Mohon tunggu...
Iden Wildensyahâ„¢
Iden Wildensyahâ„¢ Mohon Tunggu... Administrasi - Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengelolaan dan Pengawasan Ketat di Area Reklamasi

20 November 2015   15:07 Diperbarui: 20 November 2015   15:22 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Suksesi Alami di Lahan Reklamasi PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah) "][/caption]

Kegiatan operasional PT Freeport Indonesia menghasilkan dua dampak penting, yaitu penempatan batuan penutup yang dihasilkan dalam pengambilan batuan bijih di Grasberg dan SIRSAT. SIRSAT adalah singkatan dari Pasir Sisa Tambang yang dihasilkan dalam proses pengolahan batuan bijih menjadi konsentrat. Sirsat dihasilkan dalam jumlah yang besar karena hanya 3% dari proses produksi yang menjadi konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak.

Sementara sisanya 97% dari batuan bijih yang diproses akan menjadi sirsat dan dialirkan ke dataran rendah melalui sungai untuk diendapkan dan dikelola di dataran rendah. Jadi, Sirsat adalah sisa gerusan batuan bijih setelah mineral tembaga, emas, dan perak diambil dalam bentuk konsentrat pada proses pengapungan di pabrik pengolahan.

Sirsat yang diproduksi setelah konsentrat diambil lalu disalurkan melalui sungai Aghawagon pada ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut (mdpl) menuju dataran rendah. Pada ketinggian 500 mdpl, sungai Aghawagon bertemu dengan sungai Otomona yang kemudian akan mengalirkan ke daerah yang lebih rendah lagi. Setelah itu prosesnya akan diendapkan pada kawasan seluas 23.000 hektar. Daerah ini kemudian disebut sebagai Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA). Di kawasan ini, Sirsat dikelola dengan cara membangun tanggul di sebelah timur atau tanggul timur sepanjang 58 Km dan sebelah barat atau tanggul barat sejauh 60 km.

Pengawasan Lingkungan

[caption caption="Laboratorium Lingkungan PT Freeport Indonesia (Iden Wildensyah)"]

[/caption]Ketatnya pengawasan lingkungan untuk meminimalisir dampak dari tailing ini dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dengan seksama. Laboratorium lingkungan yang memadai di Mimika selalu melakukan kontrol lingkungan secara rutin setiap hari dari mulai hulu sampai hilir. Pengambilan sampel pada beberapa titik-titik dilakukan setiap hari. Di sungai Ajkwa, sampel itu kemudian diteliti kandungan logam berat dan kandungan lainnya. Kontrol yang ketat ini ini untuk mencegah adanya korban dari limbah tailing yang ada di sungai.

Pengelolaan SIRSAT

Bukan hanya pengambilan sampel pada air dari sungai Ajkwa, para laboran yang bertugas di laboratorium lingkungan yang dibangun secara khusus oleh perusahaan juga tanggap terhadap laporan masyarakat. Misalnya jika mendengar ada ikan-ikan mati di sekitar lokasi pengambilan sampel, maka petugas akan secepat kilat merespon. Setelah sampel diambil, mereka akan lakukan penelitian secara terpadu di laboratorium.

Dalam perkembangannya, laboratorium yang sudah mendapat sertifikat dari berbagai lembaga sertifikasi di Indonesia ini terus menerus menambah peralatannya dengan peralatan yang semakin canggih dan akurat. Semua dilakukan untuk melakukan pengawasan yang ketat pada lingkungan agar tidak terjadi dampak yang buruk bagi ekosistem setempat termasuk dampaknya pada manusia.

Di pulau Jawa, SIRSAT banyak digunakan untuk berbagai macam kebutuhan konstruksi bangunan. Ketersediaan yang melimpah di Papua seharusnya menjadi potensi yang baik untuk pembangunan konstruksi di pulau tersebut. Misalnya untuk pengeras jalan, campuran adukan beton, dan bahan konstruksi lainnya seperti membuat batu bata. Lahan sirsat di lokasi reklamasi ternyata juga mengalami pemulihan melalui proses suksesi alami primer. Rumput Phragmites Karka merupakan tumbuhan pioneer yang mengawali proses suksesi alami dan sampai saat ini sudah memulai pembentukan hutan sekunder.

Keanekaragaman hayati di kawasan reklamasi lahan bekas tailing ini meningkat seiring dengan perkembangan proses suksesi alami. Dari data yang dicatat oleh Departemen Lingkungan berdasarkan studi UNIPA, sebanyak 506 spesies tumbuhan diidentifikasi hadir secara alami dalam kawasan tersebut sehingga mengundang 117 spesies burung, 42 spesies herpeto-fauna, 93 spesies  kupu-kupu dan 10 spesies mamalia.

Nah, dari data tersebut spesies yang tumbuh dan berkembang akan terus bertambah jumlahnya seiring dengan perkembangan proses suksesi alami. Semoga saja perhitungan yang semakin positif tersebut menjadi berita yang menggembirakan untuk pemulihan lahan di tempat lainnya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun