Mohon tunggu...
Iden Wildensyahâ„¢
Iden Wildensyahâ„¢ Mohon Tunggu... Administrasi - Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Senang jalan-jalan, menulis lingkungan, dan sesekali menulis ide yang muncul tentang pendidikan kreatif. Temui saya juga di http://www.iden.web.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dinamika Kantin

17 Mei 2011   06:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:33 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_110983" align="aligncenter" width="300" caption="Minimal Impact Man (iden wildensyah)"][/caption] Banyak ide-ide segar lahir dari obrolan ringan di Kantin. Itulah yang saya tangkap selama ngampus di Setiabudi 207 Bandung. Ide-ide segar yang kemudian mewujud karya atau juga kegiatan. Kantin sedianya adalah tempat makan minum dan ngemil makanan ringan. Tetapi bagi beberapa orang yang kreatif, keberadaan kantin bisa menjadi tempat berkumpulnya ide-ide segar. Ketiadaan kantin tentu saja sangat disayangkan, ketiadaan kantin berarti meniadakan proses bertukar pikiran, brainstroming, dan keakraban. Bagi beberapa mahasiswa termasuk didalamnya saya, kantin menjadi penolong saat kondisi kritis. Kedekatan emosi serta faktor kepercayaan yang terus dipupuk memungkinkan saya untuk kasbon alias ngutang. Yah saya pun melakukan ini karena senior-senior melakukannya lebih dulu hehehe. Tapi jangan berpikir negatif dulu tentang fenomena ngutang ini. Kata salahsatu senior saya, ngutang adalah indikator diri kita dipercaya orang lain. Jika kita ngutang berarti ada tanggungjawab untuk mengembalikan atau membayar tepat waktu. Kalau ingin menjadi orang terpercaya, cobalah memenej keuangan. Test case dengan ngutang. Kalau dasarnya anda tidak percaya orang lain, jangan sekali-kali ngutang di kantin. Percayalah baladnya pedagang di kantin tersebut itu banyak, mahasiswa kreatif yang sering nongkrong di kantin salah satunya. Salah satu pedagang di kantin yang saya ingat sampai adalah Pak Didin. Belakangan saya mengetahui Pak Didin sudah lama tidak di kantin kampus lagi, beliau sudah membuka sendiri di salah satu tempat di Bandung. Kantin lama sudah tergusur, sempat berpindah-pindah dan terjadi konflik kepentingan antara banyak pihak yang berkepentingan. Satu persatu senior kreatif menghilang seiring keharusan lulus dan pergi meninggalkan kampus. Kemudian generasi berganti, teknologi merajai. Kantin tempat berkumpul para penggagas ide besar kini kalah bersaing dengan tongkrongan facebook. Sejak meninggalkan kampus, nyaris saya belum pernah merasakan kembali suasana bertukar ide dan gagasan dalam sebuah meja sederhana. Kesibukan demi kesibukan menenggelamkan semuanya. Tidak ada lagi keceriaan serta bincang-bincang akrab di sebuah kantin. Kantin Sekarang Setelah lama tidak merasakan suasana keakraban di sebuah kantin, saya kini menemukan kembali keakraban dan diskusi ide-ide segar kembali. Di sebuah ruangan di sebelah kantor Rumah Belajar Semi Palar saya merasakan kembali kejayaan kantin. Tidak ada penjaga kantin, yang ada beberapa buah kotak untuk menyimpan uang. Pembeli tinggal ambil makanan ringan atau minuman selanjut uang disimpan di tempat yang disediakan. Kantin ini menuntut dan mengajarkan kejujuran. Bukan hanya itu, setiap siang bahkan sampai menjelang sore, sering terjadi proses pertukaran ide-ide segar yang dulu pernah saya rasakan. Candaan-candaan menyegarkan yang membuat suasana semakin riang serta dinamika-dinamika harian yang bisa cair di sebuah meja. Tema-tema sederhana dari mulai cuaca, anak-anak, sekolah, gerakan lingkungan, sampai filsafat kadang muncul dari perbincangan di kantin tersebut. Tidak salah jika saya menemukan gairah berkantin ria seperti dulu. Seperti menemukan kantin lama yang. Selain tentunya makanan yang selalu berbeda setiap harinya dan aftertaste. Aftertaste... Sudahlah, nanti saya catat bagaimana sebuah aftertaste bisa menjadi dinamika sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun