skema apa yang sedang disiapkan oleh partai yang dikomandani Grace Natalie ini. Masuknya PSI ke dalam tubuh petahana awalnya dipandang sebagai salah satu amunisi dalam mendongkrak elektabilitas Jokowi, pun sejatinya PSI memulai kiprah politiknya dengan konsep milenial yang komprehensif. 

Tentu ini menjadi terobosan yang tidak hanya penting bagi partisipasi pemuda-pemudi dalam panggung politik tetapi juga sikap berani dalam mendikte eksistensi partai-partai besar yang mayoritas diisi oleh politisi-politisi 'tua' yang meski syarat akan pengalaman tapi dianggap layu dalam gagasan; hal yang membuat petahana sebagai sentral koalisi PSI kemudian membuka pintu bagi partai baru ini untuk beraktualisasi

PSI dalam tubuh koalisi Jokowi-MA sejatinya digadang-gadang sebagai kendaraan penting yang bertugas mengakomodasi gagasan milenial ke dalam warna politik yang sedang dibangun petahana. 

Senioritas di dalam tubuh koalisi raksasa petahana tentu memiliki banyak celah untuk dijatuhkan oleh lawan politik, sehingga peran PSI menjadi vital, karena tidak hanya menjadi warna lain dalam tubuh petahana itu sendiri, PSI juga bukan menjadi prioritas sasaran tembak kubu penantang karena belum memiliki rekam jejak.

Pentas pun dimulai...,Layaknya melintas di atas catwalk, PSI melenggang dengan anggun. Ditambah wajah-wajah rupawan mereka yang menjadi ambasador partai, PSI seolah akan menjadi idola bagi kaum milenial ditingkat elektoral.

Bencana pun dimulai saat PSI menganggap diri sebagai pemilik pentas. Berawal dari pidato Grace Natalie selaku komandan PSI yang menyinggung perda Syariah yang sontak membuat geger seisi negeri. 

Tak pelak PSI dihujani hujatan oleh seluruh pihak; tidak hanya dari mereka yang pro terhadap perda Syariah melainkan juga dari kelompok yang menolak Perda Syariah itu sendiri. 

Pidato Grace dianggap ngawur karena tidak memahami konsep syariah secara utuh dan seakan berani membuka perang narasi dengan kelompok-kelompok Islam secara terbuka. 

Namun meski menuai kritik dari berbagai pihak, tujuan pidato itu sendiri berhasil mencapai kilmaksnya sebab setelah itu popularitas PSI meningkat tajam meski bermandi hujatan.

Tidak sampai di situ, pentas kedua Grace dalam rangka menaikan polularitas lagi-lagi menyerang gagasan Islam, kali ini menyindir soal penerapan poligami yang sekaligus terang-terangan menunjukan resistensi ideologi PSI terhadap Islam. 

Sayangnya, tidak seperti pentas 'membredel perda Syariah', pentas kedua Grace kali ini minim akan sorakan. Dalam waktu singkat PSI tak lagi menjadi bahan obrolan yang mengasyikan.

Semacam tak habis akal untuk menjadi bintang di atas panggung, pentas ketiga Grace pun mengangkat isu korupsi yang tumbuh subur di tubuh partai-partai nasionalis. 

Fatalnya, hal ini tidak hanya memicu reaksi keras kubu koalisi Prabowo-Sandi melainkan juga petahana yang notabene memiliki lebih banyak motor politik berlabel partai Nasionalis. Sampai-sampai, PDIP sebagai 'Big Leader' koalisi ikut bereaksi mengecam pernyataan PSI terkait hal tersebut.

PSI yang awalnya dianggap akan membawa dampak positif serta instrumen penting dalam pemenangan Jokowi-MA lambat laun bermetamorfosis menjadi virus mematikan bagi koalisi petahana itu sendiri. 

Secara otomatis, citra PSI yang penuh kontroversi menjadi juru kampanye tidak berbayar kubu penantang dalam mendiskreditkan wajah petahana. 

Ditambah gagasan milenial yang diusung PSI tidak mampu membawa perubahan yang berarti saat Makruf Amin sebagai combat leader petahana tidak mampu mengusung visi yang sama saat harus dihadapkan dengan sosok Sandiaga.

Skema PSI dalam menaikan popularitas pun terbaca jelas. Gerak semwarutnya sampai pernah dikritik keras oleh petinggi Partai Persatuan Pembangunan dan dianggap sebagai beban di tubuh petahana.

Tetapi membiarkan PSI bergerilya di medan tempur selevel pilpres tentu bukan keputusan asal-asalan dari kubu petahana. Sampai detik ini, PSI masih terus menjadi bagian dari koalisi yang mengusung Jokowi-MA, status ini melekat bukan tanpa tujuan sebab dalil kesemrawutan kinerja PSI dalam berkampanye tidak cukup kuat untuk menggusur partai ini dari koalisi petahana. 

Ada sesuatu yang membuat PSI seolah kebal akan penolakan dari kubu Jokowi-MA, dan itu layak menjadi pertanyaan kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun