Mohon tunggu...
Wiliams Flavian Pita Roja
Wiliams Flavian Pita Roja Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Bachelor of Philosophy

Sarjana Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dissenting Opinion adalah Lampu Hijau Hukum yang Beradab

23 April 2024   11:21 Diperbarui: 23 April 2024   14:18 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Putusan sengketa pilpres, dalam sepanjang sejarah, baru kali ini ada Dissenting Opinion", ujar Mahfud MD di hadapan wartawan pasca sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) usai. Ucapan Mahfud, menyiratkan ada ketidaksepakatan antara para hakim yang mengambil keputusan. Seolah ada keputusan lain yang memberikan penegasan bahwa tiga hakim yang memilih dissenting opinion menyetujui dalil sengketa yang mereka tawarkan. 

Banyak pegiat media sosial, pendukung calon presiden nomor urut 1 dan 3 yang menyuarakan pendapat mereka. Semua seolah sepakat bahwa hanya tiga hakim itu yang benar dan setia pada demokrasi.

 Mari pahami terlebih dahulu apa itu dissenting opinion. Istilah ini memiliki arti situasi dimana terjadinya perbedaan atau pemahaman yang menyangkut perbedaan pendapat antara hakim mengenai perkara yang sedang ditanganinya (Berdasarkan artikel ilmiah yang ditulis oleh Hakim Pengadilan Agama Kwadang, Arsya Nurul Huda berjudul 'Kedudukan Dissenting Opinion'). Selanjutnya istilah ini juga memiliki arti 'tidak setuju' atas keputusan mayoritas hakim.

 Sebelumnya, pada sidang PHPU kemarin (22/4/2024), dari delapan hakim yang mengambil keputusan, 3 diantaranya memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan lima hakim MK yang menolak gugatan tim kuasa hukum Anies dan juga tim Ganjar. Tiga hakim itu adalah: Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat. 

Bagi kita yang mendengar pembacaan keputusan tersebut, kita semua tahu bahwa ketiga hakim itu menduga ada korelasi atas berbagai kecurangan yang didalilkan oleh para kuasa hukum (01 dan 03) terhadap elektabilitas 02 yang meroket tajam. Salah satu solusi yang ditawarkan oleh tiga hakim tersebut ialah diadakan pemilihan ulang di daerah-daerah yang dicurigai bermasalah. Namun semua dalil dan keputusan dari dissenting opinion tidak berlaku lagi karena mayoritas hakim menolak gugatan PHPU. Sayangnya banyak yang salah memahami dissenting opinion ini, terutama pendukung 01 dan 03. Mereka berpikir bahwa pendapat tiga hakim tersebut membenarkan dalil yang mereka suarakan. 

Sebaliknya, jika memahami dengan benar keputusan persidangan kemarin, ketiga hakim tersebut sama sekali tidak menyatakan apa pun yang menjurus pada diskualifikasi capres dan cawapres nomor urut 2. Hal positif lainnya yang dapat kita catat dari persidangan ini adalah, bahwa dissenting opinion bukan menunjukkan keretakan atau ketidakkompakan para hakim. Sebaliknya, hal ini menunjukkan komitmen para hakim untuk berpegang pada keputusan mereka. Ini adalah bukti bahwa demokrasi masih berjalan pada koridornya.

 Selain itu, dissenting opinion juga membuktikan bahwa tidak ada intervensi dari pihak manapun pada PHPU kemarin. Semua hakim berpegang teguh pada keputusannya dan mempertahankan integritasnya masing-masing demi hukum yang beradab dan beretika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun