Artikel ini dibuat tidak lain dan tidak bukan adalah karena pengalaman yang dialami oleh penulis sendiri tentang mitos popok bayi yang tidak boleh dibakar karena akan menyebabkan luka (korengan) pada bayi. Saat itu penulis dilarang keras membuang sampah di tempat sampah karena khawatir akan ikut terbakar bersama dengan sampah saat proses daur ulang.
Justru penulis dianjurkan membuang popok bekas pakai tersebut ke sungai saja agar bayi menjadi adem dan nyaman. Ternyata mitos ini berlaku hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tentu itu sangat bertentangan dengan pengetahuan yang dimiliki penulis.
Menurut penulis mitos tentang popok bayi justru menjadi penyumbang banjir terbesar kedua setelah alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman atau semakin berkurangnya area resapan air. Yang kedua Popok sekali pakai jika dibuang ke sungai akan menumpuk dan menyumbat aliran air terjadi pendangkalan sungai. Maka saat curah hujan tinggi sungai tidak bisa menampung air sehingga air tumpah ke rumah-rumah penduduk.
Selain itu popok bayi sekali pakai mengandung bahan kimia, seperti polypropylene, untuk lapisan dalam yang menyentuh kulit anak. popok sekali pakai juga menggunakan bahan untuk kertas serta polimer penyerap super, yang dapat menyerap urine dalam jumlah banyak, Bahan tersebut mengandung senyawa kimia Super Absorbent Polymer (SAP) yang berbahaya bagi lingkungan dianggap penyumbang bibit penyakit jika dibuang sembarangan.
Menurut laporan Mongabay, popok sekali pakai menjadi penyumbang sampah terbanyak kedua di laut, yakni 21% menurut riset Bank Dunia pada 2017. Bayangkan jika dalam satu kabupaten atau kota terdapat 1000 bayi dan balita kemudian kalkulasikan dengan 514 jumlah kabupaten dan kota di Indonesia dikalikan minimal 2 (perhitungan dikalikan 2 diambil dari minimal pemakaian popok bayi dalam satu hari 2x) maka berapa jumlah popok sekali pakai yang menumpuk dan sengaja dibuang ke sungai?
Mari kita hitung bersama analisis sangat minimal dari penulis 1000x514 = 514.000x 2 = 1.028.000 setiap harinya. sangat fantastis bukan? ini baru perhitungan minimal mengingat banyak yang menggunakan popok sekali pakai lebih dari 2 pcs dalam satu harinya, bahkan cukup banyak juga para lansia yang menggunakan popok sekali pakai dalam versi dewasa.
Kemudian kita bandingkan dengan perhitungan berdasarkan jumlah bayi yang pernah ditelusuri oleh Viva Budi Kusnandar. Berdasarkan proyeksi penduduk 2015-2045 hasil Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 269,6 juta jiwa pada 2020. Angka tersebut terdiri atas 135,34 juta jiwa laki-laki dan 134,27 jiwa perempuan diantaranya Sebanyak 66,07 juta jiwa masuk kategori usia belum produktif (0-4 tahun).
Proyeksi penduduk kategori usia belum produktif (0-4 tahun) bisa dipastikan hampir keseluruhannya pengguna aktif popok sekali pakai, pantas saja menurut hasil wawancara yang dilakukan oleh Nindias Nur Khalika kepada Prigi Arisandi, Direktur LSM Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) mengatakan sampah popok juga menjadi persoalan sungai-sungai yang terletak di pulau Jawa. Ia menjelaskan bahwa sampah popok ditemukan di sungai besar seperti Kali Brantas, Bengawan Solo, Citarum, dan Progo. Di Sungai Brantas, Ecoton memperkirakan sebanyak 3 juta popok sekali pakai dibuang warga ke kali setiap hari.
Fakta di atas 3 juta popok dibuang ke sungai baru dari satu daerah saja bagaimana jika 514 kabupaten dan kota memiliki puluhan sungai yang aktif menjadi pembuangan bekas popok tersebut? Kalkulasikan menjadi 514x10 sungai aktif menjadi pembuangan sampah bekas popok dikalikan 3 juta bekas popok setiap harinya terakhir dikali 30 hari dalam satu bulan dikalikan 12 dalam satu tahun dan dikalikan 10 dalam 10 tahun = 514x10x3.000.000x30x12x10 hasilnya akan membuat kita tercengang, terhitung mulai hari ini 2021-2031 berapa jumlah sampah popok yang akan tumpah ruah ke sungai kita? Bagaimana nasib kita sepuluh tahun ke depan?
Jadi bisa dibayangkan popok sekali pakai yang tidak terurai dalam 250-500 tahun ini terus menumpuk dan dibuang ke sungai karena kepercayaan masyarakat yang belum kunjung berubah maka akan menjadi apa lingkungan kita kelak saat musim penghujan tiba?
Solusi apa yang bisa kita lakukan mulai hari ini?