Mohon tunggu...
Ndhy Rezha
Ndhy Rezha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Pemula

Social Argument , better thing

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Selamat Malam Kasih

24 Januari 2019   17:45 Diperbarui: 24 Januari 2019   17:57 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku memiliki sebuah kisah yang akan aku tuturkan. Sebuah rangkaian kata dalam kalimat hati yang bermakna indah tentang sebagaimana jiwamu berbicara. Sesungguhnya aku memiliki kisah yang lebih menyenangkan, sebuah lelucon yang mungkin akan membuat bibir indahmu berikan lengkungannya. Namun tentu tak semua cerita tentang tawa, bukan pula tentang tangis memilukan. Ada kisah yang memuat keduanya menjadi satu dalam aliran darah yang memaksa senyum dan luapan tangis penuh makna.

Aku memulai semua kisah ini dari ketika menemukanmu tanpa sengaja, atau mungkin waktu mengendalikan dimensi ini agar kita bertemu dengan cara tak terduga. Sebuah kebetulan yang tak biasa, meski aku telah mengenalmu sejak dahulu namun dengan nama yang tak kusimpan di dalam kepala.

Berawal dari tawa dan perlahan ada hati yang bergerak dengan sendirinya. Itu sebuah hal biasa tatkala dua hati menyapa lalu berlalu tanpa mengapa. Tetapi hatiku berhenti, ketika gerakannya menjadi kaku karena indahmu memberi warna yang tak sama. Itu mungkin hanya sejenak, hati pengelana adalah dia yang tak mampu diam di mana kedua bola matanya memandang. Tetapi sekali lagi indahmu tak sama, sebuah karya Tuhan yang menakjubkan. Menakjubkan? Bukankah menurutmu itu hal yang berlebihan?

Tentu saja kau akan berpikir tentang rayuan cinta dan jodoh yang bermuara di tengah kebohongan. Itu hal yang biasa.. Tapi bagaimana bila tak sengaja kau palingkan hati seseorang untuk kemudian tuturkan makna dirimu ke dalam kepalamu sendiri? Bukankah itu adalah sesuatu yang tak terpikirkan oleh akalmu? Itu adalah keajaiban, kasih? Cinta yang tak terduga namun terjadi begitu lengkap merangkai kalimat indah yang mempesona.

Sesuatu mungkin terjadi antara kita, sebuah perumpamaan pelangi yang menutup lalu menghias gelapnya langit dengan warna-warninya. Kau memiliki keindahan ketika hatiku justru rasakan kegelapan. Indahmu tidak menyapa padaku, tentu saja hati seorang tulus sepertimu tak perlu menyapa untuk tunjukan pesonanya. Jiwakulah yang merangkak, coba menyentuh pesona itu walau kadang aral melintang tak pernah mudah untuk dilalui bahkan terkadang buatku terluka hingga sakitnya menusuk bagai tombak tajam menembus dada.

Sejenak mungkin hati kita pernah bertegur sapa lalu luangkan waktu untuk ruang yang menghangatkan. Tentu itu pernah terjadi meski perlahan hatimu menjauh lalu hanya sedikit meninggalkan tawa. Tidak mengapa, ingatan tentangmu adalah anugerah, sebuah pelajaran tentang apa itu cinta yang menyejukan batin. Aku tak melukai, tidak pernah bermaksud.. aku tak ingkari doa yang terjamah tentang jiwa yang merindukan belaian, tentu tak selamanya bahkan terlalu singkat untuk bahagia tetapi ingatlah bahwa ada kenangan yang membekas bagai goresan tinta yang mengalir di dalam darah.

Aku berterima kasih pada waktu yang mempertemukan, bersykur pada ruang yang berikan tempat untuk kita berteduh di dalamnya, menjauh dari kerasnya dunia yang kadang mencengkram. Kita pun pernah sejadi-jadinya tertawa, pernah membuat lelucon yang sembuhkan lukanya hati. Namun kita pun pernah mengisi waktu dengan tangis, bersama menguras emosi hingga lupa jika batasan cinta hanyalah sebuah kerelaan semata.

Tak mudah untuk ingkari perasaan, apalagi untuk menolak indahmu lalu mengabaikannya dengan kasar. Tentu tidak mudah bagiku untuk mengatakan bahwa bersamaku adalah bahagia. Mencintaimu adalah cukup bagiku, bersamamu hingga akhir adalah kehendak Tuhan yang merangkai waktu. Ini bukan dayaku bahkan mungkin di saat kau tak inginkan hadirku pun waktu tak mungkin memihak lagi. Aku bisa bertahan sampai darah mengalir melewati lekuk pipiku yang coba berikan tawa, tapi untuk biarkan hatimu terluka adalah bencana bagi jiwaku. 

Aku tak pernah memikirkan jika cintaku akan melukai perasaanmu, ...sekali lagi cinta ini tak tertuju untuk itu. Aku datang sebenar-benarnya bukan untuk melukai, bukan pula untuk mencoba sejukan hati. Aku dan kau adalah skenario semesta, ketika Tuhan tersenyum lalu biarkan waktu menjadi sebab dua hati itu bertemu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun