Mohon tunggu...
wilda ramadinta
wilda ramadinta Mohon Tunggu... Mahasiswa - seorang mahasiswi

saya sangat menyukai kegiatan alam seperti pergi ke pantai, saya juga suka mendengarkan podcast maupun musik😄

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tunadaksa Curi Perhatian karena Lolos Seleksi Calon Polwan

11 Oktober 2024   18:42 Diperbarui: 19 November 2024   11:10 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fatia Nur Azzara (22) menceritakan bahwa dirinya sudah difabel sejak lahir. Sewaktu menduduki bangku Sekolah Dasar (SD) ia kerap mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari teman nya, Fatia sering sekali mengalami perundungan atau .

"Waktu SD saya mengalami bullying dikarenakan saya tidak bisa bermain olahraga bola voli - pembullyan verbal. Saya cuma bisa menangis dan kasih tahu orang tua kalau saya itu kenapa di bully sama teman?", Ujar Fatia kelada wartawan Sepolwan RI, Ciputat, Jakarta Selatan, Kamis (19/9/2024).

"Ayah dan ibu bilang kalau saya itu istimewa, tidak boleh minder dan malu, dan harus bisa membuktiman kalau bisa," sambungnya.

Wanita asli Bangka Belitung ini menjelaskan bahwa didikan orang tua dapat membentuk dirinya menjadi perempuan yang mandiri dan kuat. Contoh, meskipun Fatia memiliki kekurangan namun dia bersekolah di umum.

"Saya difabel dari lahir. Saya disekolahkan di sekolah reguler. Saya di SD Islam terpadu, dan SMP-SMA di negeri. Saya kuliah merantau ke Jogja di UII Fakultas Psikologi," ujar Fatia.

Fatia menyampaikan kepada sang ayah agar mengajaknya ke luar rumah hanya sekedar bermain, hingga mengajarkan nya tentang kemandirian. Ayah Fatia juga memberikan dukungan dan mendorong Fatia untuk berani merantau.

Ayah selalu memberikan gambaran terkait perantauan. Ayah bilang, "Merantau akan membuat kamu lebih berkembang."
Fatia mengungkapkan sang ayah pernah mengajaknya dari Bangka merantau ke Jambi. Fatia menyebut ajaran ayah membuat dirinya menemukan banyak hal untuk mandiri dan hidup setara meski kondisi fisiknya disabilitas.

"Sejak SMA saya pernah ikut ayah kuliah S2 di Jambi, Unja. Ayah memberikan gambaran soal kehidupan di perantauan. Alhamdulillahnya sampai saat ini saya merasa banyak hal yang membuat saya mandiri selama merantau," terang Fatia.

Fatia lulus dengan nilai sangat memuaskan yakni cumlaude. "(IPK-nya) 3,56, kuliah 3 tahun 8 bulan," lanjut Fatia.

Fatia mengaku sangat senang saat tahu Polri membuka penerimaan anggota lewat jalur disabilitas. Sulung dari dua bersaudara ini lalu menyampaikan ke orang tuanya soal keinginan menjadi polwan.

"Dari kecil saya ingin jadi polisi, tapi saya sadar diri karena kondisi saya tidak mungkin diterima. Saya cari tahu sendiri (soal penerimaan jalur disabilitas) di Instagram. Awalnya orang- orang yang kenal saya tidak sangka saya mau jadi polisi, karena yang orang-orang tahu saya mau ambil S2," cerita Fatia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun