Mohon tunggu...
M Wildan Munawar
M Wildan Munawar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 ilmu politik universitas Sains Al-Qur'an

Saya berasal dari Purbalingga Jawa tengah, saya kuliah di Universitas Sains Al Qur'an Wonosobo dan berdomisili di kota asri tersebut hobi saya berkumpul dengan teman-teman dan keluarga bermain sepakbola bermain PS, membaca berita berita politik terkini, tentu tidak bisa terlepas juga dari tontonan di media sosial seperti ILC, narasi tv, catatan demokrasi tvOne CNN dan lain lain.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presidential Threshold 20 Persen adalah Pengekangan

23 Oktober 2022   18:05 Diperbarui: 28 Oktober 2022   17:36 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih berbicara presidential Threshold 20%, kali penulis akan melihat dari perspektif yang berbeda. Yaitu presidential Threshold 20% merupakan sistem pengekangan dari partai politik peserta pemilu yang merupakan partai koalisi pemerintah. 

Sedangkan bagaimana nasib partai politik kecil ? Ya tentunya partai politik kecil tidak bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden karena Threshold 20% sangatlah besar dukungan politiknya. Selain itu juga hak partai politik peserta pemilu ini dihilangkan karena mereka terpaksa harus berkoalisi untuk dapat mencapai Threshold atau ambang batas pencalonan presiden. 

Banyak yang mengatakan bahwa presidential Threshold 20% ini adalah insentif bagi partai politik yang serius berpartai, akan tetapi hal ini justru berbanding terbalik karena presidential Threshold 20% menjadikan disc insentif bagi demokrasi. Karena partai politik peserta pemilu tidak bisa mencalonkan presidennya sendiri mereka harus berkoalisi dengan partai lain untuk mendapatkan tiket 20%. 

Padahal dalam konstitusi sendiri menyatakan yang berhak mencalonkan presiden adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, cukup itu clear banget didalam konstitusi. Jadi kalau ada tambahan pasal 222 ini itu adalah upaya untuk mengekang kebebasan partai politik peserta pemilu supaya tidak bisa mencalonkan presiden. 

Terlebih lagi sekarang sistem pemilunya serentak, Dimana hasil pemilu tahun sebelumnya digunakan untuk alat ukur persyaratan partai politik mencolokkan presiden. Hasil pemilu legislatif 2019 itu digunakan untuk pemilu 2024. Hal ini tentu menjadi tidak relevan, apakah ini adalah upaya untuk mengamankan posisi partai pemenang pemilu 2019 supaya bisa mencalonkan presiden 2024. Secara tidak langsung seperti itulah publik menilai politik Indonesia saat ini. 

Keputusan pemerintah dan DPR untuk melaksanakan pemilihan umum dilaksanakan secara serentak dengan Threshold 20% merupakan arogansi kekuasaan dan arogansi partai politik penguasa yang ingin terus memelihara arogansinya di Indonesia dengan caranya yang dianggap demokratis. Dimana kedaulatan rakyat apabila sistemnya masih seperti ini, kedaulatan partai politiklah yang ada pada hari ini. Dan untuk itu kajian literatur presidential Threshold ini masih menjadi perdebatan dan bahan diskusi yang belum kunjung usai. 

Demikian yang dapat penulis sampaikan kurang lebihnya mohon maaf, atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun