Usai berdoa dan berfoto sekadarnya, cerita bersepeda kami dimulai. Ada dua orang marshall yang memandu rombongan. Satu di depan dan satu lagi di belakang untuk memastikan tak ada lagi anggota yang tercecer di belakang. Marshall adalah orang yang bertugas memilih jalur dan memandu para biker melintasi trek yang akan dilewati.
Pagi itu ada 26 penggowes dari ABC. Usai menyeberang Jalan Raya Pacet, rombongan meluncur menuju ke bukit Aquila. Jalan aspal menurun ini menyodorkan keseruan awal bagi kami. Balapan pun tak terelakkan. Saya dan Fajar lupa dengan pesan Pak Eko agar berada di belakang dirinya. Laju sepeda yang dipaksa kencang teramat sayang untuk menarik rem sepeda.
Kenikmatan trek turunan berujung tanjakan saat mendelati bukit Aquila. Di sini, cerita bersepeda mulai terasa seru. Dengus napas mulai terdengar. Para perokok terlihat mulai kepayahan. Saat berada di tanjakan, degup jantung dipaksa berdetak lebih kencang seiring usaha keras mempertahankan kayuhan pedal. Posisi gear sepeda dipilih seringan mungkin.
Sukses menaiki bukit Aquila, beberapa peserta gowes rehat sejenak buat berfoto. Trek berikutnya ternyata berupa turunan. Kondisi trek turunan ternyata becek akibat hujan sehari sebelumnya. Trek yang licin memaksa kami menarik rem sesering mungkin. Tapi, cara ini tak membantu. Laju sepeda tetap saja meluncur ke bawah.
Keseruan menuruni lereng bukit Aquila ini berlanjut trek kaca. Inilah trek dengan jalan agak mendatar namun licinnya minta ampun. Aksi tarik rem belakang di trek ini hanya akan membuat sepeda ngesot atau selip. Agar selamat melintasinya, pengereman dilakukan secara bersamaan. Itupun sekadar untuk mengurangi laju sepeda. Terus meluncur di trek ini menjadi pilihan terbaik.
Bagaimana kelanjutan cerita bersepeda saya? Sila klik lanjutannya ya, Bersepeda di Jalur Cianjur hingga ke Rindu Alam Puncak (2)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H