Bulan bulan panjang tanpa Fitri, dan kini nama Fitri mulai membayang, seiring bulan penuh berkah yang hampir tiba. Ku ingat lagi dulu celotehannya tentang indahnya puasa, tentang penjalanan Musafir dalam menemukan Sang Khalik, tentang pengendalian diri, tentang memfitrahkan kembali jiwa .
Tiba tiba kata katanya terpeta,” Bagaimana kita bisa menjaga kemenangan itu, agar tetap menjadi milik kita, bahkan ketika Ramadhan dan Idul Fitri berlalu?”
Bagaimana ………………………..
Pertanyaan yang kini ada dipelupuk mata, tapi tak sanggup ku jawab. Meski secara teori bisa bisa saja aku menulis tentang berbagai kiat agar hidup berkemenangan. Tapi terlalu malu aku untuk bahkan menuliskan satu katapun tentang itu.
Hanya rindu yang memekat pada cinta si Fitri. Cinta yang selalu ada untukku, namun ku abai bila ku tak perlu. Cinta yang selalu sabar, meski ku campakan dia dalam bulan bulan panjangku dalam dunia dan hidupku sendiri. Pada dia yang hanya ku dekap dalam kehangatan bulan penuh berkah dengan segenap rindu…………………
Aku mencintaimu Fitri.
Sekian.
Terinspirasi dari cerita Pak Ikhwanul Halim dari judul Setiap kali Firni menghilang.
(Cerpen ditulis oleh orang awam yang juga merindukan bulan keberkahan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H