Mohon tunggu...
Iden Wildensyahâ„¢
Iden Wildensyahâ„¢ Mohon Tunggu... Administrasi - Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Selanjutnya

Tutup

Nature featured

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dalam Konsep Pembangunan Berkelanjutan

6 November 2015   18:33 Diperbarui: 11 Januari 2022   06:01 3130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (envato elements)

Pembangunan ekonomi di beberapa negara telah berhasil menaikan taraf hidup masyarakat pada umumnya. Ilmu ekonomi dengan rangkaian teori yang dilahirkan telah memainkan peranan penting dalam membentuk alur pemikiran dan intuisi para perencana ekonomi.

Namun bersamaan dengan kemajuan ekonomi timbul beberapa masalah dan dampak lingkungan hidup. Sumberdaya yang semakin menipis dan munculnya berbagai jenis pencemaran mulai dianggap menghambat kemajuan ekonomi.

Lingkungan hidup berkaitan erat dengan kegiatan ekonomi dibidang produksi, konsumsi dan distribusi. Seiring dengan hal itu maka terjadi kekuatiran bahwa kualitas dan kuantitas sumberdaya menurun akibat kegiatan ekonomi yang dikhawatirkan dapat mengancam kelangsungan kemajuan ekonomi pada tahap berikutnya.

Maka dibutuhkan perangkat tolak ukur untung rugi dari berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan. Memperhitungkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh langkah perlindungan dan pengendalian juga merupakan bagian penting dari kajian untuk pengembangan suatu proyek.

Jadi masalah lingkungan dan penggunaan sumberdaya alam sudah sepatutnya dipandang lebih sebagai persoalan ilmu ekonomi daripada persoalan moral.

Kriteria Dasar Ekonomi

Pertama, kepuasan (utility). Konsep pareto optimum mengatakan bahwa sementara orang ingin mencapai kepuasan sebesar-besarnya, kondisi yang tercapai harus menunjukan bahwa memberikan manfaat pada satu orang atau kelompok masyarakat tanpa merugikan orang lain.

Kedua, produktivitas, konsep ini mirip dengan konsep kepuasan; keduanya menyangkut suatu tingkat maksimum yang hendak dicapai masyarakat. Namun, konsep produktivitas memusatkan  perhatian pada hasil yang diukur (kardinal), yakni barang dan jasa, termasuk mutu lingkungan. Hubungan antara efisiensi dalam konsep produktivitas dan pareto-optimum memang tidak sederhana. 

Jika setiap orang ingin segalanya dalam jumlah yang banyak, suatu perekonomian tidak dapat berjalan secara pareto-optimal kecuali jika benar-benar efisien dalam melakukan produksi. Kita tidak akan bisa memilih antara dua titik pada garis kemungkinan produksi kecuali jika ada tolok ukur nilai maksimum barang dan jasa yang dihasilkan suatu masyarakat (misalnya produk domestik bruto, PDB menurut harga pasar tertentu)

Ketiga, dalam dua kriteria yang dibahas sejauh ini, soal pemerataan atau distribusi tidak dibahas secara eksplisit, jika kita amati secara mendalam, dalam proses pengambilan keputusan ekonomi yang menyangkut masalah lingkungan, persoalan alokasi biaya perlindungan dan distribusi manfaat bagi beberapa kelompok masyarakat yang berbeda akan selalu muncul. Pada umumnya, menghitung dan menentukan alokasi biaya tidak terlalu sulit dibandingkan dengan memperkirakan besaran serta distribusi manfaat.

Ekonomi Pencemaran

Ilmu ekonomi telah mempunyai beberapa konsep dan peralatan analisis untuk mendekati persoalan polusi. Salahsatu yang dikenal adalah analisis manfaat-biaya dimana konsep compensating variation (CV) danequivalent variation (EV) biasanya dibicarakan melalui topik yang menyangkut surplus konsumen (CS).

Dalam ilmu ekonomi, konsep tentang harga bayangan (shadow price) dan eksternalitas juga sangat relevan untuk analisis manfaat-biaya suatu masalah polusi. Harga bayangan diperlukan untuk mengatasi keadaan dimana harga pasar tidak dapat diperoleh.

Seringkali dijumpai kesulitan untuk mengukur eksternalitas, baik kerugian eksternalitas, misalnya kerusakan lingkungan seperti polusi air, polusi zat kimia dan polusi udara yang ditimbulkan oleh suatu proyek, maupun keuntungan eksternal seperti misalnya akses terhadap pemandangan alam dan mutu pelayanan yang meningkat karena adanya suatu proyek.

Optimisasi dalam Ekonomi Sumberdaya

Pengikisan sumberdaya sering diinterpretasikan secara sederhana bahwa perekonomian akan kehabisan sumberdaya, terutama sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (Non renewable) dan bila hal ini berlangsung maka akan terjadi bencana bagi kemakmuran manusia. Pemikiran yang sederhana ini bukan saja tidak tepat tetapi juga akan menghambat usaha pembangunan dan pertumbuhan ekonomi termasuk pola yang mengikuti konsep pembangunan berkelanjutan.

Dalam ilmu ekonomi tersedia alat analisis untuk mengatasi masalah semacam ini. Pertanyaan relevan yang menyangkut trade off antarwaktu-antargenerasi ialah: apakah mungkin suatu pola pengikisan yang dianggap efisien dari kacamata generasi sekarang dapat menyisakan sumberdaya sedikit atau bahkan tidak sama sekali untuk generasi yang akan datang?

Perlu dicatat bahwa mengoptimalkan tingkat pengikisan sumberdaya juga berarti memaksimumkan present value (PV) sumberdaya tersebut. Dalam terminologi ekonomi, pemecahan masalah semacam ini umumnya menyangkut perhitungan social discounting rate (SDR). SDR ini perlu hitung dalam menentukan penggunaan sumberdaya alam secara optimal.

Menurut Solow dalam kerangka model dua faktor mengatakan bahwa tingkat konsumsi yang bisa dipertahankan sampai waktu tak terhingga dapat dicapai bila salah satu dari kondisi berikut dipenuhi: (1) elastisitas substitusi antara sumberdaya dengan modal lebih besar dari satu (sangat elastis). (2) elastisitas tersebut sebesar satu namun kontribusi modal lebih besar dari kontribusi sumberdaya; (3) apabila terjadi perubahan teknologi.

Untuk kasus sumberdaya yang renewable (dapat diperbaharui) asumsi awal yang dipakai adalah kaidah pertumbuhan alami (natural growth law). Lingkungan hidup memiliki suatu ambang batas dalam jumlah stok atau populasi yang dapat ditunjang. Bila jumlah stok mendekati ambang batas tersebut, pertumbuhan akan melambat dan akhirnya berhenti. Batas ini akan dicapai bila penggunaan stok sumberdaya tidak lagi akan menghasilkan pertumbuhan, atau bila penggunaan stok secara kumulatif mendekati tingkat maksimum.

Konsep Kelangkaan Sumberdaya

Dari berbagai studi tentang kelangkaan sumber mineral belum dipastikan apakah sumberdaya di bumi secara ekonomis memang langka. Perbaikan pada beberapa faktor berikut akan mempengaruhi hasil penemuan diatas: perubahan teknologi, penyempurnaan proses produksi dan transportasi, penemuan deposit baru, skala ekonomi, dan faktor substitusi. Dua kasus energi (1974 dan 1979) cenderung mengukuhkan pendapata bahwa sumberdaya di bumi ini makin langka.

Dalam diagram titik A mendekat dimana basis sumberdaya akan menciut, oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa para ahli secara terus menerus aktif mencari substitusi sumberdaya, mencoba menemukan proses produksi yang hemat sumbedaya dan melihat kemungkinan hasil substitusi hasil, yang berarti akan lebih banyak jumlah produksi dan konsumsi barang dan jasa yang berciri hemat sumberdaya.

Simpulan

Hanya dengan sedikit pengecualian, ekonom cenderung memperlakukan degradasi lingkungan sebagai kegagalan pasar (market failure). Bagi ekonom semacam ini fungsi lingkungan adalah untuk memasok barang alami seperti keindahan lanskap, menyediakan sumberdaya alam yang diperlukan untuk menghasilkan barang ekonomi atau memasok tempat sampah bagi pembuangan produk sampingan dari limbah hasil kegiatan ekonomi Sampai batas tertentu bahkan konsep dan peralatan analisis ilmu ekonomi mampu membantu menemukan solusi dari setiap persoalan.

Mengabaikan faktor lingkungan akan menimbulkan suatu bencana terutama dilihat dari sudut konsep pembangunan berkelanjutan. Studi multidisiplin secara kolaboratif (dengan ilmuwan dari disiplin lain) jelas sangat diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun