Ibu kota baru Mesir direncanakan akan memiliki luas 714-kilometer persegi untuk wilayah urban dan 5,6-kilometer persegi untuk wilayah pusat kota. Nantinya Ibu kota Mesir yang baru akan memiliki Kawasan pemerintahan baru, Kawasan diplomatik baru, distrik kultural yang akan dilengkapi dengan opera dan teater, sebuah pusat bisnis besar, taman -- taman kota, dan 21 distrik residensial.
Selain itu, juga akan dibangun beberapa danau buatan, 2000 institusi pendidikan baru untuk berbagai jenjang, taman teknologi dan inovasi, 18 rumah sakit besar, 1250 masjid dan gereja (termasuk masjid raya dan katedral), sebuah stadion olahraga besar, taman hiburan seluas empat kali Disneyland, dan jaringan kereta Listrik.
Pembangunan ibu kota baru Mesir sudah berjalan hingga saat ini dengan total anggaran yang dikeluarkan mencapai 58 milyar dollar yang nantinya setelah selesai akan dapat menampung 6,5 juta penduduk.
Selain itu pembangunan ibu kota baru Mesir ini juga mendapatkan sokongan finansial dari berbagai kalangan mulai dari pemerintah Mesir sendiri melalu Perusahaan kelolaan negara mereka dan juga suntikan investasi dana asing seperti dari China.
Kendati demikian, pembangunan ibukota baru Mesir ini juga menuai banyak kritik karena besarnya anggaran yang dikeluarkan dan juga anggapan jika pembangunan ibukota baru juga diperuntukan untuk menjaga jarak antara pemerintah Mesir dan demontrasi besar.
Lalu Bagaimana dengan Indonesia Selanjutnya?
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya di awal artikel, pembangunan IKN hingga saat ini masih terus berlanjut dengan segala planning yang sudah disiapkan oleh pemerintah. Namun bukan berarti, pembangunan IKN tanpa cela dan ruang kritik.
Sejauh ini, setidaknya ada beberapa permasalahan yang hingga kini masih menghantui IKN menurut hasil audit yang dilakukan BPK sebagamana dihimpun oleh Tempo. Pertama adalah belum selarasnya rencana pembangunan Infrastruktur dengan RPJMN tahun 2020-2024, Rencana Strategis Kementerian PUPR tahun 2020-2024, dan Rencana Induk IKN.
Yang kedua adalah persiapan pembangunan infrastruktur yang masih belum memadai karena terkendala mekanisme pelepasan hutan. Masalah lainnya juga adalah pelaksanaan manajemen rantai pasok dan peralatan konstruksi yang untuk pembangunan infrastruktur IKN yang masih belum optimal.
Selain itu pada tahun 2021, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Professor Emil Salim juga memberikan kritikannya soal pembangunan IKN. Tidak hanya beliau, beberapa ekonom senior pun juga memiliki pendapat yang selaras.