Mohon tunggu...
William Gunawan
William Gunawan Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Pundit dan Dokter. Sedang berdomisili di Mandori, Biak-Numfor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kutukan Roro Jonggrang dan Podium Sosial Kita

12 Januari 2018   18:18 Diperbarui: 12 Januari 2018   19:35 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah legenda atau cerita rakyat di Jawa Tengah, dikisahkan Bandung Bondowoso memimpin penyerbuan ke Keraton Boko. Pertempuran sengit di antara dua kerajaan tidak terelakkan, dan Bandung Bondowoso berhasil membunuh Prabu Boko.

Bandung Bondowoso lalu bertemu dengan Roro Jonggrang, putri semata wayang Prabu Boko yang terkenal dengan kecantikan wajahnya. Agar dapat meminang Roro Jonggrang, putri semata wayang Prabu Boko yang terkenal dengan kecantikan wajahnya.

Agar dapat meminang Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso diisyaratkan membangun sumur dan seribu candi dalam satu malam. Seluruhnya sudah harus selesai sebelum terdengar kokok ayam jantan tanda fajar menyingsing.

Bandung Bondowoso menyanggupi tantangan itu. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Bandung mampu menyelesaikan 999 candi hingga beberapa saat sebelum fajar datang. Bandung bondowoso dibantu makhluk halus yang mampu diperintahnya untuk membangun ratusan candi pada saat itu.

Melihat kecepatan pembangunan itu, Roro Jonggrang, yang tidak menginginkan pernikahan dengan Bandung Bondowoso, menjadi panik. Dia lalu membangunkan seluruh dayangnya untuk menabung lesung laksana hari sudah pagi. Akibatnya, ayam-ayam berhamburan berkokok. Bandung bondowoso pun kalah.

Bandung bondowoso marah dan kutukan dialamatkan kepada Roro Jonggrang atas perbuatan curang yang dilakukan itu. Dari kutukan itulah terbangun sebuah candi yang kini dikenal dengan nama Candi Sewu atau candi keseribu -- candi Hindu terbesar kedua di Indonesia setelah Prambanan.

***

Masih kah kita terkesan dengan legenda di atas? Boleh jadi tidak sama sekali. Peradaban yang mengedepankan rasio meniscayakan ketidakpercayaan kita pada cerita mistis. Apalagi, warga saat ini sudah berangsur-angsur meninggalkan kegiatan bercerita. Mereka lebih asik dengan kegiatan menebarkan pertaruhan.

Jika tidak percaya, silahkan berkunjung ke "podium-podium" ketika orang dewasa saling berebut mendampuk diri layak menjadi pemimpin. Ada kata-kata kebesaran ketika dilontarkan, janji seolah segala permasalahan bisa terselesaikan dalam semalam.

Lihatlah, banyak yang bergemuruh tampil di sana memperebutkan tepuk tangan yang riuh. Begitu turun panggung, mereka lupa dengan apa yang mereka katakan. Sungguh, itu adalah pertunjukan jenaka, bagai orang sakti dan makhluk halus yang saling memperalat untuk mencapai ketenaran.

Virgina Held, seorang guru besar di City University of New York, mengatakan di dalam bukunya Rights and Goods -- Justifying Social Action bahwa kepentingan masyarakat adalah segalanya dibanding kebaikan bersama. Dia mendefinisikan kebaikan bersama mencakup kepentingan-kepentingan yang sama dari semua anggota sebuah kolektivitas tertentu. Sedangkan kepentingan masyarakat sering kali merupakan olahan secara paksa dari sejumlah kepentingan yang saling bertentangan, tapi ada juga yang saling menunjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun