Mohon tunggu...
Willem Hans Wakim
Willem Hans Wakim Mohon Tunggu... -

nguli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jika Saja Semuanya Berjalan di Koridornya Masing-masing

18 Februari 2011   08:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:29 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika saya menumpangi bus transjakarta dari Pasar Rebo menuju Matraman. Ketika bus yang saya tumpangi bergerak keluar dari terminal, situasi jalan sangat padat saat itu. Macet. Namun, sebagai angkutan yang diperlakukan istimewa, bus yang saya tumpangi bisa dengan lenggak-lenggok terus melaju agak cuek dengan kendaraan lain di samping-sampingnya.

Ketika bus tersebut melintasi Pasar Kramat Jati, banyak sepeda motor yang masuk pada lintasannya - dan ini cukup menghambat laju bus tersebut, dan tentu membuat jengkel sang supir dan kami penumpang. Kesal dengan perlakuan para "pencuri jalur", sang supir memperlaju busnya sehingga nyaris menabrak sepeda motor yang agak lambat jalannya di depan bus tersebut. Sang supir mengerem tiba-tiba. Lagi-lagi, para penumpang menjadi kaget dan, tentu, menjadi jengkel.


Kemudian, ketika bus tersebut mendekati terminal Kampung Melayu, bus tersebut lagi-lagi nyaris menabrak pembatas jalan beton yang dipasang sementara untuk memisahkan jalur kendaraan bermotor. Sang supir membanting setir, mengarahkan busnya keluar dari jalurnya. Hal tersebut membuat hampir saja ia menabrak sebuah angkot di depannya. Beruntung, sang supir cepat mengerem - namun mendadak. Ada beberapa penumpang menjadi kesal dan ada yang menjerit karena kaget.

Apa yang mau saya katakan dari pengalaman di atas ialah pentingnya setiap kita berjalan pada jalurnya masing-masing. Akibat motor yang "mencuri jalur" bus transjakarta, ia telah membahayakan dirinya dan membahayakan orang lain. Bus transjakarta yang keluar jalurnya juga membahayakan orang lain - dan mungkin sangat membahayakan, mengingat besarnya bus tersebut dan ada banyak orang yang menumpanginya.

Demikian pula dalam kehidupan kita sehari-hari, sangatlah perlu kita berjalan pada koridor-koridor kita, koridor yang sudah ditentukan. Saat kita tidak berjalan di dalam koridor yang sudah ditentukan, pada saat itulah kita telah "menginvasi" orang lain. Dan tentu kita tahu apa yang diakibatkan oleh suatu invasi, bukan? Orang lain akan merasa terlecehkan, terpinggirkan, dirugikan, bahkan menghilangkan nyawa orang lain.

Sangat perlu kita semua berjalan dalam koridor masing-masing demi keamanan, keselamatan, dan kemaslahatan bersama.

Orang yang tidak berjalan dalam koridornya, apalagi ia punya wewenang dan kekuasaan yang besar, akan sangat merugikan orang lain (bandingkan bus transjakarta yang begitu besar dan memuat banyak orang). Kita bisa melihat dampak dari ketidakmauan berjalan dalam koridor masing-masing ini lewat perilaku para pejabat (besar maupun kecil) yang belakangan ini terkuak bobroknya dan tertangkap "keluar dari koridornya".

Para anggota dewan di negeri ini "keluar dari koridornya", berjalan pada jalur yang bukan punyanya sehingga banyak uang rakyat dikorupsi. Pengangkatan pejabat penting di negeri ini tidak pada jalurnya sehingga akhirnya calon tertentu yang menang. Ada juga sejumlah guru yang "keluar jalur" demi menyelamatkan para siswanya dan demi nama baik sekolah sehingga telah merugikan dan melecehkan korps guru itu sendiri.

Dan betapa sangat kecewa dan sakit hati kalau kita membaca kerugian yang diakibatkan oleh mereka yang "gede". Triliunan rupiah telah dikorupsi oleh mereka yang tak berhati nurani, egois, serakah, mau sejahtera sendiri, dan tidak mempedulikan sama sekali orang lain, terutama rakyat kecil. Padahal, bayangkan bahwa seandainya triliunan rupiah tersebut telah dipergunakan sesuai "koridornya" dan para pejabat yang punya wewenang dalam hal itu berjalan pada "koridornya", bangsa ini telah keluar dari berbagai persoalan utang yang membelit dan mencekik bangsa ini sehingga nyaris mati. Kemiskinan akan bisa diberantas. Lapangan pekerjaan bisa dibuka lebih banyak lagi dengan dana-dana yang sebesar itu sehingga mengurangi secara drastis jumlah pengangguran. Ada perhatian terhadap dana-dana pendidikan di negeri ini. Dengan begitu, pendidikan anak bangsa di negeri ini bisa lebih baik lagi dan mudah diakses oleh semua orang, khususnya orang miskin.

Sayangnya, semua tak pada "koridor"-nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun