Mohon tunggu...
muhammad wildan rosyid
muhammad wildan rosyid Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah seseorang yang mempunyai hobi memancing, yang mencerminkan kesabaran, ketekunan dan kecintaan pada alam. saya memiliki kepribadian yang sabar, tenang ,dan tekun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya ilmu dari negeri seberang

30 November 2024   19:17 Diperbarui: 2 Desember 2024   22:17 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/YB2dXCWidsZFTqhA7

Matahari baru saja terbit di ufuk timur, memancarkan kehangatan sinarnya yang meliputi desa kecil di kaki gunung. Suara kokok ayam terdengar, membangunkan penduduk yang bersiap untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Di dalam sebuah rumah sederhana, Rosyid terlihat sibuk mengemas perbekalan. Di sampingnya, kedua orang tuanya mengamati dengan perasaan campur aduk antara bangga dan cemas.

"Rosyid, kau yakin ingin pergi sejauh itu?" tanya ibu dengan nada bergetar.

"Ibu, ayah, ini adalah jalan yang harus kutempuh. Rasulullah pernah bersabda, 'Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina, karena menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.' Aku ingin menjawab panggilan itu. Aku yakin, ilmu yang kutemukan di sana akan bermanfaat bagi kita semua," jawab Rosyid.

Rosyid adalah pemuda yang dikenal tekun dan gemar belajar. Bagi Rosyid, hadis itu bukan sekadar anjuran, melainkan panggilan yang harus dipenuhi. Ia percaya bahwa menuntut ilmu adalah bagian dari ibadah yang akan mendekatkannya kepada Allah.

Setelah berpamitan, Rosyid memulai Perjalanan yang tidak mudah. Ia harus melewati padang pasir yang panas, sungai yang deras, serta hutan lebat yang penuh bahaya. Namun, semangatnya tak pernah surut. Setiap langkah yang ia tempuh adalah bentuk pengabdian kepada ilmu, seperti yang diajarkan oleh Nabi.

Sepanjang perjalanan, Rosyid bertemu dengan berbagai orang dari latar belakang berbeda. Salah satu pertemuan yang paling membekas adalah dengan seorang pedagang tua dari Persia yang bernama Ibrahim. Mereka bertemu di sebuah oase kecil yang terletak di tengah padang pasir.

"Apa yang membuatmu melakukan perjalanan sejauh ini, Rosyid?" tanya Ibrahim.

"Aku ingin menuntut ilmu di negeri Cina," jawab Rosyid sambil tersenyum kecil.

Ibrahim terdiam sejenak, lalu berkata, "Perjalananmu penuh tantangan. Tapi ingatlah, ilmu itu ibarat air. Ia mengalir ke tempat yang rendah, mencari hati yang rendah hati dan siap untuk menerima."

Kata-kata Ibrahim terus terngiang di benak Rosyid. Ia menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang mencari ilmu, tetapi juga tentang membentuk dirinya menjadi pribadi yang rendah hati dan penuh keikhlasan.

Setelah berbulan-bulan menempuh perjalanan panjang, Rosyid akhirnya tiba di negeri Cina. Ia terpesona oleh keindahan negeri itu: arsitektur megah, masyarakat yang ramah, serta budaya yang kaya akan pengetahuan. Rosyid segera mencari seorang guru yang terkenal bijaksana, Master Liang, seorang cendekiawan yang dikenal karena pemahamannya yang mendalam tentang filsafat dan ilmu kedokteran.

Di bawah bimbingan Master Liang, Rosyid mempelajari berbagai hal, mulai dari filsafat kehidupan, pengobatan tradisional, hingga strategi militer. Namun, yang paling berharga adalah pelajaran tentang kebijaksanaan dan kehidupan. Master Liang sering berkata, "Ilmu tanpa kebijaksanaan adalah pedang tanpa kendali. Gunakanlah ilmu untuk membangun, bukan menghancurkan."

Selama bertahun-tahun Rosyid menuntut ilmu, ia tidak hanya menyerap ilmu, tetapi juga mengajarkan kembali apa yang telah ia pelajari kepada masyarakat sekitar. Rosyid menjadi penghubung antara dua budaya, membawa nilai-nilai Islam sekaligus meresapkan kebijaksanaan Timur ke dalam dirinya.

Akhirnya, saat tiba waktunya untuk pulang, Rosyid merasa dirinya telah berubah. Ia bukan lagi pemuda yang hanya mencari ilmu untuk dirinya sendiri, tetapi seseorang yang siap membagikan ilmu kepada orang lain.

Kembali ke desanya, Rosyid disambut dengan sukacita. Ia membawa ilmu yang tidak hanya berupa pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai luhur yang mengajarkan kebijaksanaan, kesabaran, dan pengabdian.

Hadis yang pernah ia dengar di masa kecil kini menjadi nyata dalam kehidupannya. Menuntut ilmu hingga ke negeri yang jauh bukan hanya soal jarak, tetapi juga soal perjalanan hati dan jiwa dalam mencari makna hidup.

"Sesungguhnya ilmu adalah cahaya. Dan aku berharap, cahaya ini dapat menerangi desa kita, juga hati kita," ucap Rosyid di hadapan masyarakat desanya.

Dan cahaya itu pun mulai menyebar, menembus batas waktu dan jarak, menjadi warisan berharga yang tak lekang oleh zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun