Apa yang dikatakan ini kedengarannya sederhana, tetapi di dalam prakteknya tidak sesederhana itu. Mengapa? Karena berpolitik membutuhkan seni yang tidak jarang bisa ke luar dari koridor moral dan etika (Kristen dan Politik) Kita teringat kepada ungkapan: "Tidak ada kawan dan atau seteru abadi dalam (ber)politik. Kawan hari ini, besok bisa menjadi lawan." Dan seterusnya.Â
Memberikan bantuan kepada orang yang dilanda banjir, bisa merupakan tindakan kasih terhadap yang bermalapetaka. Ini bisa merupakan tindakan iman dari si pemberi bantuan.Â
Tetapi apabila sebuah partai politik melakukan hal itu, apalagi dengan membawa bendera partai (dengan publikasi luas) maka hal itu bisa merupakan tindakan politik sebagai salah satu upaya memperoleh dukungan politik. Interesnya belum tentu merupakan pengungkapan iman, tetapi sungguh-sungguh bertujuan politik.
Di dalam berpolitik, paling tidak dibutuhkan hal-hal;
a. Prinsip-prinsip berpolitik,
b. Analisis terhadap situasi di mana prinsip ini dioperasionalisasikan,
c. Dugaan (prediksi) mengenai akibat dari operasionalisasi prinsip tersebut.
Tidak jarang pada prinsip-prinsip itu dikompromikan dengan pihak lain yang belum tentu selalu sejalan dengan apa yang dipikirkan semula. Bukan tidak mungkin pula apa yang dijanjikan dalam pemilu tidak bisa dilaksanakan sepenuhnya karena berbagai alasan.Â
Maka dalam keadaan seperti ini gereja (dan umat Kristen) mesti sungguh-sungguh jeli menyiasati, apakah yang sedang berjalan itu sesuai dengan imannya atu tidak. Panggilan seorang politisi Kristen, dengan demikian tidaklah mudah dalam hal ini.
Source : https://artikel.sabda.org/iman_kristen_dan_politik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H