Oleh: Willem Wandik S.Sos
(Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat)
Dalam sidang Paripurna DPR RI, Fraksi Partai Demokrat di DPR RI Menilai, UU omnibuslaw Cipta Kerja merupakan UU yang cacat materil maupun prosedural, sebab UU ini dipaksakan lahir di tengah tengah masa pandemi.. Seharusnya Fokus kerja DPR adalah mengawasi penerapan Perpu No.1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid 19..
DPR memiliki tugas berat, untuk mengawasi penggunaan anggaran Covid 19, yang di susun dalam refocusing APBN 2020 mencapai 405,1 Triliun.. Fraksi Partai Demokrat mempertanyakan kemana penggunaan anggaran sebesar itu selama masa pandemi.. Ini yang seharusnya ikut diawasi oleh DPR (termasuk menjadi prioritas Fraksi Fraksi di parlemen), bukan malah mempercepat pengesahan RUU omnibuslaw Cipta Kerja yang nota bene banyak menyisakan pasal pasal kontroversi, yang belum diterima sepenuhnya oleh perwakilan buruh di seluruh Indonesia..
Kami melihat, dan patut mencurigai, adanya upaya pengalihan fokus parlemen dan juga publik, untuk tidak mengaudit penggunaan dana Covid 19 yang mencapai 405,1 Triliun. Secara substansi, apa efektifitas penyaluran dana ratusan triliun terhadap refocusing anggaran kesehatan terutama pengadaan Alat kesehatan Covid 19 (Alkes) yang terdiri dari pengadaan APD terstandarisasi, Alat PCR swab test, alat Rapid Test Antigen - Antibodi (serologi), alat inkubator, sanitizer, insentif paramedis dll.
Kami menerima banyak laporan, adanya penyalahgunaan penggunaan rapid test yang seharusnya telah banyak di kritik oleh ahli epidemiologi maupun dokter patologi penyakit, bahwa rapid test itu tidak bisa digunakan untuk mendekteksi Virus Covid 19, namun tetap saja alat ini di beli dan digunakan di seluruh pelayanan Rumah Sakit dan pusat pelayanan kesehatan lainnya di berbagai Provinsi/Kabupaten/Kota di Indonesia.
Ada apa dengan bisnis rapid test terkait penggunaan dana refocusing APBN yang disetujui oleh DPR? Ini harus segera dituntaskan.. karena tentunya sangat berbahaya, bagi kepentingan Tracing dan konfirmasi kasus Covid yang banyak beredar di masyarakat, justru menimbulkan ketidakpercayaan terhadap penggunaan rapid test, yang hanya menghambur hamburkan uang negara..
Selain itu, bagaimana pertanggung jawaban penggunaan dana jaring pengaman sosial dan insentif perpajakan/stimulus kredit usaha rakyat serta program pemulihan ekonomi nasional yang menggunakan dana refocusing APBN.. bagaimana laporan realisasinya hingga hari ini.. DPR tentunya memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk mengawasi pelaksanaan anggaran yang mencapai 405,1 Triliun tersebut, dan menyampaikan hasilnya ke publik dan rakyat Indonesia..
Terlebih lagi, Indonesia saat ini justru mengalami peningkatan dan perluasan wilayah epidemi covid 19, dimana berdasarkan catatan kasus yang teregister jumlah covid 19 per tanggal 10 Oktober 2020 telah mencapai 324.658 kasus, dengan jumlah kematian yang mencapai 11.677 kematian kumulatif karena covid.. Angka ini, tentunya perlu dipertanyakan, sebab DPR telah menyetujui penggunaan anggaran APBN dalam yang jumlah yang besar, dan mengapa kasus Covid ini justru semakin bertambah besar.. Pemerintah, harus bisa menjelaskan secara rinci kepada DPR, mengapa pandemi covid 19 justru semakin meningkat drastis..
Kami fraksi partai demokrat, justru menyayangkan, keputusan Pemerintah bersama Badan Legislasi DPR RI, justru memaksakan pengesahan UU omnibuslaw, yang diyakini akan memicu gelombang protes dari kalangan buruh/mahasiswa dalam skala yang meluas, yang justru membahayakan rakyat dan semakin memperburuk pandemi covid 19 di Indonesia.
Tentunya, kita tidak bisa melarang rakyat, kaum buruh, dan mahasiswa, untuk turun kejalan menyuarakan aspirasi mereka, jika DPR bersama pemerintah sendiri tidak bisa menahan dirinya, untuk tidak terlalu terburu buru mengesahkan RUU yang notabene mengalami penolakan dari kalangan buruh.