Mohon tunggu...
Wilda Ummi Choiriyah
Wilda Ummi Choiriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

GAM: Mengkaji Eksistensinya dari Zaman ke Zaman

21 Desember 2022   11:41 Diperbarui: 21 Desember 2022   14:02 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://upload.wikimedia.org/

Gerakan Aceh Merdeka atau yang lebih dikenal dengan sebutan GAM didirikan pada 4 Desember 1976 hingga 27 Desember 2005. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan gerakan separatisme yang bersenjata dengan tujuannya yaitu melepaskan Aceh dari Indonesia. Konflik ini terjadi karena terdapat perbedaan tujuan antara pemerintah di Indonesia dengan GAM itu sendiri. 

Pada tahun 1977 merupakan pertama kalinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mengibarkan bendera perang dengan dilakukannya gerilya, namun hal itu dibatalkan karena pemerintah pusat melakukan penetralan. Kemudian pada tahun 1989 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mulai melaksanakan kegiatan baru seperti mengeluarkan 1.000 tentara yang mana tentara tersebut didukung oleh Libya dan Iran. Dengan adanya hal ini tentu saja menunjukkan bahwa Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sudah terencana dengan baik. 

Lalu dengan adanya ancaman tersebut membuat Aceh dinyatakan sebagai Daerah Operasi Militer Khusus. Masyarakat yang diduga menerima anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tidak segan untuk dibakar dan anggota keluarga terduga juga dapat disiksa ataupun diculik. Selama adanya Daerah Operasi Militer Khusus (DOM) ini beroperasi, terhitung sudah terdapat kurang lebih 7.000 pelanggaran HAM yang terjadi. 

Pada tahun 1998 ketika Presiden BJ Habibie menjabat sebagai Presiden, beliau mengambil pasukan dari Aceh dan mempersilahkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk menghidupkan kembali organisasinya. Namun sangat disayangkan pada tahun 1999 tingkat kekerasan melonjak dengan dibarengi dengan adanya pemberontakan kepada pemerintah dan masyarakat Jawa serta adanya penyelundupan senjata dari Thailand oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 

Pada tahun 2002 pasukan mikiter dan polisi yang ada di Aceh berkembang menjadi kurang lebih 30.000 dan pada tahun 2003 naik menjadi 50.000. Karena peristiwa kekerasan yang dilakukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) membuat banyak warga sipil yang terkena dampaknya. Untuk mengatasinya, pemerintah melancarkan serangan besar-besaran di Aceh pada tahun 2003. Kemudian pada Desember 2004 terjadi gempa bumi dan tsunami yang menimpa Aceh yang mengakibatkan setiap pihak yang bermasalah kembali kepada meja perundingan. Pada 15 Agustus 2005 selesailah pertikaian yang ditandai dengan ditandatanganinya kesepakatan damai dan pada 27 Desember 2005 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) secara resmi telah dibubarkan.

Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dapat bertahan lama di Aceh disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya.

Faktor pertama, jaringan GAM yang kuat. Anggota GAM terdiri dari anggota pemberontakan Darul Islam beserta anak-anaknya. Hubungan kekerabatan yang dimiliki GAM sangatlah penting untuk memperkuat solidaritas mereka. Konstituen GAM seringkali merupakan penduduk masyarakat pedesaan yang semua orang tahu dan kenal dekat satu sama lain. Hubungan yang erat ini memungkinkan kesinambungan dan resistensi tinggi terhadap infiltrasi intelijen negara. 

Lalu, kuatnya ketahanan GAM terletak pada strukturnya yang seperti sel pada level yang lebih rendah. Komandan mereka hanya mengetahui identitas rekan-rekan yang mempunyai jabatan langsung diatas mereka. Struktur GAM yang seperti itu membuat GAM bertahan sebagai sebuah organisasi meskipun terdapat banyak tekanan dari aparat keamanan Indonesia.

Faktor kedua, militer Indonesia melakukan pelanggaran HAM. Disebutkan oleh Robinson bahwa militer Indonesia menggunakan cara teror dalam aksi kontra-pemberontakan melawan GAM yang terjadi pada pertengahan 1990. Hal tersebut tentu membuat dukungan dari masyarakat Aceh makin meluas dan menjadi lebih simpatik serta mendukung GAM.

Metode militer yang dilakukan Indonesia malah meningkatkan kekerasan, mengganggu masyarakat Aceh dari segi jasmani maupun rohani. Ada pula hal-hal yang dilakukan oleh militer Indonesia yakni penangkapan secara sewenang-wenang, penahanan di luar legalitas, pemerkosaan, eksekusi, dan pembumi-hangusan. Bahkan, ada pula pembuangan publik mayat-mayat korban eksekusi yang dilakukan agar orang Aceh tidak bergabung dalam GAM.

Faktor ketiga, militer Indonesia mempunyai kepentingan di Aceh. Penasihat informasi pimpinan GAM, Damien Kingsbury menyatakan bahwa militer Indonesia mempunyai kepentingan di Aceh, sehingga mereka menjaga konflik agar terus ada dan terjadi di tingkat yang membenarkan kehadiran mereka di Aceh. Kingsbury juga menyatakan beberapa dugaan usaha yang dilakukan oleh militer Indonesia di Aceh: 

(1) Obat terlarang, pasukan keamanan mempengaruhi petani lokal Aceh untuk menanam ganja dan membayar mereka dengan harga yang jauh di bawah nilai pasar gelap. Hal ini diperkuat dengan kasus seorang pilot yang mengangkut 40kg ganja untuk atasannya, yakni kepala polisi Aceh Besar; 

(2) Senjata ilegal, hal ini dibuktikan dengan pengakuan pemimpin GAM bahwa senjata mereka dibeli dari oknum militer Indonesia. Awalnya, personel militer tersebut melaporkan bahwa senjata tersebut merupakan hasil sitaan, lalu oknum militer yang mempunyai otoritas akses menyuplai GAM dengan senjata dan amunisi; 

(3) Pembalakan liar, perusahaan penebangan menyuap oknum militer dan polisi untuk membiarkan kegiatan penebangan. Hal ini juga diketahui oleh Uni Eropa yang pada saat itu mendanai Proyek Pembangunan Leuser; 

(4) Perlindungan liar, yakni oknum militer Indonesia mengesktrak pembayaran besar dari perusahaan di industri minyak, gas, serta perusahaan perkebunan di Aceh; 

(5) Perikanan, nelayan Aceh dipaksa untuk menjual ikan dengan harga yang murah dan dibawah harga pasar, kemudian oknum militer tersebut menjual kembali ikan-ikan tersebut dengan harga yang jauh lebih tinggi; 

(6) Kopi, sama nasibnya dengan nelayan, penanam kopi juga dipaksa untuk menjual kopi dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasar agar oknum militer dapat menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun