Mohon tunggu...
Wildatul Muawanah
Wildatul Muawanah Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis

Indahnya berbagi perspektif melalui beragam cara, selain menyampaikan kita juga perlu berani menyuarakan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tidak Ada Alasan untuk Pelaku KDRT

7 Oktober 2024   17:04 Diperbarui: 7 Oktober 2024   17:10 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan akan tetap salah dalam sudut pandang apapun. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi setiap penghuninya, kini beberapa harus mengalami tindakan kriminal bahkan dari orang yang paling dekat dengannya. Kisah ini semakin nyata ada di sekitar kita. 

Bentuk kekerasan ini dilakukan dengan atau tanpa alasan, tetap tidak akan ada pembenaran untuk pelaku. Perempuan, yang di sini selalu menjadi satu-satunya korban KDRT sudah saatnya kita bantu lindungi bukan justru dihakimi. Beberapa akan mempertanyakan alasan di balik kekerasan ini terjadi, tapi bukan lantas menjadikan korban sebagai objek yang pantas mendapatkan kekerasan. 

Jika bentuk kasih sayang tertinggi adalah mencintai, maka bentuk paling rendah dalam mencintai adalah tidak menyakiti pasangan kita sendiri. Bentuk menghargai pasangan, yang tidak hanya dengan memberikan rasa "nyaman" melainkan juga rasa "aman". Tapi ini tidak berlaku bagi perempuan yang terjerat dalam hubungan yang tidak sehat, seperti korban KDRT. 

Secara hukum, pelaku KDRT terjerat pidana sekian tahun. Tapi bagi korban, seumur hidupnya tidak akan cukup untuk mengembalikan kesehatan mentalnya, memulihkan rasa percaya dirinya, menghilangkan traumanya, mempercayai orang di sekitarnya. Mungkin, bagi kita yang hanya bisa melihat dari luar, luka secara fisik itu yang kita pahami. Luka lebam, memar, darah, dan sebatas itu yang bisa kita lihat dari mata kita. Tapi jauh dari itu, betapa besarnya luka yang sudah tergores di dalam diri seorang korban KDRT.  Betapa mereka sudah berkali-kali berusaha memaafkan dirinya sendiri untuk tetap bertahan hidup. Kita tidak pernah tahu, sekeras apa mereka menjalani hari dalam kehidupannya.

Mungkin, beberapa berhasil memaafkan pelaku KDRT dengan harapan mereka akan berubah lebih baik. Meskipun kita semua tahu, KDRT bagian dari perilaku yang dilakukan berulang kali. Memang tidak ada yang salah dalam memaafkan, akan tetapi bukan juga sebagai alasan untuk kembali dengan orang yang sama. 

Sekali lagi, alasan apapun tidak dapat membenarkan pelaku KDRT. 

Bagaimana jika istri (korban) juga seorang ibu? Bagaimana jika seorang anak ikut memperhatikan kejadian itu? Bagaimana mental anak yang melihat ibunya disakiti oleh ayah kandungnya sendiri? Bagaimana dengan masa depan anak tersebut? apalagi jika akibat dari KDRT ini sampai merenggang nyawa perempuan.

Perempuan hari ini harus memiliki keberanian, sebagai korban harus berani speak up, dan sebagai perempuan yang memiliki rasa empati, kita harus melindungi dan menjadi tempat yang memberikan rasa aman bagi setiap perempuan lainnya. Mereka butuh teman yang tepat agar terputus dari kekerasan yang menjeratnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun