Sejak wabah virus corona sudah menyebar ke seantero wilayah Indonesia, kita sebagai masyarakat khususnya pemerintah langsung bertindak mengambil sebuah sikap untuk bersama sama memutuskan mata rantai penyebaran dari virus corona.
Tindak lanjut pemerintah dalam mengambil sikap tersebut adalah dengan membuat suatu kebijakan yang bernama "Pembatasan Sosial Berskala Besar" atau disingkat (PSBB).
Selain itu, pemerintah memberikan imbauan kepada seluruh masyarakat agar tetap berada di rumah saja, kontinuitas dalam mencuci tangan dan menggunakan masker jika hendak keluar rumah untuk hal hal yang sekiranya urgen.
Dari kebijakan dan imbauan tersebut, segala tempat yang tadinya ramai: Mulai dari sebagian besar perusahaan, toko, kedai, stasiun, bandara, pasar, jalan raya dan lain sebagainya. Namun pada masa pandemi ini menjadi sepi dan tutup untuk sementara waktu.
Tidak terkecuali tempat ibadah, salah satunya masjid. Ya, masjid adalah tempat ibadah orang Islam, yang pada masa pandemi ini di non aktifkan (tidak ada kegiatan ibadah di masjid) sementara waktu agar mencegah terjadinya penyebaran dari virus corona.
Di sisi lain, ada sebagian masyarakat yang memberikan respon penolakan terhadap tidak adanya kegiatan ibadah di masjid ini dengan dalih hukum Islam (fikih) salat berjemaah adalah fardu kifayah, ya minimal ada yang mewakilkan untuk salat berjemaah di masjid.
Ada juga yang berdalih mengenai salat jumat. Kalau ibadah jemaah di masjid di non aktifkan maka kita sudah kafir lantaran akan tidak melakukan ibadah salat jumat selama tiga kali berturut turut (memang ada hadisnya).
Tentunya masih banyak dalih yang mereka lontarkan agar masjid dapat tetap aktif dalam rutinitas ibadah bagi umat muslim walau pada masa pandemi ini, apalagi saat ini memasuki bulan Ramadan yang notabenenya lumbung pahala.
Sampai ada masyarakat (yang memberikan respon penolakan) yang mencoba protes ke pengurus masjid dan melakukan pencopotan banner maklumat tentang Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) menghentikan sementara aktivitas majlis ta'lim yang ada dan berkegiatan di lingkungan masjid.
Tindakan masyarakat tersebut trending di sosial media, baik Twitter, Facebook ataupun Instagram. Ada yang menyebut kepada mereka (masyarakat yang melakukan pencopotan banner) "Islam garis keras" lah, "Islam radikal" dan masih banyak komentar komentar para netizen di sosial media yang sangat pedas.
Saya pribadi mengikuti informasi ini di sosial media, sampai ada salah satu tokoh cendekiawan muslim Indonesia yang menanggapi permasalahan yang telah trending tersebut.