Generasi Z dan Generasi Alpha, generasi-generasi muda yang akan mewujudkan Indonesia Emas 2045. Masa depan negara bergantung kepada mereka. Sedangkan mereka baca tulis dan berhitung pun belum tentu bisa.
Beberapa bulan belakangan ini, sosial media Indonesia digemparkan dengan video siswa-siswi SMA masih belum lancar dalam perhitungan dasar seperti perkalian dan pembagian. Sosial media juga digemparkan dengan video-video yang mana guru mengeluh bahwa siswa-siswi SMP sekarang masih belum lancar dalam membaca.
 Dikatakan bahwa dalang dari permasalahan ini adalah kurikulum pendidikan yang telah dimulai secara bertahap sejak tahun 2021 sampai sekarang yaitu Kurikulum Merdeka.Â
Bagaimana tidak, kurikulum yang memfokuskan pada kebebasan belajar ini justru membuat para siswa menjadi semakin malas dalam belajar. Dihilangkannya Ujian Nasional dan kebijakkan agar siswa tidak ada yang tinggal kelas membuat para siswa tidak memiliki motivasi maupun dorongan untuk belajar karena merasa pasti lulus dan naik kelas.
Pendidikan yang sifatnya mendasar seharusnya menjadi hal yang wajib ditempuh oleh seluruh masyarakat, terutama anak-anak Indonesia. Ilmu pengetahuan dan pembelajaran dasar bukanlah kebebasan para peserta didik untuk memilih, melainkan suatu kewajiban agar semua mendapatkan. Oleh karena itu, tidak dapat dibenarkan ketika para siswa yang telah melewati sekolah dasar, tidak dapat menguasai kemampuan yang mendasar seperti membaca, menghitung perkalian dan pembagian, dan sebagainya.
Kurikulum Merdeka ingin meniru sistem pendidikan di negara-negara Eropa seperti Finlandia. Hal ini bertujuan agar para peserta didik di Indonesia tidak sekadar diberatkan oleh banyaknya ujian dan tugas, tetapi juga untuk menjelajah banyak informasi, serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis.Â
Namun, sistem pendidikan ini justru menjadi tidak efektif ketika diterapkan di Indonesia karena adanya perbedaan populasi penduduk, ekonomi, dan budaya dengan negara Finlandia. Indonesia per tahun 2023 memiliki populasi penduduk sebanyak 277,5 juta penduduk dengan PDB per kapita 4.940,5 USD, sedangkan Finlandia per tahun 2023 memiliki populasi penduduk sebanyak 5,584 juta penduduk dengan PDB per kapita 53.755,91 USD.Â
Sangat jauh perbedaan Indonesia dengan Finlandia, ditambah lagi budaya dan kebiasaan belajar di Indonesia belum sekuat dengan negara Finlandia. Alhasil, penerapan sistem pendidikan ini hanya membuat sebagian besar siswa di Indonesia kehilangan semangat untuk belajar dan kesadaran mengenai pentingnya pendidikan.
Sistem Pendidikan yang Cocok
Sistem pendidikan memang bukan suatu hal yang dapat dirancang dengan mudah, apalagi dengan negeri berpopulasi tinggi seperti Indonesia. Selain populasi yang tinggi, ekonomi dan pendapatan di Indonesia juga dapat tergolong rendah sehingga akses pendidikan agak terbatas. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kesadaran bahwa pendidikan dan ilmu itu penting.Â
Oleh karena itu, siswa-siswi di Indonesia tidak cocok untuk diberi kebebasan dalam belajar. Sebisa mungkin, sistem pendidikan di Indonesia seharusnya memperketat para siswa dengan banyaknya tugas dan ujian, serta kebijakkan untuk tidak meluluskan siswa yang memang belum layak secara level akademik. Setidaknya, sistem pendidikan yang seperti ini dapat mendorong, memotivasi, atau bahkan mengancam siswa untuk belajar.
Indonesia seharusnya meniru sistem pendidikan seperti di Negara Tiongkok yang sama-sama memiliki jumlah populasi tinggi. Sistem pendidikan di Tiongkok berbasis pada pendidikan karakter dan mental yang kuat, keketatan dalam pembelajaran, bahkan sebagian besar siswa diwajibkan asrama. Meskipun terkesan kejam, sistem ini memenuhi kebutuhan esensial yang wajib dimiliki masyarakat, yaitu pendidikan dasar.Â
Sistem ini juga tentunya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan. Buktinya terdapat pada skor PISA (Programme for International Student Assessment) Negara Tiongkok per tahun 2022 yang menduduki peringkat ke-2 dari 80 negara yang terdaftar dengan total skor 1.605, sedangkan Indonesia menduduki peringkat ke-69 dengan total skor 1.108.
Sebenarnya, kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang bagus untuk pelajar jenjang SMA dan mahasiswa perguruan tinggi. Melalui kurikulum merdeka, pelajar diberikan kebebasan untuk memilih pelajaran yang mereka minati dan sesuai dengan jenjang karir yang ingin mereka capai. Para pelajar tidak harus mati-matian mempelajari mata pelajaran yang tidak diminati dan dapat fokus pada pelajaran yang mereka pilih.Â
Namun, kurikulum ini menjadi buruk ketika diterapkan pada pelajar jenjang SD dan SMP. Hal ini dikarenakan jenjang pendidikan SD dan SMP mengajarkan ilmu-ilmu dasar yang sifatnya wajib dikuasai para siswa dan tidak dapat diberi kebebasan.
Semangat Membara Generasi Penerus Bangsa
Masa depan negara Indonesia dapat diibaratkan seperti sebuah pohon dan tumbuhan. Apapun jenis pohon atau tumbuhannya, mereka harus memiliki akar yang kokoh dan kuat agar dapat tumbuh dan bertahan hidup. Sama seperti halnya generasi Indonesia Emas. Apapun impian yang ingin dicapai oleh para siswa, mereka harus memiliki pendidikan dan ilmu pengetahuan dasar yang kuat terlebih dahulu agar impian mereka dapat tercapai.
Di antara banyaknya masalah yang harus kita hadapi di negeri ini, masalah pendidikan merupakan prioritas untuk segera kita atasi dan untuk kita mencapai Indonesia Emas 2045. Pendidikan karakter dan mental, ilmu pengetahuan dasar, serta kebiasaan untuk belajar harus dikembangkan.Â
Murid harus dibiasakan memiliki motivasi yang berapi-api untuk belajar agar dapat menghadapi segala rintangan di ruang kelas. Oleh karena itu, peran guru sangat penting membuat para siswa nyaman di kelas dan tidak merasa adanya paksaan atau siksaan dalam belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H