Mohon tunggu...
Wildan Hakim
Wildan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Arek Kediri Jatim. Alumni FISIP Komunikasi UNS Surakarta. Pernah menjadi wartawan di detikcom dan KBR 68H Jakarta. Menyelesaikan S2 Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia. Saat ini mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta dan Peneliti Senior di lembaga riset Motion Cipta Matrix.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merayakan Telolet

21 Desember 2016   22:03 Diperbarui: 22 Desember 2016   14:12 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Para netizen di tanah air sedang menikmati demam jenis baru; demam telolet. Puncak dari demam ini begitu kencang terasa pada Selasa (21/12/2016). Lini masa (time line) media sosial baik Facebook maupun Twitter bertabur aneka rupa tulisan maupun candaan seputar 'telolet'.

Tak cuma di FB dan Twitter, ruang grup di aplikasi Whatsapp juga dipenuhi pesan seputar telolet. Dengan cepat, telolet menjadi kosakata baru dan menjadi bagian integral lelucon di media sosial. Beragam hal bisa dikaitkan dengan si telolet ini. Postingan seputar politik misalnya, bisa saja ditutup dengan ujaran; "om telolet om".

Viral telolet ini muncul secara tetiba. Sebelumnya, netizen Indonesia sempat ramai dengan viral candaan ala Mukidi. Nama yang satu ini sontak menjadi tokoh lucu yang diingat dan diperbincangkan banyak orang. Koleksi guyonan lama yang tadinya tak menampilkan tokoh bernama Mukidi secara cepat didaur ulang dan menjadikan Mukidi sebagai tokoh utamanya.

Demam telolet berbeda dengan viralnya sosok Mukidi. Telolet hadir dari dunia nyata. Ini bermula dari kesukaan sejumlah anak-anak di jalur Pantura Jawa Tengah khususnya Jepara yang dengan setia menunggu bunyi klakson bus malam jurusan Jakarta. Saat melintas, sopir bus dengan senang hati memencet klakson yang bunyinya menyerupai 'telolet'.

Bunyi klakson tersebut rupanya diabadikan oleh anak-anak dengan handphone milik mereka. Rekaman gambar bus yang melintas berikut suara klaksonnya menjadi bukti otentik koleksi telolet yang sudah didapat. Kebiasaan unik ini rupanya sempat diberitakan media massa beberapa bulan silam.

Meski hanya diberitakan sesaat, kebiasaan memburu telolet terus berlangsung. Aktivitas nyata ini rupanya baru viral pada pekan ke-4 Desember 2016 ini. Tulisan "om telolet om" membanjiri lini masa media sosial. Demam telolet ini juga dibarengi dengan munculnya meme lucu yang mendeskripsikan perihal telolet.

Pendek kata, telolet menjadi bahasa baru pergaulan. Percakapan dan postingan akan menjadi lucu jika mengetikkan tulisan 'telolet'. Untuk sebuah kosakata baru, telolet sendiri sebenarnya belum punya makna khusus. Telolet hanyalah penyederhanaan atau simplifikasi penulisan dari bunyi klakson bus.

Bila pembaca sempat mencari video rekaman si telolet ini, ada beragam bunyi klakson bus yang berhasil direkam para penggemar. Situs berita www.tribunnews.com bahkan secara khusus menurunkan berita tentang 10 video telolet yang viral. Dari beragam bunyi klakson tersebut, entah bagaimana prosesnya, disepakati penulisan bunyinya menjadi 'telolet'.

Susunan huruf yang membentuk 'telolet' ini juga terbilang unik. Kalau dibaca dari depan maupun dari belakang, maka bunyinya konsisten 'telolet'. Boleh jadi ini kebetulan belaka. Namun di balik itu, konsesus penyebutan telolet tidak lepas dari bunyi asli klakson bus yang unik dan setelah dialihtuliskan bisa membentuk bunyi yang lucu; t - e - l - o - l - e - t.

Kelucuan bunyi ini berkontribusi terhadap kemudahan netizen untuk mengingat dan selanjutnya berbanding lurus dengan kecepatannya untuk bisa menjadi viral. Yang lucu-lucu memang berpotensi lebih besar untuk bisa menjadi viral. Di tengah kejenuhan hidup, kelucuan menjadi salah satu alternatif untuk menjaga keseimbangan pikir.

Telolet yang kini menjadi trending topic itu tidak ada urusan dengan politik atau pengalihan isu. Perburuan bunyi 'telolet' ini hanyalah aktivitas alternatif bagi sebagian anak-anak dan remaja Pantura.

Telolet juga bukan bagian dari pengalihan isu. Viral telolet yang terlihat saat ini tidak lepas dari faktor keunikan dan kelucuannya yang otentik. Anggap saja, telolet yang kini viral itu adalah digitalisasi dari hobi unik sebagian kecil warga di republik ini.

Ada yang menilai fenomena telolet ini absurd alias nggak jelas, namun berhasil memantik saraf tawa kita secara kolektif. Ini menandakan, isu 'telolet' bisa diterima dengan baik tanpa perlu desain kampanye yang bertahap dan terukur. 

"Om telolet om".

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun