Sekarang, dalam mencapai sebuah kesuksesan tidak hanya dari pendidikan saja. Namun, dapat digaris bawahi untuk mencapai kesuksesan kita perlu adanya pendidikan. Dibalik kesuksesan  pendidikan ada sosok yang luar biasa dalam menyalurkan ilmu-ilmu yang dimilikinya, ia adalah guru. Tidaklah mudah menjadi seorang guru. Guru merupakan sosok yang menyiptakan generasi yang hebat kedepannya. Pekerjaan yang mulia namun banyak yang menyepelekan seorang guru. Oleh karena itu, ada pepatah bahwa generasi yang hebat berada ditangan seorang guru. Jika tidak adanya guru, entah bagaimana kita bisa mengenal dunia ini. Namun, yang kita bahas adalah bagaimana menjadi sosok guru yang bisa menciptakan generasi yang luar biasa.
Kita sebagai mahasiswa calon guru yang hebat perlu menerapkan suatu sistem belajar yang cocok dengan anak didik kita. Ada beberapa macam penerapan yang bisa kita lakukan, namun yang kita bahasa disini adalah penerapan teori belajar fungsionalistik. Dalam teori ini Thorndike mengemukakan bahwa ada empat macam proses pembelajaran yang dapat dilakukan, yang pertama adalah connectivism. Connectivism merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Jadi, kita perlu menstimulus atau merangsang peserta didik kita supaya bisa aktif merespon dalam pembelajaran. Ketika aktif, otak peserta didik akan bekerja dan akan berkembang seiring pembahasan pelajaran berlangsung. Hal itu membuat peserta didik mengalami peningkatan dalam hal pemikiran.
Kemudian yang kedua trial and eror. Trial merupakan mencoba dan eror merupakan gagal. Jadi kita perlu memberikan suatu kegiatan kepada peserta didik mengenai hal baru, sehingga rasa keingintahuan peserta didik aktif dan akan mencoba suatu kegiatan tersebut. Dan tanamkan rasa terus ingin coba, bahwa kita tidak boleh menyerah meskipun usaha yang kita bangun gagal. Habiskan jatah kegagalan hingga kita berhasil. Dan ketika dititik kita berhasil, kita akan menghargai sebuah kerja keras dari hasil terus mencoba yang kita lakukan serta sikap pantang menyerah kita.
Yang ketiga adalah incremental. Yang dapat digaris bawahi dari incremental adalah belajar dan berlatih merupakan sesuatu yang lebih penting daripada wawasan yang luas. Kita sebagai calon guru, perlu menerapkan kegiatan belajar dan berlatih. Jadi ketika pembelajaran, kita melakukan penjelasan materi terlebih dahulu, kemudian kita beri latihan kepada peserta didik. Sehingga materi yang kita sampaikan bisa terekam memori peserta didik. Dan ketika menghadapi masalah yang sama peserta didik bisa mengerjakannya. Tidak hanya di lembaga saja, tetapi juga perlu diterapkan ketika belajar mandiri. Cara tersebut cukup ampuh untuk diterapkan. Dari penerapan tersebut nantinya akan memunculkan ketelitian peserta didik ketika menghadapi suatu permasalahan atau soal yang kita berikan.
Yang keempat adalah not mediated by idea. Maksudnya adalah pembelajaran bersifat langsung atau  praktek. Selain pemberian materi, kita sebagai calon guru perlu untuk menerapkan pembelajaran langsung. Jadi, tidak hanya menggunakan otak kiri saja, tetapi kita fungsikan juga otak bagian kanan peserta didik. Sehingga, kedua bagian otak peserta didik akan sama-sama berkembang.
Thorndike juga berpendapat mengenai hukum belajar. Menurut beliau, hukum belajar ada tiga. Yang pertama adalah law of readiness ( kesiapan). Ketika kita sedang menjalankan ujian atau tes dan sebelumnya kita sudah mempersiapkan secara matang untuk menghadapinya, maka kita akan merasa puas ketika hasil dari ujian atau tes yang kita ikuti keluar. Karena kita sudah siap maka kita puas. Namun, apabila kita sudah siap menghadapinya, ternyata ujian  yang kita ikuti batal atau diundur, maka rasa yang ada bukan puas melainkan rasa kecewa. Oleh karena itu, dalam belajar sangat diperlukan unsur kesiapan untuk mendapatkan kepuasan. Jadi sebagai calon guru kita harus menepati perkataan yang sudah dilontarkan dan juga sebagai peserta didik harus menyiapkan suatu kegiatan yang akan dihadapi.
yang kedua adalah law of exercise. Dalam belajar kita perlu bahkan sangat perlu dalam kegiatan berlatih. Ibarat pisau, semakin pisau diasah maka pisau itu akan semakin tajam. Begitu juga dengan kita, semakin kita berlatih, maka kita akan semakin terampil dalam suatu kegiatan yang kita tekuni dalam berlatih. Sebagai calon guru tentunya kita paham akan kebutuhan peserta didik kita nantinya. Tentu kita akan menyesuaikan porsi berlatih peserta didik. Tidak langsung memberikan latihan sebanyak-banyaknya melainkan dengan ukuran yang cukup. Hal itu ditujukan agar peserta didik tidak merasa terbebani, sehingga selalu senang dalam pembelajaran.
Yang ketiga adalah law of effect. Maksud dari hukum ketiga ini adalah tatkala kita menstimulus peserta didik dan peserta dididik merespon dengan baik, maka kita akan merasa senang dan bersemangat. Jadi kita bisa merasakan dampak dari rangsangan yang kita lakukan. Dan apabila respon tidak dapat diterima dengan baik. Hal tersebut membuat kita kebingungan untuk membuat stimulus kayak gimana lagi dan tentu perlu diiringi kesabaran. Begitu juga peserta didik, ketika ada peserta didik yang istilahnya mencari perhatian, maka kita harus peka akan hal itu. Kita harus bisa meresponnya dengan baik agar peserta didik tersebut merasa senang. Jadi, setiap stimulus yang kita berikan dan direspon akan memiliki sebuah dampak.
Dengan demikian, ketika kita sukses menerapkan teori belajar menurut Thorndike. Kita tinggal menunggu para generasi yang hebat akan membawa dunia ini ke zaman yang luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H