Mohon tunggu...
Willem Wandik. S.Sos
Willem Wandik. S.Sos Mohon Tunggu... Duta Besar - ANGGOTA PARLEMEN RI SEJAK 2014, DAN TERPILIH KEMBALI UNTUK PERIODE 2019-2024, MEWAKILI DAPIL PAPUA.

1969 Adalah Momentum Bersejarah Penyatuan Bangsa Papua Ke Pangkuan Republik, Kami Hadir Untuk Memastikan Negara Hadir Bagi Seluruh Rakyat di Tanah Papua.. Satu Nyawa Itu Berharga di Tanah Papua..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Injil Memberkati Tanah Papua di Usia ke 168 Tahun || Tanah Papua Masih Berdarah

5 Februari 2023   12:52 Diperbarui: 5 Februari 2023   23:30 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa rasa malu, pemimpin nasional mengumumkan secara terbuka, pengumuman keberhasilan pembangunan hilirisasi pengolahan tembaga, perak dan anode slime - emas, di daerah Gresik Jawa Timur yang menelan biaya 1,6 Miliar USD - setara 24 Triliun Rupiah (kurs 15 Ribu/USD). 

Tuhan berfirman: "Janganlah merampasi orang lemah, karena ia lemah, dan janganlah menginjak-injak orang yang berkesusahan di pintu gerbang. Sebab TUHAN membela perkara  mereka, dan mengambil nyawa orang yang merampasi mereka". Amsal 22-23

Dalam banyak kesaksian sebagai penyelenggara negara sejak terpilih menjadi anggota parlemen RI di senayan, sejak 2014 silam. Saya menyaksikan dari dekat, perjuangan kolektif Gubernur Papua Lukas Enembe bersama kami, yang menegosiasikan "kedaulatan pengelolaan sumber daya alam" di Tanah Papua, untuk kesejahteraan rakyat Papua itu sendiri, sebagaimana ajaran firman Tuhan yang telah memberikan pencerahan "enlightenment" sejak 168 tahun yang lalu (momentum peringatan HUT Injil di tahun 2023 ini), yaitu untuk menghadirkan "damai sejahtera" di Tanah Papua, justru banyak ditentang oleh "kekuasaan konglomerasi" di Jakarta. 

Bahkan Gubernur Lukas Enembe bersama-sama Majelis Rakyat Papua pada tahun 2015, mengumumkan pernyataan bersama menolak "ide-ide Jakarta" untuk membangun smelter Freeport di daerah Gresik Jawa Timur, namun, apa yang terjadi sesudah itu? 

Gubernur Papua LE kemudian dijadikan "Obyek TO" para kaki tangan kekuasaan "menggunakan perangkat hukum negara" untuk berusaha menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe dengan kasus ecek-ecek.. Dalam perjalanan sejak pernyataan keras LE tersebut, banyak upaya penangkapan dan perangkap yang terus di "lancarkan" untuk menekan Gubernur LE menyerah dengan ide kerasnya menolak hilirisasi smelter di luar Tanah Papua.

Jika seandainya, Gubernur LE mau mengikuti keinginan dan kepentingan elit konglomerasi nasional, duduk manis sebagai gubernur "boneka" yang nurut dengan apa saja keinginan penguasa nasional, maka tentunya Gubernur LE akan dijadikan "anak emas" dengan jaminan masa pensiun di akhir masa jabatan "happy ending"..

Maka tidak mengherankan, jika peristiwa yang terjadi pada Gubernur LE dapat menjadi salah satu contoh nyata, visi damai  sejahtera yang dibawa oleh Injil sejak 168 Tahun yang lalu, masih belum hadir di Tanah Papua, dimana sekelas tokoh publik yang memiliki andil besar membangun Tanah Papua, ketika berdiri pada posisi bertentangan dengan kepentingan "konglomerasi nasional", maka sejak saat itu, "status dan kedudukannya" telah di vonis mati. 

Dizaman ini, tidak lagi menjadi "perkara" yang basa-basi, jika instrumen hukum "alat kuasa negara" sering digunakan untuk memberangus lawan-lawan kepentingan pihak yang mengontrol dan mengendalikan kuasa. 

Apalah daya posisi "seorang Gubernur", dengan hadirnya begitu banyak "pelacuran" Undang-Undang/Perpu, yang berusaha melemahkan posisi Gubernur/Bupati/Walikota sebagai Kepala Daerah, yang dahulunya memiliki kekuasaan penuh dalam pelaksanaan otonomi daerah, namun dengan perubahan UU/Perpu yang begitu banyak, status "Otoritatif" tersebut, perlahan hanya tinggal "tukang stempel" saja, dimana segala keputusan strategis dikembalikan ke tangan penguasa Jakarta. 

Seorang pejabat daerah, dengan pendukung yang banyak, tidak berdaya menghadapi, gerakan "makar/jahat" yang merongrong Tanah Papua, para penguasa konglomerasi tersebut, sejatinya tidak "memiliki ketakutan terhadap acaman Tuhan", karena akidah teologi ketuhanan mereka adalah "Uang, Posisi Jabatan, Kekayaan". 

Maka dalam momentum hari perayaan masuknya Injil ke Tanah Papua dalam usia ke 168 Tahun, kami mengajak putra-putri OAP di Tanah Papua, untuk merefleksikan "kebenaran, bebaikan, perjuangan melawan kezaliman" apapun risiko dan konsekuensinya. Sebab, berkaca dari nilai-nilai luhur yang hidup diatas Tanah Papua, yang diwarnai oleh ajaran Injil yang mulia, maka sudah sepantasnya "kita semua" berkhikmat untuk melahirkan tujuan asali, tujuan hakiki, ajaran Tuhan Yesus di atas Tanah Injil - Tanah Papua, yaitu menghadirkan "Damai Sejahtera, Tanpa Rasa Takut Sedikitpun, Terhadap Ancaman Manusia - bendawi, sebab Tuhan Yesus telah membaptis "jiwa - mental - rohani" rakyat OAP dengan jaminan keabadian disisi-Nya.. Ameen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun