Mohon tunggu...
Willem Wandik. S.Sos
Willem Wandik. S.Sos Mohon Tunggu... Duta Besar - ANGGOTA PARLEMEN RI SEJAK 2014, DAN TERPILIH KEMBALI UNTUK PERIODE 2019-2024, MEWAKILI DAPIL PAPUA.

1969 Adalah Momentum Bersejarah Penyatuan Bangsa Papua Ke Pangkuan Republik, Kami Hadir Untuk Memastikan Negara Hadir Bagi Seluruh Rakyat di Tanah Papua.. Satu Nyawa Itu Berharga di Tanah Papua..

Selanjutnya

Tutup

Hukum

"Back to Homeland", Mendefinisikan Nasionalisme dan Religiusitas di Tanah Papua

4 Januari 2019   02:38 Diperbarui: 4 Januari 2019   09:29 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wakil Bangsa Papua - Syalom, selamat siang Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya. Kita semua yang hadir dalam acara ini, tentunya mengenali ideologi perjuangan Partai Demokrat, yang mengedepankan "Nasionalisme" dan Religiusitas". Kedua ideologi ini akan kami kupas secara epistimologi, dalam kaitannya dengan peran seluruh fungsionaris Partai Demokrat di Tanah Papua. 

Mengapa tema ini begitu penting untuk kita bedah dan dianalisis bersama, sebab, akhir akhir ini, Tanah Papua menjadi sorotan dunia internasional, yang tentunya menjadi perhatian bagi para pemangku kepentingan nasional di Jakarta. Bahkan berbagai "pakar dan tim ahli" yang selama ini bekerja pada sisi Pemerintah Pusat, merasa terheran-heran mengapa "Tanah Papua" menjadi salah satu daerah paling bergejolak di Negeri ini.

Saya sebagai anggota Parlemen RI yang mewakili Tanah Papua, selama hampir 5 tahun lamanya, tidak sekedar menjadi anggota DPR RI, tetapi juga berusaha menterjemahkan banyak akar persoalan, yang selama ini tidak mampu ditangkap oleh elit elit partai, bahkan Pemerintah Pusat sendiri. 

Kondisi yang terjadi justru, berbagai kebijakan bernegara yang diputuskan oleh Pusat, seperti berada pada ruang pikiran dan ruang realitas yang benar-benar berbeda dengan ruang pikiran yang digagas bahkan berusaha untuk dikomunikasikan oleh "para legislator dan senator Tanah Papua" kepada elit nasional.

Ketika "outbreak" atau "disaster" benar-benar terjadi, seperti peristiwa penembakan 16 orang pekerja PT. Istaka Karya (Perusahaan Asal Jakarta, Kebayoran baru, berdekatan dengan kantor Kemen PUPR di Jakarta), justru seluruh pihak di puncak kekuasaan Pemerintah Pusat, serta merta, seperti mendapatkan "tamparan keras", dipermalukan oleh "kelompok kecil" orang, yang tergabung dalam TPN, yang kemudian disebut-sebut oleh Orang Orang Jakarta dan Media-Medianya sebagai KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata). 

Yang parahnya lagi, Presiden justru tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan para tokoh pemerintah di Tanah Papua, sebut saja Gubernur, DPRP, MRP, untuk meminta masukan, dalam bentuk upaya penanggulangan "konflik" yang seharusnya bisa dituntaskan tanpa menimbulkan "kekacauan" bahkan mengundang intervensi media asing dan bahkan Pemerintah Negara Sahabat di regional.

Ketika, perintah Presiden sudah diputuskan, korban dari warga sipil non-combatan dari OAP dikampung-kampung ikut berjatuhan, dan ikut memperburuk suasana di tengah-tengah masyarakat OAP yang sejatinya tidak dalam posisi "mendukung atau tidak mendukung gerakan TPN", namun turut dikorbankan dalam kegiatan operasi militer, justru menimbulkan masalah yang terus meluas, dan bahkan menimbulkan "kebencian" kepada Negara.

Inikah yang kita harapkan atas operasi fisik yang bernama "nasionalisme" itu? kita secara terus menerus, berulang-ulang, tidak pernah benar-benar sadar, bahwa disetiap arogansi yang ditunjukkan atas nama negara, yang justru mengorbankan rakyat sipil yang tidak bersalah, baik itu pada sisi TPN maupun pada sisi aparat keamanan, bukanlah implementasi dari "sikap nasionalisme" yang kita kenali, itu adalah sama sama sebagai perbuatan "fasisme". Mohon maaf, dalam forum ini, definisi ini harus saya sampaikan, agar menjadi "pembelajaran dan evaluasi" bagi semuanya.

Dalam definisi Nasionalisme berdasarkan doktrin Partai Demokrat, "Nasionalis" itu berpegang pada isme bahwa tujuan bernegara bisa dicapai dengan menghidupkan semangat kebangsaan yang utuh, tidak parsial. Tidak mendukung sesuatu hanya untuk sekedar menyenangkan orang lain, tetapi berpura-pura melupakan masalah, dan seolah-olah segala-galanya sedang baik-baik saja "everything is fine". 

Nasionalisme itu mendasarkan pikiran kepada "cinta tanah air/love the home land". Tanah Air/Home Land itu mengacu pada pikiran manusia akan kampung yang membesarkannya, memberinya makan, memberinya pekerjaan, memberinya hak hidup, memberinya kebebasan, memberinya hak untuk berkreasi, dan tentunya rumah dimana dirinya tidak perlu merasakan "ketakutan/fear". Inilah dasar filosofi yang harus dipahami secara mendasar, relasi Nasionalisme dalam peran yang dimainkan oleh Partai Demokrat di Tanah Papua.

Tanpa memahami makna nasionalisme, kita tentunya akan "selalu gagap, berpura-pura, bersikap munafik" dalam menentukan "position/sikap" kita sebagai rakyat Papua dalam percaturan ideologi "kebangsaan" yang selama ini kita kenali sebagai doktrin "NKRI Harga Mati". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun