Mohon tunggu...
Wild flower
Wild flower Mohon Tunggu... -

Tukang baca yang sedang berusaha merangkai kata.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menulis Membutuhkan Keberanian

11 Juli 2016   16:34 Diperbarui: 11 Juli 2016   16:38 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperih cinta yang bertepuk sebelah tangan, dan seperih dompet yang kosong.

Belum lagi bila bukan pengakuan yang didapat, tapi kritikan pedas, sepedas cabe rawit tanpa tahu isi. 

Bayangkan, sudah capek capek menulis, berjam-jam dengan kerutan kening, bergulat dengan semua keberanian yang dimiliki, dan pada akhirnya si keberanian timbul saat kita menayangkan tulisan. Komentar bermunculan. Yihaaa ada yang komen, dan ternyata saat baca kolom komentar isinya "Kritikan Pedas". Tulisan kamu segaring kerupuk. Tulisan kamu basi. Padahal kita untuk sudah bersusah payah mencoba melucu, dan terpelanting dengan kata "Gayus lu", "Garing lu" ............ atau stempel apalagi tak tahu juga.  

Untunglah selama saya berkompasiana disini, segaring-garingnya tulisan saya, tidak pernah ada yang tega menuliskannya secara langsung, mungkin kalau dalam hati mendongkol dan bilang tahu diri juga luh, hue hue huee, saya tak tahu, dan mungkin saya juga belum mau tahu soal itu.

Sebab terlalu banyak memusingkan apa kata orang, membuat kaki saya hanya terhambat pada lumpur "andaikata" saja. Andaikata mereka bilang saya bagus, apakah memang benar begitu? Atau andaikata mereka bilang saya buruk, apa memang saya sebegitu buruknya ? Sedang hal baikpun bila tak diasah akan tumpul ketajamannya, dan hal buruk bila terus dilatih, masakan tidak bisa menjadi lebih baik ?

Dengan keyakinan  macam itulah saya berjuang, melawan seluruh ketakutan saya. Bila hari ini tak cukup baik, masih ada hari esok untuk saya berusaha lagi dan lagi.

Pada akhirnya, Pengakuan memang  harus saya letakkan pada bangku paling terakhir dalam uji nyali saya. Saya hanya dan harus kembali lagi pada fokus tujuan awal penulisan saya.

Mengapa saya menulis ? 

Apakah saya menulis untuk sekedar pengakuan? atau ada tujuan lain, bila ada apakah itu? Sudahkah tujuan itu tercapai? Masih inginkah  saya  meraih tujuan-tujuan itu ? Bila ya Tulis saja. Tulis sampai tujuanmu itu tercapai, atau tulis sampai kau tak lagi suka menulis.

Saya menulis karena saya senang menulis. Dalam menulis saya menemukan kebahagiaan. Dalam menulis, saya dipacu untuk belajar dan memperbaiki diri. Dalam menulis , otak saya dirangsang untuk meracik kata dengan penuh cita rasa, meski belum seindah racikan orang lain. Dan dalam menulis, saya temukan diri saya bermain dengan segala rasa dan bahasa, meski hanya sederhana. 

Salam menulis dari penulis yang masih terus berjuang melawan Pede........

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun