Lepas dari bukit Aquila rombongan ABC tiba di titik kumpul. Tiga mobil pick up sudah menanti. Sepeda-sepeda kemudian loading atau diangkut. Kami dibawa naik. Kali ini cerita bersepeda akan dilanjutkan di kawasan kebun coklat di Cianjur. Cukup lama juga perjalanan pindah trek ini. Beberapa penggowes terlihat mulai tak sabar untuk segera turun dan mengayuh sepedanya.
“Jangan direm, jangan direm!” Tetiba terdengar teriakan dari belakang saya. Rupanya Pak Eko membuntuti saya. Sesaat kemudian dia menyalip di tikungan. Gila juga “komandan” yang satu itu. Di usianya yang sudah berkepala lima, Eko terlihat garang dengan aksi gowesnya.
Di tengah trek makadam saya, Fajar, dan Eko Sarwono rehat sejenak. Kami berbincang sembari membasahi tenggorokan yang mengering akibat diterpa panas.
“Kalau melibas turunan kayak tadi, jangan direm. Usahakan tidak duduk di atas sadel. Posisi badan di belakang sadel. Begini nih,” urai Eko Sarwono lantang kepada saya.
Berikutnya, aksi gowes saya di bawah pengawasan Eko Sarwono. Saat memasuki area perkampungan, kami kembali bersua dengan trek basah. Di sebuah turunan pendek, pak Eko kembali berteriak, “Awan jangan turun!” Saya menuruti perintahnya. Karena belum terbiasa, saya pun terjatuh. Seorang ibu tua warga desa tampak tertawa melihat saya terjatuh.
Saya segera bangun. Cerita bersepeda harus dilanjutkan. Kembali saya menjumpai turunan dan harus melibasnya tanpa duduk di atas sadel. Lagi-lagi tubuh saya terhempas ke tanah. Kali ini, “komandan” ABC Eko Sarwono yang menertawakan saya. Tawa itu saya anggap sebagai penyemangat agar segera bangkit dan menaklukkan trek berikutnya.
Usai melintasi perkampungan, kami melepas lelah sejenak di sebuah warung. Di sana, mobil pengangkut sepeda sudah stand by. Kembali sepeda peserta diangkut ke mobil. Dari sebuah desa terpencil di Cianjur, kami dibawa ke arah kota Cianjur dan kemudian menuju Cipanas.
Panas yang bercampur hujan menyambut kami saat keluar dari kota Cianjur. Sesampainya di Cipanas, rombongan berhenti untuk makan siang di warung sate maranggi. Siang itu, warung sate maranggi dijejali pembeli. Kehadiran kami dengan baju kotor akibat cipratan lumpur semakin menambah ramai suasana.