Mohon tunggu...
William Kertha Adi Tama
William Kertha Adi Tama Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer/Tiktok Content Creator/History and Football Enthusiasts

Halo, nama saya William Kertha Adi Tama, saat ini saya berkarier sebagai freelancer di dunia penulisan dan penerjemahan sekaligus menyalurkan minat saya dalam dunia sejarah dan sepakbola dengan menjadi content creator di platform Tiktok dan Instagram. Di laman ini saya akan menulis tentang 2 topik tersebut dan tidak menutup kemungkinan untuk mengeksplor topik lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Guo Ziyi: Sebuah Cerita Keteladanan dari Pahlawan dan Putra Terbaik Dinasti Tang

11 Agustus 2024   13:53 Diperbarui: 14 Agustus 2024   23:25 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang pertengahan abad ke-8 masehi, kemasyuran Dinasti Tang harus dihadapkan dengan kenyataan yang sangat amat pahit. Mereka terjebak di pusaran konflik Eurasia yang menyebabkan banyak Kerajaan di Eropa dan Asia mengalami pergolakan politik yang hebat, pergantian dinasti, dan revolusi. Sekitar tahun 755 Masehi, Tang mengalami kekalahan telak di Pertempuran Talas melawan Kekhalifahan Abbasiyah dalam rangka perebutan kontrol kekuasaan di wilayah Asia Tengah dan sekitarnya.

Hal ini diperburuk pula oleh berkobarnya pemberontakan hebat yang diprakarsai oleh seorang jiedushi (jabatan gubernur militer regional di masa Tang) bernama An Lushan. An Lushan merupakan jenderal kesayangan Kaisar Xuanzhong dan juga memiliki kedekatan dengan selir favorit kaisar, Yang Giufei serta Perdana Menteri Li Linfu. Karena kedekatannya dengan lingkaran dalam istana itulah membuat An Lushan leluasa untuk melancarkan rencana kudeta-nya. Terlebih lagi situasi Tang saat itu juga tidak menentu dengan banyaknya korupsi di lingkungan pejabat Tang dan perlakuan tidak adil terhadap orang -- orang yang bukan keturunan Han (suku asli China) seperti dirinya.

Pemberontakan An Lushan. Sumber Gambar: thechinaproject.com
Pemberontakan An Lushan. Sumber Gambar: thechinaproject.com

Pada akhir tahun 755 Masehi, An Lushan melancarkan aksi kudeta-nya yang diperkuat dengan 160.000 tentara dan berhasil menduduki ibukota wilayah timur Tang, Luoyang. Ia kemudian memproklamirkan dirinya sebagai Kaisar dan mendirikan dinasti baru bernama Dinasti Yan.

Disinilah cerita seorang pahlawan Tang bernama Guo Ziyi dimulai. Guo merupakan seorang jenderal di militer Tang. Ia lahir di daerah Hua pada tahun 697 Masehi dari keluarga kelas menengah. Ketika ia beranjak dewasa, Guo mengikuti ujian militer di ibu kota dan ketika ia lulus, ia menjalani tugas pertamanya sebagai perwira di perbatasan Tang dan karirnya terus meroket hingga ia diangkat menjadi seorang Jiedushi.

Guo merupakan seorang yang cerdas dan pekerja keras. Ia juga dikenal sebagai ahli bela diri dan merupakan yang terbaik di kelasnya ketika ia mengikuti seleksi bela diri Kerajaan yang sudah berjalan sejak era Kaisar Wu Zetian.

Ketika An Lushan melancarkan kudeta-nya, Guo yang saat itu berada di kampung halaman-nya untuk memakamkan ibunya kemudian langsung ditugaskan untuk berangkat ke garis depan dan mengatur pasukannya untuk menghadapi pasukan pemberontak.

Guo Ziyi memimpin pasukannya. Sumber gambar: topwar.ru
Guo Ziyi memimpin pasukannya. Sumber gambar: topwar.ru

Banyak jenderal militer Tang yang mengalami kekalahan telak dalam menghalau laju pasukan pemberontak yang mengarah ke Chang'an yang merupakan ibukota wilayah barat Dinasti Tang dan Guo menjadi salah satu dari sedikit jenderal Tang yang mendapatkan kemenangan ketika ia dan pasukannya berhasil menghalau pasukan pemberontak di Pertempuran Qingbi yang juga menjadi kemenanga militer pertamanya.

Tetapi pada akhirnya, Chang'an tetap jatuh ke tangan pemberontak akibat maraknya korupsi dan pengkhianatan yang yang dilakukan oleh Perdana Menteri Yang Guozhong, para kasim istana, serta beberapa pejabat tinggi lainnya yang mengakibatkan Kaisar Xuanzhong dan para pembesar Istana yang tersisa harus mengungsi ke wilayah Sichuan. Sebelum mereka pergi, Kaisar Xuanzhong terlebih dahulu mengeksekusi mati para pengkhianat kerajaan termasuk Yang Giufei, selir tercintanya yang dianggap sebagai salah satu orang yang bertanggung jawab dalam pemberontakan yang dilakukan oleh An Lushan.

Di tempat lainnya, Guo dengan pasukannya harus berhadapan dengan ratusan ribu pasukan pemberontak yang dipimpin oleh pentolan kepercayaan An Lushan yang bernama Shi Shiming. Di tengah situasi yang semakin kacau dan banyak-nya perwira tinggi militer Tang yang membelot ke sisi pemberontak karena mendengar Chang'an sudah dikuasai pemberontak, disinilah patriotisme dan rasa cinta tanah air Guo diuji. Ia bisa saja melakukan hal yang sama seperti para jenderal tersebut mengingat semakin kuatnya pasukan pemberontak dari hari ke hari.

Tetapi Guo memilih untuk tetap setia dan dengan tenang mengatur strategi untuk menahan laju Shi Shiming dan pasukannya. Selama 40 hari berikutnya, pertempuran -- pertempuran kecil terjadi di antara kedua belah pihak dan membuat Shi Shiming berpikir jika Guo sudah menyiapkan perangkap jika ia memaksakan seluruh kekuatannya untuk maju. Pada akhirnya, Guo yang tahu jika ia bertaruh dengan waktu hanya bisa terus melakukan strategi perang artrisi melawan Shi dan pasukannya hingga bantuan tiba.

Beberapa hari kemudian, sembilan puluh ribu pasukan Tang di bawah pimpinan Jenderal Li Guangbi bergabung dengan Pasukan Guo dan kombinasi keduanya berhasil menghancurkan sebagian besar Pasukan Shi Shiming yang membuatnya terpaksa mundur ke wilayah Fenyang yang merupakan salah satu markas komando pasukan An Lushan. Li Guangbi, jenderal keturunan Khitan yang saat itu menjadi salah satu komandan tertinggi Pasukan Tang merekomendasikan Guo ke Kaisar Xuanzhong. Guo kemudian meminta izin Kaisar untuk mengejar sisa -- sisa pasukan Shi Shiming namun Xuanzhong menolaknya dan Guo pun mematuhinya.

Tidak lama setelah itu, Kaisar Xuanzhong memutuskan untuk turun tahta dan putra-nya Li Heng menggantikannya dan mengambil nama Suzong sebagai nama kaisar-nya. Sebagai Kaisar baru, Suzong mendapatkan dukungan yang sangat minim dan semakin banyak Jenderal Tang yang mengabaikan perintahnya dan membelot ke kubu pemberontak. Guo, di sisi lain bersama dengan beberapa jenderal Tang lainnya memilih untuk bertahan di Pasukan Tang. Suzong yang sudah tidak punya banyak pilihan akhirnya menunjuk Guo sebagai komandan tertinggi Pasukan Tang menggantikan Li Guangbi yang meninggal pada 764 masehi.

Dengan otoritas di tangannya dan izin Suzong, Guo kemudian mulai menggerakan pasukan Tang untuk melancarkan operasi militer di daerah Shanxi dan mendapatkan kemenangan besar serta perlahan mendapatkan kembali dukungan masyarakat sipil Tang. Dengan kematian An Lushan setahun sebelumnya membuat tampuk kepemimpinan Dinasti Yan mulai melemah, Guo memanfaatkan kesempatan ini untuk merebut kembali ibukota Chang'an yang membuat An Qingxu (Putra dari An Lushan) dan para pemimpin pemberontakan melarikan diri ke Luoyang.

Kemenangan demi kemenangan yang diraih oleh Guo membuat Kaisar Suzong khawatir akan popularitas Guo sehingga ia kemudian cepat -- cepat menunjuk para kasimnya (yang juga iri dengan pencapaian Guo) untuk mengambil alih kepemimpinan operasi militer dari tangan Guo yang berujung pada kekacauan. Guo yang dikembalikan ke jabatan Jiedushi-nya tidaklah marah dan sebaliknya tetap berfokus pada tugasnya untuk menumpas pasukan pemberontakan. Akibat dari Keputusan Suzong yang paranoid itu, pasukan Tang tidak memiliki komando pusat dikarenakan kini para jiedushi yang memiliki kedudukan sama secara bersamaan mengambil komando tertinggi.

Kemudian pertempuran besar pun terjadi antara pasukan Tang dan pasukan pemberontak yang kini sudah dikomandoi total oleh Shi Shiming yang terlebih dahulu memberontak terhadap An Qingxu dan mengeksekusinya. Kendati menang dan Shi Shiming terbunuh, karena tidak adanya koordinasi langsung seperti sebelumnya, banyak korban jiwa berjatuhan dari pihak Tang dan hal ini membuat Kaisar Suzong tidak senang dan membuat para Jiedushi saling menyalahkan satu sama lainnya dan pada akhirnya mereka kompak menyalahkan Guo yang memang sejak awal mengambil inisiatif strategi untuk pertempuran tersebut dan disetujui oleh jiedushi lainnya.

Di samping itu pembawaan Guo yang sederhana juga membuatnya populer di mata masyarakat sipil dan Kaisar Suzong yang semakin khawatir akan posisinya kemudian menurunkan pangkat Guo menjadi perwira biasa dan di sisi lain memberikan para jiedushi lainnya hadiah besar semata -- mata untuk membuat mereka tetap setia kepadanya. Guo hanya bisa pasrah dan menerima keputusan Suzong dengan lapang dada. Tetapi ia tetap pada pendiriannya untuk setia kepada Tang.

Pada 762 masehi, Pasukan Tang berhasil merebut Kembali Luoyang dan kaisar terakhir Dinasti Yan, Shi Caoyi memutuskan untuk bunuh diri yang membuat pemberontakan An Lushan semakin mendekati klimaks-nya. Tetapi pemberotakan tersebut juga membuat daerah perbatasan Tang menjadi rawan di serang terutamanya oleh Kekaisaran Tibet yang memang sudah sejak lama mengincar daerah -- daerah tersebut.

Para Jiedushi yang menjaga daerah perbatasan juga tidak dapat berbuat banyak karena kurangnya suplai dan insentif ditambah dengan kepemimpinan Kaisar Suzong yang dianggap lemah. Pada akhirnya situasi ini memaksa Suzong untuk mengembalikan Guo menjadi pemimpin militer Tang tanpa otoritas dan ia ditugaskan untuk menahan serbuan -- serbuan pasukan Tibet di daerah perbatasan.

Suatu kejadian makin menegaskan integritas Guo sebagai seseorang yang setia kepada pemimpin dan tanah airnya. Seorang jenderal biasa bernama Wang Xuanzhi membunuh seorang jiedushi yang bertugas di daerah Shanxi dan mengklaim jika pasukan jiedushi tersebut masih setia terhadap Guo dan hal ini memaksa Suzong untuk mengembalikan jabatan Guo sebagai jiedushi beserta dengan otoritasnya untuk menghindari kemungkinan kudeta. 

Ketika Guo tiba di Shanxi untuk bertugas kembali, bukannya berterima kasih kepada Wang karena membuatnya kembali mendapatkan jabatannya, Ia malah mengutuk aksi Wang tersebut yang dianggapnya sebagai bentuk ketidaksetiaan yang dapat mengakibatkan rusaknya tatanan yang sedang berusaha dibangun oleh Tang pasca pemberontakan. Wang yang merasa malu dengan tindakannya tersebut kemudian memilih untuk bunuh diri, sementara Guo dengan gemilang menumpas serbuan -- serbuan pasukan Tibet di perbatasan Tang.

Kaisar Suzong kemudian meninggal dan digantikan oleh putranya yang bergelar Kaisar Daizong. Serupa dengan ayahnya, Daizong yang khawatir dengan potensi popularitas Guo kemudian memindah tugaskan Guo dari jabatan Jiedushinya menjadi perwira tinggi militer di Istana di ibukota Chang'an.

Pertempuran Xiyuan. Sumber gambar: weaponsandwarfare.com
Pertempuran Xiyuan. Sumber gambar: weaponsandwarfare.com

Selama tahun -- tahun berikutnya, Guo terlibat dalam menangani konflik dengan Kekaisaran Tibet dan selalu mendapatkan kemenangan. Pada tahun 765 Masehi, Guo mendapatkan kemenangan besar atas Pasukan Tibet yang berjumlah seratus ribu orang di bawah pimpinan Kaisar Tibet Trisong Detsen dalam pertempuran Xiyuan yang dimana Guo berhasil mendapatkan dukungan dari Pasukan Uighur yang semula berada di pihak Tibet.

Kekalahan ini memaksa Trisong Detsen menandatangani perjanjian damai dengan Daizong yang mengakhiri ancaman Tibet terhadap Tang sekaligus menjadi titik balik pemulihan hubungan Dinasti Tang dan suku -- suku Uighur lainnya.

Sekali lagi, kesetiaan dan patriotismenya terhadap Tang serta keteguhan moral-nya kembali terlihat pada sebuah kisah yang terjadi pada tahun 767 masehi. Salah satu putra Guo berdebat hebat dengan istrinya yang merupakan seorang putri Tang dimana mereka membandingkan kehebatan Guo dan Kaisar Daizong.

Putranya berkata "Apa bagusnya menjadi seorang kaisar? Ayahku bisa menjadi kaisar kapanpun dia mau". Hal ini didengar oleh Guo dan membuatnya marah besar karena mengisyaratkan ketidaksetiaan.

Ia kemudian mengunci putranya tersebut di sebuah ruangan dan menunggu Kaisar Daizong untuk memberikan putranya itu hukuman. Sang istri yang menyesal karena memulai perdebatan tidak penting itu memohon kepada Guo untuk mengampuni putranya itu namun Guo tetap pada pendiriannya. Putranya harus dihukum. Kaisar Daizong yang tiba dan mendengarkan ceritanya memutuskan untuk mengampuninya dan berkata kepada Guo untuk tidak memperbesar masalah tersebut.

Pada kesempatan lainnya, Guo menangkap basah putranya yang memukul istrinya dalam keadaan mabuk. Ia sangat marah dan menangkap putranya serta menunggu Daizong untuk menghukumnya. Tetapi istri putranya Kembali bersujud di kaki Guo untuk mohon pengampunan untuk putranya itu dan Daizong pun juga kembali mengampuni menantunya itu.

Guo sendiri terus mengabdi kepada Tang hingga ia pensiun. Karena jasa- jasanya Ia dianugerahi gelar Pangeran Fenyang. Guo meninggal dengan damai di usia tua 85 tahun di rumahnya dan mendapatkan gelar anumerta "Zhongwu" yang berarti kesetiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun