Mohon tunggu...
Wilibaldus Sae Delu
Wilibaldus Sae Delu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis dan peneliti Yayasan Dian Peradaban Negeri

Anak kampung yang bermimpi hidup abadi di kolong langit.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Membidik Cuan dari Internet

22 Juli 2022   19:38 Diperbarui: 22 Juli 2022   19:50 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: Dok. pribadi)

Tiga tahun sudah gelar sarjana ini saya sandang. Satu-satunya orang pertama dalam keluarga besar kami yang bergelar sarjana adalah saya. Terlahir dari keluarga sederhana dan berpenghasilan rendah, mengharuskan saya dan keluarga untuk berjuang lebih mendapatkan selembar ijazah kuliah.

Drama ijazah ini melewati serangkaian cerita panjang. Terkendala biaya yang terlampau mahal, mengharuskan ayah pergi merantau hingga ke Malaysia. Mengutang dengan bunga yang mencekik pun pernah kami lakukan, musabab batas regis uang kuliah yang tidak mengenal toleransi.

Benar kata mama, hidup adalah perjuangan. Walau terkadang pahit dan menyakitkan, toh tetap harus dijalani. Tekad saya bulat. Sesulit apapun tantangannya, ijazah harus saya kantongi. Bila tidak, bakal susah bagi saya kalau melamar kerja nantinya.

Selepas wisuda (2019), saya mencoba peruntungan. Melayangkan lamaran ke sana sini. Sayangnya, ibarat cinta yang bertepuk sebelah tangan, tak terbalaskan hingga sekarang. Kenyataan ini  menyadarkan saya kalau terlahir sebagai anak kampung yang minim koneksi dengan "orang dalam"  bakalan susah mendapatkan pekerjaan di negeri ini.

Hari berlalu, musim berganti. Kendati belum mendapatkan pekerjaan tetap, saya mencoba melamar menjadi jurnalis di salah satu perusahaan media. Setelah melewati sekian tahapan seleksi yang melelahkan, saya akhirnya dinyatakan diterima dengan status sebagai jurnalis magang.

Enam bulan lamanya melakoni profesi sebagai jurnalis (magang) dan diupah Rp 500.000 perbulan. Berat memang, tapi mau bagaimana lagi. Jalani saja dulu. Saya percaya, jutaan pengalaman baru, ilmu baru dan kenalan baru bakal saya dapatkan di lapangan.

Memasuki bulan kedua masa magang, saya mulai berpikir untuk mencari kerja sampingan. Tapi pertanyaannya, mau kerja apa? Di mana? Bagaimana? Sederet pertanyaan ini mengantar saya pada satu kesadaran bahwa di era digital sekarang, ada banyak peluang mendapatkan uang dari internet.

Secara kebetulan, di suatu malam saya asyik mencari barang jualan online di marketplace. Dari sekian banyak barang yang dijual itu, tidak ada satupun yang menjual waring. Menurut hasil analisa sementara saya, para petani membutuhkan waring untuk keperluan pagar kebun sayur atau yang lainnya. Waring sendiri merupakan anyaman yang terbuat dari plastik nilon, biasanya digunakan sebagai pagar perkebunan untuk menghalangi hewan pemangsa tanaman.

Ide itu berbuah manis. Bermodalkan facebook, saya lalu memasarkan waring di marketplace. Dari satu roll (100 meter) waring, saya meraup untuk Rp 200.000. Sayangnya, permintaan waring fluktuatif sifatnya karena tidak semua petani membutuhkan itu. Saya hanya berhasil menjual 5 roll selama dua bulan dan setelah itu berhenti.

Beberapa bulan setelahnya, saya ditawari untuk menjadi reseller obat herbal. Perusahaan penjual obat ini berafiliasi dengan lembaga pelatihan digital marketing. Merasa tertarik dengan tawaran tersebut, saya akhirnya mendaftar menjadi member dan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 450.000. Namanya juga bisnis, pasti butuh modal.

Sebulan berjalan, modal tak kunjung kembali. Postingan di facebook dan story WhatsApp tidak cukup mampu menjaring pembeli. Biaya beriklan di Facebook Ads terlampau mahal untuk saya. Kendati demikian, saya cukup berbangga karena bisa lebih paham soal dunia digital marketing dan seperangkat aturan dan strateginya.

Hari-hari ini, saya masih menekuni profesi saya sebagai jurnalis. Penghasilan yang masih dibawah standar kebutuhan mengharuskan saya untuk terus berjuang mencari uang tambahan dari internet. Kali ini bukan lagi jualan waring dan obat herbal. Saya beralih menjadi affiliate marketing beberapa perusahan penyedia jasa layanan hosting website, seperti Niagahoster, Gapura Hoster, dan ID Cloudhost.

Cukup dengan mandaftar menjadi affiliator pada perusahaan tersebut, saya diberi akses untuk memasarkan produk/jasa layanan pembelian hosting web. Jika saya berhasil menjualnya maka saya akan mendaatkan komisi sekian persen, tergantung kebijakan dari masing-masing perusahaan.

Di Niagahoster misalnya, komisi yang didapatkan dari hasil penjualan adalah sebesar 70 %. Beberapa waktu lalu saya berhasil menjual satu paket layanan hosting, dan saya diberi komisi sebesar Rp 425.000 oleh Niagahoster. Kerjanya gampang dan bisa dilakukaan dari mana saja.

Selagi masih memiliki paket internet  dan jaringan prima  kita bisa mendapatkan lebih dari itu. Di era digital sekarang, mendapatkan uang tambahan dari internet bukanlah perkara yang sulit lagi. Tanpa perlu orang dalam dan sogok sana sini, kita bisa bekerja dari rumah sambil rebahan. Yang kita butuhkan hanyalah paket internet yang murah, bukan?

 Sudah bukan waktunya lagi mengeluh sulit mendapat pekerjaan. Peluang di era digital terbuka luas untuk kita semua, tanpa perlu "orang dalam" segala. Pastikan kita punya paket internet murah  dan jaringan prima biar lebih leluasa mengakses peluang. Saatnya kita bergerak menjemput hari depan yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun