Pandangan Fukuyama tentang akhir sejarah memang bukanlah pandangan yang baru atau hasil pemikiran murninya. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, pandangan sejarah ini dipengaruhi oleh pemikiran Hegel dalam The Philosophy of History. Bagi Hegel akhir dari sejarah tidak lain adalah pemerintahan liberal. Fukuyama sendiri tidak mengaburkan pandangan tersebut, melainkan mempertegas dengan beberapa pemikirannya yang lebih aktual dengan situasi zaman.
Fukuyama berusaha menunjukkan bukti tentang sejarah universal yang dimaksudkan oleh Hegel. Ia melihat bukti-bukti itu sebagai indikator dari akhir sejarah. Maksud Fukuyama adalah keadaan pada seperempat terakhir abad ke 20 saat runtuhnya kepemimpinan diktator, entah dari otoritas-militer kanan, maupun dari komunisme totalitarian kiri. Dari Amerika Latin ke Eropa timur, dari Uni Soviet ke Timur Tengah dan Asia, pemerintah yang kuat jatuh setelah dua dekade terakhir. Pesimisme masyarakat barat karena terjadinya perang dunia, perkembangan teknologi persenjataan yang semakin mematikan, munculnya negara-negara dengan ideologi yang totalitarian, hidup sebagai korban Hitlerisme dan Stalinisme, membuat mereka ragu dengan adanya kemajuan historis.Â
Fukuyama berusaha memberi pemahaman tentang demokrasi liberal dengan menggunakan sains alam modern sebagai arah untuk menjelaskan kesinambungan sejarah. Teknologi modern baginya memungkinkan terjadinya homogenisasi tanpa memperhatikan sejarah dan asal-usul budaya masing-masing sebab semuanya fokus pada pemuasan hasrat manusia yang lebih luas. Semua negara harus bersatu, menggantikan bentuk-bentuk tradisional seperti suku dan sekte dengan organisasi yang lebih rasional secara ekonomi efisiensi dan memberikan pendidikan yang universal bagi masyarakatnya. Liberalisasi ekonomi dianggap jauh lebih baik dari pada model sosialis. Dalam perkembangannya, Fukuyama mengoreksi pandangan fenomenalnya tentang akhir sejarah, dalam buku Identity: The Demand For Dignity and The Politics of Resentment (2018). Ia mengakui bahwa ternyata Demokrasi liberal yang diagungkan dalam buku pertamanya, yang oleh Amerika telah lebih dahulu dipraktikkan, ternyata mendapat ancaman baru. Para wakil rakyat  yang mengakui sebagai pejuang untuk kesejahteraan masyarakat kecil, bertindak berdasarkan identitas mereka untuk mendapatkan pengakuan dan kehormatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H