Masih berbekas luka kerugian yang dialami pedagang bensin eceran di sebuah desa terpencil kejadian yang memilukan akibat dari kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM dari harga Rp. 8500 ke harga Rp. 7600,- sewaktu 1 Januari lalu.
Melihat riuhnya masyarakat yang tinggal disekitar desa yang ingin merayakan malam pergantian tahun maka seorang pedagang bensin eceran pun berniat belanja bensin. Setiap belanja sang pedagang bensin eceran menyetok bensin sampai 200 liter. Niatan pedagang tersebut pun ingin meraup untung mengingat ramainya kendaraan yang hilir mudik pada malam pergantian tahun.
Lalu sang pedagang berangkat menuju salah satu SPBU terdekat untuk membeli bensin sebanyak 200 liter. Â Karena efektif penurunan harga BBM berlaku terhitung 1 Januari maka yang dibayarkan ke SPBU masih harga lama yakni Rp 8500,-
Biasanya setiap hari pedagang bensin eceran di desa itu hanya mampu menghabiskan bensin 30 liter per hari. Mengingat jauh nya jarak dari desa ke tempat SPBU maka sang pedagang pun sekali berbelanja bensin sebanyak 200 liter atau sekitar 7 jerigen.
Berjalan kaki dari rumah menuju jalan raya ditempuh sekitar 500 meter. Lalu ia memberhentikan angkutan pedesaan untuk membawanya ke tempat SPBU. Setelah mengisi seluruh jerigennya maka sang pedagang pun pulang membawa bensin untuk di dagangkan. Bayar ongkos kendaraan yang tinggi karena 2 minggu yang lalu para awak angkot banyak yang mogok, maka sang pedagang pun membayarkan ongkos harga baru mengikuti kenaikan harga BBM.
Niatan sang pedagang baik ingin mendapatkan untung dari apa yang didagangkan tetapi ternyata cuaca tidak bersahabat. Malam pergantian tahun di kampung itu diselumuti hujan deras. Sehingga kendaraan yang keluar hilir mudik pada malam pergantian tahun terlihat sepi. Sang pedagang pun hanya mampu menghabiskan 10 liter saja pada malam itu.
Keesokan harinya pada tanggal 1 Januari betapa kaget nya sang pedagang. Saat menonton siaran televisi disebutkan bahwa harga BBM telah turun dari harga Rp. 8500, ke harga Rp. 7600. Terbayang kerugian yang menimpa sang pedagang. Bensin yang baru dibelanjakannya masih ada sekitar 190 liter lagi. Dengan terpaksa sang pedagang mengikuti harga pasar menurunkan juga harga bensin yang dia jual.
Padahal sang pedagang hanya mengambil untung Rp. 500 saja untuk per liternya. Berarti kerugian berjalan yang diderita sang pedagang sekitar Rp. 171.000 belum termasuk ongkos angkot dan biaya capeknya manggul dari tepi jalan menuju rumahnya.
Untuk membalikkan kerugian bensin yang telah dijual nya sang pedagang butuh waktu 11 hari. Karena setiap harinya sang pedagang hanya mampu menghabiskan bensin 30 liter per harinya.
Mengingat pemerintah akan menentapkan harga baru lagi untuk harga BBM per tanggal 18 Januari nanti, ternyata sang pedagang sudah belanja bensin lagi berikutnya pada hari ke 12 sebanyak 200 liter lagi. Dari pembelanjaan itu sang pedagang masih mempunyai stok bensin sisa di harga lama sebanyak 30 liter lagi sampai tanggal 18 Januari saat akan ditetapkannya harga baru lagi oleh pemerintah. Berarti sang pedagang siap-siap kembali rugi dan belum mendapatkan untung sekalipun di bulan ini dari bensin yang dia jual.
Mirisnya nasib sang pedagang bensin eceran disaaat pemerintah menaikkan turunkan harga sampai 3 kali dalam 2 bulan terakhir. Apakah pemerintah juga memperhatikan nasib mereka? Para pedagang bensin eceran disaat pemerintah menaik turunkan harga BBM?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H